Artikel ini akan menjelaskan tentang mengenal jual beli mu’athah menurut fikih Islam. Dalam fikih Islam salah satu rukun jual beli ialah sighat (ucapan timbal balik antara penjual dan pembeli). Lafadz jual-beli ini merupakan sebagai tanda yang menunjukkan kerelaan dari para penjual dan pembeli.
Namun faktanya di lapangan tidak selalu seperti itu. Banyak sekali masyarakat yang jarang memakai sighat saat jual- beli. Saat berdagang tersebut biasanya pembeli hanya menyetorkan uang pada pedagang, lantas mengambil barang yang dibeli. Dalam keadaan ini tanpa ijab dan qabul.
Bahkan, era saat ini di zaman teknologi ini, marak vending machine (mesin jual otomatis), yang dioperasikan oleh robot dan mesin. Caranya terbilang modern, orang yang ingin membeli makanan dan minuman cukup dengan memasukkan koin atau uang kertas ke dalam mesin, maka barang yang akan dibeli akan keluar dengan sendirinya.
Proses atau praktik jual-beli yang dilakukan tanpa akad disebut dengan nama mu’athah. Menurut ulama fikih, definisi mu’athah yaitu kesepakatan penjual-pembeli atas harga dan barang yang dijual, keduanya tanpa ijab qabul (sighat). Bahkan tak jarang hanya ada perkataan dari salah satu pihak aja.
Menurut Imam Nawawi dalam kitab Majmu’ Syarah Al Muhadzab, bahwa jual beli mu’athah atau akad jual beli tanpa sighat, para ulama berbeda pendapat ada yang mengatakan tidak sah jual beli tersebut. Namun di sisi lain, ulama lain menyatakan bahwa jual beli tanpa akad maka hukumnya adalah sah. Dengan catatan, diketahui kedua belah pihak ridha dalam proses akadnya.
صورة المعاطاة التي فيها الخلاف السابق: أن يعطيه درهماً أو غيره ويأخذ منه شيئاً في مقابلته، ولا يوجد لفظ أو يوجد لفظ من أحدهما دون الآخر، فإذا ظهر –والقرينة وجود الرضى من الجانبين ـــ حصلت المعاطاة، وجرى فيها الخلاف
Artinya: “Bentuk dari jual beli mu’athah yang terjadi perbedaan pendapat di atas ialah pembeli memberikan uang pada penjual dan pembeli mengambil barang dari penjual sebagai gantinya, dan tidak ada kalimat yang menyatakan ijab dan qabul, jika secara zahir ada kerelaan di antara keduanya yaitu pembeli dan penjual, maka itulah yang dinamakan jual beli mu’athah dan dalam jual beli mu’athah terjadi perbedaan ulama terkait keabsahannya.”
Pendapat ini dikuatkan kembali oleh Abdurraham Al Jaziri dalam kitab al-Fiqh ‘ala Mazahibil Arba’ah, dengan mengutip pendapat dari Imam Ghazali bahwa akad jual beli tanpa sighat hukumnya adalah boleh;
وقد مال صاحب الإحياء إلى جواز البيع في الأشياء اليسيرة بالمعاطاة لأن الإيجاب والقبول يشق في مثلـها عادة
Artinya; Imam Ghazali dalam kitab Ihya condong kepada bolehnnya jual beli mu’athah (tanpa sighat) dalam benda-benda yang ringan, karena ijab dan qabul dalam jual beli benda-benda yang ringan biasanya sulit.”
Itulah penjelasan terkait mengenal jual beli mu’athah menurut Fikih. Semoga bermanfaat.