Mengingat Sekilas Sejarah Kota Suci Makkah

Mengingat Sekilas Sejarah Kota Suci Makkah

Kota Makkah adalah Kota Suci, serta tempat paling suci dan paling terhormat di dunia. Sumber paling benar tentang sejarahnya adalah Alquran dan riwayat kenabian yang otentik.

Setelah kedatangan Islam, para cendekiawan dan sejarawan Muslim berusaha untuk mencatat sejarah Makkah dalam buku-buku sejarah umum, maupun dalam buku-buku yang berkaitan dengan biografi para cendekiawan Muslim yang tinggal di sana.

Beberapa cendekiawan berupaya menulis buku-buku, yang terutama membahas sejarahnya dan daerah-daerah sekitarnya. Di antara mereka adalah Abu al-Waleed al-Azraqi dari abad ketiga, Al-Faakihi, serta Imaam Taqiyyud-Deen al-Faasi al-Makki.

Dilansir di Gulf Times, Kamis Setelah itu banyak cendekiawan dan mazhab sejarah muncul, yang berkontribusi pada penulisan sejarah dan kronik Makkah. Beberapa nama itu adalah Aal Fahd dan Aal At-Tabari, yang mana terus berlanjur sejak saat itu, termasuk yang kontemporer.

Seperti yang banyak diketahui, sejarah dan bangunan Makkah berhubungan langsung dengan Nabi Ibrahim (Abraham). Dia adalah orang pertama yang menempatkan keluarganya di kota itu, ketika harus meninggalkan istrinya Haajar dan putranya Ismaa’eel (Ismael) sesuai dengan perintah Allah SWT.

Imam Al-Bukhari melaporkan atas otoritas Ibn ‘Abbaas, dalam narasi panjang Nabi Muhammad menceritakan Ibrahim pernah datang dengan Haajar dan Ismail, yang masih bayi menyusu, dari Suriah kuno ke Makkah. Saat itu, Makkah tidak memiliki air dan tidak ada orang yang tinggal di sana. Ibrahim membawa mereka berdua di bawah naungan pohon dan meninggalkan sekantong kurma dan sebotol air, lalu kembali ke Suriah kuno.

Saat dia pergi, istrinya Haajar memanggilnya, berkata: “Mau kemana? Bagaimana Anda bisa meninggalkan kami di lembah sepi ini yang tidak memiliki manusia atau apa pun (dalam hal kehidupan)?” Dia mengulangi pertanyaan ini beberapa kali, tetapi tidak mendapat jawaban. Kemudian, ia bertanya: “Apakah Allah memerintahkanmu untuk melakukan ini?”. Nabi Ibrahim kemudian menjawab: “Ya”, yang mana dibalas dengan “Maka Dia tidak akan pernah meninggalkan kita”.

Nabi Ibrahim lantas berjalan sebentar dan kemudian berdiri di atas sebuah bukit kecil, mengangkat tangannya untuk berdoa dan berkata, “Ya Tuhan kami! Saya telah menempatkan beberapa keturunan saya di lembah yang tidak digarap di dekat Rumah Suci Anda, Tuhan kami, agar mereka dapat mendirikan sholat. Maka jadikanlah hati manusia condong kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan agar mereka bersyukur.” [Quran 14:37]

Allah SWT lantas memberkati Haajar dan putranya dengan sumur Zamzam, yang mana setelahnya orang-orang datang dari segala penjuru dan tinggal di Makkah. Suku pertama yang tinggal di sana adalah suku Jurhum, di mana Isma’eel dibesarkan dan menikah.

Ibrahim berkali-kali datang ke Makkah untuk memeriksa kondisi mereka. Kemudian Allah SWT memerintahkannya untuk membangun Ka’bah. Allah berfirman: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail, (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” [Qur’an 2:127]

Allah juga berfirman: “Dan (ingatlah), ketika Kami tempatkan Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), “Janganlah engkau mempersekutukan Aku dengan apa pun dan sucikanlah rumah-Ku bagi orang-orang yang tawaf, dan orang yang beribadah dan orang yang rukuk dan sujud.” [Quran 22:26]

Ibnu Katheer mengomentari ayat ini dalam buku sejarahnya yang terkenal, berjudul The Beginning and the End dalam Volume 1, halaman 135. Ia menyebut tidak ada laporan otentik yang menyebut Ka’bah dibangun sebelum Nabi Ibrahim. Siapapun yang mengklaim hal sebaliknya, berdasarkan ayat di atas, adalah salah. Hal ini mengingat Nabi Ibrahim hanya diberi tahun dimana Ka’bah akan dibangun.

Dalam Volume 2 halaman 227 dari buku yang sama, Ibnu Katheer berkata ayat-ayat Alquran dengan jelas menunjukkan bahwa Ibrahim adalah orang pertama yang membangunnya.

Abu Tharr meriwayatkan ia pernah bertanya kepada utusan Allah Nabi Muhammad tentang masjid mana yang pertama kali dibangun di bumi. Dia menjawab: “Masjid Suci (di Makkah)”. Ia kemudian bertanya masjid mana yang dibangun selanjutnya? dan dijawab Masjid Aqsa (di Yerusalem). Setelahnya ia kembali bertanya berapa periode antara pembangunan kedua masjid, yang mana dijawab empat puluh tahun. [Al-Bukhari]

Laporan ini dengan jelas menyoroti keutamaan Nabi Ibrahim, sekaligus menegaskan bahwa dirinyalah yang membangun dua masjid. Adapun periode pembangunan antara keduanya adalah 40 tahun.

Oleh karena itu, jelas bahwa hal pertama yang akan didirikan di Makkah adalah Masjidil Haram (yaitu Ka’bah), serta air pertama yang menyembur keluar darinya adalah Zamzam.

Setelah itu, keturunan Isma’eel berkembang biak di daerah Hijaaz (provinsi di mana Mekkah berada) dan sekitarnya. Keluarga mereka saling menggantikan dalam merawat Ka’bah dan memeliharanya untuk jangka waktu yang lama, sampai suku Khuzaa’ah mengambil alih tanggung jawab ini.

Orang-orang tetap pada monoteisme yang dibawa oleh Nabi Ibrahim, sampai saat ‘Amr bin Lahy al-Khuzaa’i memperkenalkan penyembahan berhala di Ka’bah.

Jumlah berhala kemudian meningkat di Ka’bah dan fenomena ini menyebar ke seluruh Jazirah Arab, hingga jumlah berhala di Ka’bah mencapai 360. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Al-Kalbi dalam bukunya The Idols.

Karena banyaknya perang dan pertikaian suku, sumur Zamzam terkubur dan orang tidak dapat menemukannya lagi. Qusay bin Kilaab, kakek buyut Nabi Muhammad SAW, mengambil alih secara paksa penjagaan dan pemeliharaan Ka’bah dari suku Khuzaa’ah karena dinilai telah menyalahgunakan wewenangnya.

Qusay mengumpulkan keluarga-keluarga suku Quraisy yang tercerai-berai, memindahkan mereka ke Makkah, sekaligus mengembalikan kesucian Makkah yang telah hilang akibat penyalahgunaan wewenang Khuzaa’ah. Sebagian suku Quraisy ditempatkan di sekitar Makkah untuk melindunginya.

Hal ini lantas menandai dimulainya otoritas yang memuliakan Makkah dan secara bebas menawarkan semua jenis layanan kepada para pengunjungnya, seperti makanan, air dan pembersihan, serta pemeliharaan Ka’bah.

Suatu ketika, ‘Abdul-Muttalib bermimpi dia melihat titik pasti dari sumur Zamzam yang terkubur. Dia pun berusaha menggali daerah itu dan memulihkan sumur tersebut. Dengan demikian, sumur Zamzam kembali menjadi sumber air bagi pjamaah dan pengunjung, serta warga Makkah.

Setelah ini, sebuah peristiwa besar terjadi pada masa ‘Abdul-Muttalib ketika Abrahah orang Etiopia menuju Makkah dengan menunggang gajah besar untuk menghancurkan Ka’bah. Inilah mengapa tahun itu kemudian dikenal sebagai “Tahun Gajah”, di mana Nabi Shallallahu SAW lahir.

Sebuah kota dengan sejarah yang luar biasa layak memiliki status yang begitu tinggi, yang mana karenanya harus dimuliakan dan dihormati. Kota ini layak mendapat tempat khusus di hati para penghuninya, serta umat Islam pada umumnya.  

Sumber:

https://www.gulf-times.com/article/653227/community/a-glimpse-of-the-history-of-makkah

IHRAM