Menghukum Diri Karena Tertinggal Shalat

Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Ar-Rajihi

Pertanyaan:

Seseorang tertinggal salat Subuh berjamaah. Kemudian dia menghukum dirinya dengan berpuasa pada hari tersebut. Apa hukumnya?

Jawaban:

Jangan sebut sebagai “menghukum diri”, namun sebutlah sebagai nazar. Jika dia memang sudah bernazar, maka wajib menunaikannya. Adapun jika yang dimaksudkan hanyalah berpuasa sebagai bentuk usaha melakukan perbuatan-perbuatan baik setelah terlewat salat Subuh, tanpa dinazarkan sebelumnya, maka hal tersebut tidak menjadi wajib baginya. Alhamdulillah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya pernah terlewatkan (salat Subuh) hingga matahari meninggi, sebagaimana termaktub dalam sebuah hadis [1].

Berbeda halnya jika dia bersengaja, yakni dia meremehkan salat Subuh dan begadang (tanpa kebutuhan), lalu terlambat salat Subuh. Kemudian dia tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasanya. Kemudian dia berniat puasa sebagai usaha berbuat kebaikan setelah melakukan kesalahan. Para ulama mengatakan, jika dia berpuasa tanpa didahului nazar, maka ini sebuah kebaikan. Ini termasuk dalam beramal kebaikan setelah melakukan kesalahan. Berbeda jika dia melakukan nazar dengan mewajibkan dirinya suatu ibadah, maka ibadah tersebut menjadi wajib karena nazar.

Namun janganlah katakan “menghukum dirinya sendiri”. Jangan dia ucapkan demikian. Karena hal ini bukanlah hukuman. Boleh jika dia katakan, misalnya, “Dia berpuasa untuk Allah Ta’ala sebagai bentuk rasa syukur”, atau, “dia berpuasa atau mengerjakan amal kebaikan yang semoga bisa menghapus keburukan.” Demikian. [2]

Penerjemah: Muhammad Fadhli, ST.

Artikel: MUSLIM.o.id

Catatan kaki:

[1] Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ قَفَلَ مِنْ غَزْوَةِ خَيْبَرَ، سَارَ لَيْلَهُ حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْكَرَى عَرَّسَ، وَقَالَ لِبِلَالٍ: «اكْلَأْ لَنَا اللَّيْلَ»، فَصَلَّى بِلَالٌ مَا قُدِّرَ لَهُ، وَنَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ، فَلَمَّا تَقَارَبَ الْفَجْرُ اسْتَنَدَ بِلَالٌ إِلَى رَاحِلَتِهِ مُوَاجِهَ الْفَجْرِ، فَغَلَبَتْ بِلَالًا عَيْنَاهُ وَهُوَ مُسْتَنِدٌ إِلَى رَاحِلَتِهِ، فَلَمْ يَسْتَيْقِظْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا بِلَالٌ، وَلَا أَحَدٌ مِنْ أَصْحَابِهِ حَتَّى ضَرَبَتْهُمُ الشَّمْسُ، فَكَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلَهُمُ اسْتِيقَاظًا، فَفَزِعَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «أَيْ بِلَالُ» فَقَالَ بِلَالُ: أَخَذَ بِنَفْسِي الَّذِي أَخَذَ – بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللهِ – بِنَفْسِكَ، قَالَ: «اقْتَادُوا»، فَاقْتَادُوا رَوَاحِلَهُمْ شَيْئًا، ثُمَّ تَوَضَّأَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَمَرَ بِلَالًا فَأَقَامَ الصَّلَاةَ، فَصَلَّى بِهِمُ الصُّبْحَ، فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ قَالَ: «مَنْ نَسِيَ الصَّلَاةَ فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا»، فَإِنَّ اللهَ قَالَ: {أَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي} [طه: 14]

“Bahwasannya ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kembali dari Perang Khaibar, beliau berjalan di malam hari hingga ketika rasa kantuk mendatangi beliau. Kemudian beliau berhenti untuk istirahat. Beliau bersabda kepada Bilal radhiyallahu ‘anhu, ‘Berjagalah untuk kami malam ini.’ Kemudian Bilal radhiyallahu ‘anhu salat sekadar kemampuan beliau. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat pun tidur.

Pada waktu sudah mendekati fajar, Bilal radhiyallahu ‘anhu bersandar ke hewan tunggangannya menghadap fajar. Bilal radhiyallahu ‘anhu pun tertidur dalam keadaan bersandar pada hewan tunggangannya. Ternyata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, Bilal, dan para sahabat bangun ketika sinar matahari sudah menyengat kulit mereka.

Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam adalah yang pertama kali terbangun. Lalu Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam terkejut dan berkata, ‘Wahai Bilal!’ Bilal radhiyallahu ‘anhu menjawab, ‘Jiwaku diambil oleh Dzat yang mengambil jiwamu, bapak dan ibuku sebagai tebusanmu wahai Rasulullah.’ Beliau Shallalahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, ‘Tuntunlah (hewan tunggangan kalian) ke tempat lain!’

Maka mereka (para sahabat pun) menuntunnya. Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam berwudu, lalu memerintahkan Bilal radhiyallahu ‘anhu untuk ikamah salat. Kemudian Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam mengimami salat Subuh bersama para sahabat. Setelah salat ditunaikan, beliau bersabda, ‘Barangsiapa yang terluput salat (karena lupa), maka hendaklah dia salat ketika ingat.’ Karena sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Dirikanlah salat untuk mengingat-Ku’ (QS Thaha: 14)” (HR. Muslim no. 680).

[2] Diterjemahkan dari Al Fatawa Al Munawwa’ah (8/41), http://iswy.co/e3qfq