Menyerah terhadap Boikot, Starbucks dan H&M Hengkang dari Maroko

Menyerah terhadap Boikot, Starbucks dan H&M Hengkang dari Maroko

Jaringan kedai kopi Amerika yang populer, Starbucks, dan merek pakaian siap pakai asal Swedia, H&M, telah mengumumkan keputusan mereka untuk menghentikan operasinya di Maroko pada bulan Desember ini, demikian lansir Morocco World News, Jumat (1/12/2023).

Laporan mengatakan bahwa anak perusahaan Maroko dari raksasa waralaba Kuwait, Al-Shaya Morocco, yang memiliki hak waralaba H&M dan Starbucks, sedang bergulat dengan dampak boikot komersial luas yang diprakarsai oleh warga Maroko.

Pengumuman tersebut dilaporkan telah menciptakan suasana “kecemasan dalam lingkaran ekonomi di Casablanca,” karena kedua merek tersebut mempekerjakan ratusan warga Maroko, lapor media lokal Maroc Hebdo.

Berbicara kepada beberapa karyawan di toko-toko perusahaan tersebut, mereka mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui laporan yang dituduhkan tersebut, namun mereka sadar bahwa toko-toko tersebut sedang mengalami kesulitan keuangan karena kurangnya permintaan.

“Ini akan menjadi bencana, kami memiliki lebih dari 100 karyawan. Ke mana kami akan pergi setelahnya? Mudah-mudahan laporan itu tidak benar,” kata seorang pekerja di toko Starbucks di Maroko kepada The New Arab.

Starbucks memiliki 18 lokasi di Maroko, sementara H&M sejauh ini baru membuka empat toko di negara Afrika Utara. Toko waralaba di Kerajaan Afrika Utara ini telah mengalami kesulitan sejak pandemi ini.

Pada bulan Desember 2022, grup ini menurunkan modalnya dari 142 juta dirham (15 juta USD) menjadi 65 juta dirham (7 juta USD). “Keputusan ini diambil dalam rapat umum direksi,” tambah sumber yang dikutip dari beberapa pemberitaan media lokal.

Toko yang disponsori Shaya, seperti Pinkberry, Mothercare, Next, dan Payless, sebelumnya telah meninggalkan pasar Maroko karena kinerja yang buruk. Melalui media sosial, beberapa pengguna Maroko merayakan berita tersebut sebagai kemenangan kampanye boikot pro-Palestina.

​Setelah serangan penjajah ‘Israel’ di Jalur Gaza, kampanye boikot yang meluas telah berdampak buruk pada berbagai merek Barat di negara-negara Arab, dengan dampak yang signifikan terlihat di Mesir, Yordania, Kuwait, dan Maroko.

Raksasa makanan cepat saji seperti McDonald’s, Starbucks, dan KFC telah menyaksikan penurunan jumlah pelanggan yang signifikan, yang mencerminkan kemarahan dan kecaman yang meluas atas perang berdarah Israel melawan Palestina.

Boikot tersebut, yang sebagian besar dipicu oleh seruan di media sosial, telah meluas hingga mencakup puluhan perusahaan dan produk yang memaksa konsumen untuk memilih alternatif lokal.

Merek-merek ini dicurigai memberikan dukungan finansial kepada Israel di tengah agresinya terhadap Gaza dan Tepi Barat.

Namun, pernyataan resmi dari perusahaan tersebut menunjukkan narasi yang berbeda. Mereka mengatakan bahwa keputusan untuk keluar dari pasar Maroko didorong oleh kurangnya daya tarik bagi bisnis mereka masing-masing.

Namun, masyarakat Maroko tampaknya mengaitkan kepergian tersebut dengan dugaan adanya hubungan antara merek internasional tersebut dan ‘Israel’.*

HIDAYATULLAH