Merasa Aman dari Makar Allah: Antara Dosa Besar dan Kekafiran

Merasa Aman dari Makar Allah: Antara Dosa Besar dan Kekafiran (Bag. 2)

Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala rasulillah. Amma ba’du,

Status dosa merasa aman dari makar Allah Ta’ala dan putus asa dari rahmat Allah Ta’ala

Berkaitan dengan status dosa putus asa dari rahmat Allah dan merasa aman dari makar-Nya, keduanya sama-sama merupakan dosa besar. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadis dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, 

وعن ابن عباس رضي الله عنهما أن رسول الله ﷺ سئل عن الكبائر؟ فقال:

“Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang dosa besar. Lalu beliau bersabda,

الشرك بالله، واليأس من روح الله، والأمن من مكر الله

“Menyekutukan Allah (syirik), putus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari makar Allah.” (HR. Ath-Thabrani rahimahullah dengan derajat hasan)

Allah Ta’ala berfirman,

اَفَاَمِنُوْا مَكْرَ اللّٰهِۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللّٰهِ اِلَّا الْقَوْمُ الْخٰسِرُوْنَ

“Atau apakah mereka merasa aman dari siksaan Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidak ada yang merasa aman dari siksaan Allah selain orang-orang yang rugi.” (QS. Al-A’raf : 99)

Allah Ta’ala berfirman,

قَالَ وَمَنْ يَّقْنَطُ مِنْ رَّحْمَةِ رَبِّهٖٓ اِلَّا الضَّاۤلُّوْنَ

“Dia (Ibrahim) berkata, “Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr : 56)

Keburukan merasa aman dari makar Allah

Merasa aman dari makar Allah mengandung su’uzhan kepada Allah dan husnuzhan kepada diri sendiri. Hal ini dikarenakan hal berikut:

Pertama: Pelakunya menganggap bahwa murka dan siksa Allah kurang (tidak menakutkan). Sehingga ia meremehkan dosa penyebab murka dan siksa Allah. Hal itu dianggap bukan masalah besar atau bahkan bukan masalah.

Kedua: Pelakunya ujub dengan amal salehnya. Sehingga merasa seolah-olah amal salehnya pasti diterima oleh Allah, atau Allah pasti akan mengampuni maksiat yang ia lakukan karena kebaikannya lebih besar (lebih banyak) daripada dosanya.

Penyebab merasa aman dari makar Allah

Pelakunya merasa tidak mendapatkan teguran Allah saat terus-menerus bermaksiat atau merasa ujub dengan amal salehnya.

Keburukan putus asa dari rahmat Allah

Putus asa dari rahmat Allah itu mengandung su’uzhan (berprasangka buruk) kepada Allah Ta’ala dari dua sisi, yaitu:

Pertama: Berprasangka buruk terhadap kekuasaan Allah. Karena jika seseorang yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, maka ia tidak akan menganggap harapannya mustahil dipenuhi oleh Allah.

Kedua: Berprasangka buruk terhadap rahmat Allah. Karena jika seseorang yakin Allah Maha Kasih Sayang, maka ia tidak akan menganggap mustahil disayangi Allah.

Penyebab putus asa dari rahmat Allah

Tidak mengenal Allah dengan baik, khususnya tidak mengenal Kemahakuasaan-Nya dan sifat kasih sayang-Nya dengan benar.

Cara menggabungkan antara takut dan harap kepada Allah

Selayaknya seorang mukmin hidup di dunia ini dengan dua sayap, yaitu rasa takut dan harap kepada Allah Ta’ala.

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata dalam Madarijus Salikin,

القَلبُ في سَيرِهِ إلى الله عَزَّ وجَلَّ بِمَنْزِلة الطَّائر؛ فَالمَحَبّة رَأْسُهُ والخَوفُ والرَّجَاءُ جَنَاحَاه، فَمَتَى سَلِمَ الرَّأسُ والجَنَاحَانْ فَالطَّيرُ جَيد الطَّيرَانْ، ومَتَى قُطِعَ الرَّأس مَاتَ الطَّائر، ومَتَى فَقَد الجَنَاحَانْ فَهو عُرضَة لِكُلِّ صَائِد وكَاسِر

“Hati dalam perjalanannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla itu seperti burung. Rasa cinta ibarat kepala burung. Takut dan harap ibarat kedua sayapnya. Tatkala kepala dan dua sayapnya normal, maka burung tersebut akan terbang dengan baik. Namun, ketika terputus kepalanya, matilah ia. Sedangkan jika dua sayapnya tidak ada, ia terancam jadi sasaran buruan dan akan jatuh.”

Takut kepada Allah akan menahan seorang hamba dari maksiat, sedangkan harap kepada Allah akan mendorong seorang hamba untuk taat kepada Allah. Jangan sampai rasa takut kepada Allah berlebihan, melupakan dalil-dalil tentang janji Allah, sehingga menjerumuskan seseorang ke dalam putus asa dari rahmat Allah. Demikian pula, harap kepada Allah jangan sampai berlebihan, melupakan dalil-dalil tentang ancaman Allah, sehingga menjerumuskan seseorang ke dalam aman dari murka Allah.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjenguk pemuda yang sedang menghadapi kematian. Lalu beliau pun bertanya,

كيف تَجِدُكَ؟

“Bagaimana keadaanmu?”

Pemuda itu menjawab, “Demi Allah, wahai Rasulullah! Sesungguhnya saya berharap kepada Allah dan saya pun takut (kepada-Nya) karena dosa-dosaku.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا يَجْتَمِعَانِ في قَلْبِ عَبْدٍ في مِثْلِ هَذا الْمَوْطِنِ؛ إلاَّ أعْطَاهُ اللهُ ما يَرْجُو، وآمَنَهُ ممَّا يَخَافُ

Tidaklah terkumpul kedua perkara tersebut dalam hati seorang hamba di saat menjelang kematian, kecuali Allah akan anugerahkan kepadanya apa yang ia harapkan dan Allah akan mengamankannya dari apa yang ia takutkan!” (HR. At-Tirmidzi, hasan sahih, Shahih At-Targhib wat-Tarhib)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يقول الله – عزَّ وجلَّ -: وعزَّتي، لا أجمع على عبدي خوفَين، ولا أجْمع له أمنَين، إذا أمِنَني في الدُّنيا، أخفتُه يوم القيامة، وإذا خافني في الدُّنيا، أمنته يوم القيامة

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Demi keperkasaan-Ku, Aku tidak akan mengumpulkan pada hamba-Ku dua rasa takut dan tidak pula mengumpulkan untuknya dua rasa aman. Apabila ia merasa aman terhadap (siksa)-Ku di dunia, maka Aku buat ia takut di akhirat. Apabila ia takut kepada-Ku di dunia, maka Aku buat ia aman di akhirat.’” (HR. Al-Baihaqi rahimahullah, sahih dalam kitab Syu’abul Iman)

Salafussalih rahimahullah berkata,

مَنْ عبدَ الله بالحبِّ وحده، فهو زنديق، ومَن عبدَه بالخوف وحْده، فهو حروريٌّ – أي: خارجي – ومَن عبدَه بالرَّجاء وحْده، فهو مرجئ، ومن عبدَه بالخوف والحب والرَّجاء، فهو مؤمن موحِّد

“Barangsiapa yang menyembah Allah dengan cinta saja, maka ia zindiq. Barangsiapa yang menyembah-Nya dengan harap saja, maka ia murji’ah. Barangsiapa yang menyembah-Nya dengan takut saja, maka ia haruri (khawarij). Barangsiapa yang menyembah-Nya dengan cinta, takut, dan harap, maka ia seorang mukmin lagi sosok yang mentauhidkan Allah.”

Kadar rasa takut dan harap kepada Allah

Kadar takut dan harap kepada Allah ada tiga kondisi, yaitu:

Pertama: Seimbang antara takut dan harap kepada Allah

Jika dalam keadaan sehat serta lapang dan rajin beramal saleh , maka hendaknya kadar keduanya seimbang. Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّهُمْ كَانُوْا يُسٰرِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِ وَيَدْعُوْنَنَا رَغَبًا وَّرَهَبًاۗ وَكَانُوْا لَنَا خٰشِعِيْنَ

“Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90)

Kedua: Takut lebih besar daripada harap kepada Allah

Jika dalam keadaan sehat serta lapang rezeki, namun gemar bermaksiat, atau sedang melakukan maksiat, maka hendaknya kadar takutnya lebih tinggi. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا رَأَيْتَ اللَّهَ يُعْطِي الْعَبْدَ مِنْ الدُّنْيَا عَلَى مَعَاصِيهِ مَا يُحِبُّ فَإِنَّمَا هُوَ اسْتِدْرَاجٌ

Jika Engkau melihat Allah memberi seorang hamba dunia apa yang ia sukai, sementara dia bermaksiat kepada Allah, maka ketahuilah itu hanyalah istidraj.” (HR. Ahmad, sahih)

Jika dalam keadaan merasa aman dari makar Allah dan azab-Nya, maka hendaknya kadar takutnya lebih tinggi. Demikian pula, jika dalam keadaan sehat dan dapat nikmat, namun malas-malasan melakukan ketaatan, maka hendaknya kadar takutnya hendaklah lebih tinggi.

Ketiga: Harap lebih besar daripada takut kepada Allah

Jika dalam keadaan menghadapi kematian, maka hendaknya kadar harapannya lebih tinggi. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا يَمُوتَنَّ أحدُكم إلا وهو يُحسنُ الظَّنَّ بالله عز وجل

Janganlah salah seorang di antara kalian mati, kecuali dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR. Muslim)

Jika dalam keadaan putus asa dari rahmat Allah karena dosa-dosa, maka kadar harapannya hendaklah lebih tinggi. Wallahu a’lam bish-shawab.

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

[Selesai]

***

Penulis: Sa’id Abu ‘Ukkasyah

Sumber: https://muslim.or.id/75605-merasa-aman-dari-makar-allah-bag-2.html