MARI kita saling doa untuk sehat dan bahagia serta panjang umur dalam keberkahan. Tak usah terlalu gelisah dengan nikmat yang hilang dan jangan terlalu bangga saat nikmat datang berkunjung. Dunia berputar dan waktu menjadikan peristiwa silih berganti.
Ketika merenungkan perjalanan hidup yang tak pernah sepi dari rizki dan juga uji, teringat saya pada dawuh pemimpin besar masa lalu yang berjulukkan al-Khulafa’ur Rasyidun yang kelima, yakni khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau berkata: “Ikatlah nikmat-nikmat Allah dengan bersyukur kepada Allah.”
Kalimat yang sederhana, tapi dalam maknanya. Pertama: Nikmat akan senantiasa bersama kita ketika senantiasa disyukuri. Syukur adalah penjaga kelanggengan nikmat; kedua, syukur bukan hanya berucap alhamdulillah, syukur adalah pengakuan bahwa semuanya betul-betul dari Allah dan siap untuk selalu menggunakannya di jalan yang diridlai Allah; ketiga, nikmat bukan hanya anugerah harta melainkan mencakup segala yang dengannya kita senang dan bahagia, termasuk kesehatan, kecerdasan, keterampilan dan doa. Bersyukur berarti menggunakan semua itu di jalan yang disukai Allah.
Sesungguhnya nikmat itu tak pernah habis dari kehidupan kita. Hanya saja kita yang terlalu fokus pada derita maka derita itu tampak membesar dan nikmatpun tampak mengecil. Pandai-pandailah membaca dan merasakan nikmat agar masih bisa tersenyum dan bersyukur.
Di rumah sakit, ada banyak pasien yang terkapar. Ketika dikunjungi dan ditanya kabarnya mereka berkata: “Alhamdulillah ada perkembangan walau sedikit. Datangnya jenengan walau sebentar semoga membawa keberkahan.” Mereka tersenyum dan bersyukur di rumah sakit yang penuh dengan penyakit. Ada nikmat di sana. Apakah kita menunggu terkapar di rumah sakit untuk menikmati nikamat-nikmat ‘kecil?’
Selamat saya ucapkan pada semua yang hatinya dibuka sempurna untuk menyadari semua itu. Allah akan senantiasa bersama kita. Bismillah, Allahu ma’anaa.
Oleh :Â KH Ahmad Imam Mawardi