Miskin, sengsara, bukanlah merupakan takdir. Takdir lebih cocok diterapkan dalam lahirnya seseorang dari keluarga siapa dan apa. Miskin terjadi karena terdapat faktor-faktor yang melatarbelakangi. Tetapi lahir dari siapa merupakan sebuah ketetapan mutlak seorang anak dari kandungan orangtua. Karena terjadinya sebuah masa kelahiran inilah, bertambahnya jumlah penduduk dan kondisi masing-masing.
Setiap orang terlahir dari kandungan dan dalam keadaan yang berbeda-beda. Mereka yang terlahir dari golongan yang dapat mencukupi segalanya dapat dijadikan sebagai aset negara. Namun, yang jadi permasalahan dan akan menjadi beban negara adalah mereka yang terlahir dari keluarga yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Mereka inilah yang harus ditumpaskan.
Sebagai negara yang baik, penduduk merupakan sebuah asset negara untuk menjaga wilayahnya. Mereka adalah tangan kanan negara untuk merawat wilayah kekuasaanya menjadi lebih baik. Oleh karena itu, wajib bagi negara tersebut untuk merawat aset tersebut. Jika mereka tidak mendapatkan fasilitas keperawatan, maka hilanglah aset tersebut, dengan makna keterpurukan mental dari segala sisi rakyat menjadi faktor runtuhnya negara.
Memaknai al-Balad sebagai pesan penting sebuah negara, Allah menjelaskan bahwa negara makmur adalah negara yang memiliki kriteria sebagaimana yang telah disampaikan didalamnya. Wabilkhusus pemaparan pada ayat 10 – 18.
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan. Atau memberi makan pada hari kelaparan. (Kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat. Atau kepada orang miskin yang sangat fakir. Dan dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan utnuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih saying. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan.”
Menciptakan negara makmur bukanlah visi mudah. Redaksi ayat yang disampaikan adalah jalan yang mendaki lagi sukar. Perlu modal yang tekad yang kuat untuk mencapainya. Pembebasan budak tak semudah menukarkan uang dengan nilai berapa banyak. Pada konteks saat ini, budak bukanlah hanya mereka yang menjadi barang mainan raja, tetapi budak juga dapat dimaknai dengan budak dari segala aspek. Seperti budak dalam bidang ekonomi, politik, social, budaya, dan lain-lain. Mereka tidak dapat mandiri secara intelektual dan finansial.
Orang miskin pula adalah beban negara. Mereka tidak mendapatkan jatah kehidupan yang layak adalah penghambat majunya negara. Dalam kajian keislaman, ada yang namanya zakat, sedekah. Inilah salah satu bentuk terbaik terjalinnya keselarasan antara pemilik kekayaan dan pembutuh kekayaan. Pada akhirnya mereka mendapatkan kehidupan yang seimbang, tidak ada yang merasa tinggi ataupun rendah.
Anak yatim dan orang miskin adlah tanggungjawab negara untuk memberikan kehidupan yang layak bagi mereka dengan jalan yang ditunjukkan dalam Islam. Disisi lain, timbulnya rasa kasih sayang antarsesama dan tumbuhnya kesabaran menjadi alat komunikasi setiap penduduk untuk menjalin kerjasama dalam kebaikan dengan kepentingan yang sama pula, yakni terciptanya negara yang makmur.
Beberapa yang disampaikan dalam QS. al-Balad tentang negara berkemakmuran. Kriteria tersebut menjadi prasyarat negara dikatakan negara yang makmur. Dikatakan sebagai negara makmur adalah negara yang harus mengentaskan permasalahan-permasalahan yang menjadikan beban pada negara itu sendiri.
Negara bertanggungjawab besar atas mereka yang belum mendapatkan kebutuhan dan fasilitas terbaik. Bukan hanya melakukan pembangunan saja akan tetapi lupa dengan masalah yang terjadi pada penduduknya.
Jika negara telah berhasil menurunkan nilai diagram kesengsaraan rakyat pertahun, maka hilal negara makmur akan semakin Nampak dan terjadilah negara berkemajuan. Karena pola pikir dan finansialnya telah terbenetuk dengan baik atas kepeduliaan negara terhadap negara.
Wallahu a’lamu.