Duka kembali menyelimuti Indonesia sejak awal tahun 2021. Mulai dari musibah pesawat jatuh, bencana banjir bandang, sampai gunung meletus. Sebenarnya, apa sih makna bencana menurut al-Qur’an dan adakah mitigasi bencana dalam Islam?
Bencana bisa diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana bisa terjadi karena faktor alam atau faktor non-alam dan faktor manusia. Akibat yang ditimbulkan bisa berupa korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana alam adalah bencana yang disebabkan karena peristiwa atau serangkaian peristiwa yang berasal dari alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, tanah langsor, dan lain sebagainya.
Bencana Perspektif Islam
Banyak orang beranggapan bahwa bencana semata-mata karena takdir dari Allah Swt. Sesungguhnya, sunnatullah berlangsung saat manusia lupa akan tugas-tugas kekhalifahan di atas bumi. Seyogiyanya, bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (gunung meletus, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia.
Ada juga faktor yang lain diantaranya adalah ketidakberdayaan manusia karena kurang baiknya menejemen keadaan darurat yang menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan kematian.
Allah Swt. berfirman dalam Q.S. ar-Rum: 41:
ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
ẓaharal-fasādu fil-barri wal-baḥri bimā kasabat aidin-nāsi liyużīqahum ba’ḍallażī ‘amilụ la’allahum yarji’ụn
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah Swt. ingin mengingatkan kepada manusia bahwa bencana yang terjadi di daratan di lautan adalah akibat dari ulah manusia. Hal tersebut menunjukan bahwa bencana bukan inisiatif dari Allah Swt., seperti menghukum, menguji, maupun memperingatkan umat manusia.
Ada banyak bukti yang menunjukan bahwa manusia biang dari bencana yang terjadi, sebagai contoh dengan pengundulan hutan yang berlebihan, perusakan laut dengan mengekploitasi sumber daya yang ada di lautan yang semuanya untuk memenuhi kepuasan sesaat manusia.
Al-Qur’an menjelaskan secara teologis, bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam merupakan tindakan kekuasaan Tuhan. Sebagaimana yang disabdakan dalam Surat al-Hadid: 22-23:
Quran Surat Al-Hadid Ayat 22
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ
Mā aṣāba mim muṣībatin fil-arḍi wa lā fī anfusikum illā fī kitābim ming qabli an nabra`ahā, inna żālika ‘alallāhi yasīr
Artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
Quran Surat Al-Hadid Ayat 23
لِّكَيْلَا تَأْسَوْا۟ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا۟ بِمَآ ءَاتَىٰكُمْ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Likai lā ta`sau ‘alā mā fātakum wa lā tafraḥụ bimā ātākum, wallāhu lā yuḥibbu kulla mukhtāl’in fakhụr
Artinya: “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,”
Nur Ichwan dalam Agama dan Bencana: Penafsiran dan Respons Agamawan Serta Masyarakat Beragama (2009) membagi interpretasi seseorang terhadap bencana dalam enam macam: azab Tuhan, ujian dan cobaan Tuhan, peringatan Tuhan, kasih sayang Tuhan, bencana alama atau kemanusiaan, dan peluang.
Karena itulah diperlukan teologi yang mesti dibangun dan mencoba memahami gejala alam sebagai sesuatu yang berjalan di dalam hukum alam sekaligus mencoba memahami apa kehendak Tuhan. Teologi ini disebut dengan teologi konstruktif. Kombinasi antara pertimbangan rasional dengan teologis inilah yang nantinya akan melahirkan sikap instrospeksi terhadap apa yang terjadi sekaligus mencari jalan keluar atas terjadinya masalah.
Quraish Shihab dalam Musibah dalam Perspektif Al-Qur’an (2006) menganalisis bencana dengan beberapa konsep seperti musibah, bala’, azab, iqob, dan fitnah dengan pengertian dan cakupan makna yang berbeda-beda sesuai yang ada dalam al-Qur’an.
Kata musibah (arti: mengenai atau menimpa) secara keseluruhan disebutkan sebanyak 76 kali dengan kata yang seakar dengannya. Al-Qur’an menggunakan kata musibah yang berarti sesuatu yang tidak menyenangkan yang menimpa manusia. Ada
Beberapa hal yang dapat ditarik dari al-Qur’an tentang musibah, antara lain:
Pertama, musibah terjadi karena ulah manusia, yaitu karena dosanya. Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam al-Qur’an:
Quran Surat Asy-Syura Ayat 30
وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا۟ عَن كَثِيرٍ
Wa mā aṣābakum mim muṣībatin fa bimā kasabat aidīkum wa ya’fụ ‘ang kaṡīr
Artinya: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”
Quran Surat An-Nisa Ayat 79
مَّآ أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ ٱللَّهِ ۖ وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيد
Mā aṣābaka min ḥasanatin fa minallāhi wa mā aṣābaka min sayyi`atin fa min nafsik, wa arsalnāka lin-nāsi rasụlā, wa kafā billāhi syahīdā
Artinya: “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.”
Kedua, musibah tidak terjadi kecuali atas izin Allah Swt.
Quran Surat At-Taghabun Ayat 11
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
Mā aṣāba mim muṣībatin illā biiżnillāh, wa may yu
mim billāhi yahdi qalbah, wallāhu bikulli syai`in ‘alīm
Artinya: “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. at-Tagabun: 11)
Ketiga, musibah yang ada memiliki tujuan untuk menempa manusia, sebab manusia tidak boleh berputus asa karena musibah, meski hal tersebut terjadi dikarenakan kesalahan sendiri.
Quran Surat Al-Hadid Ayat 12
يَوْمَ تَرَى ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ يَسْعَىٰ نُورُهُم بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَٰنِهِم بُشْرَىٰكُمُ ٱلْيَوْمَ جَنَّٰتٌ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا ۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ
Yauma taral-mumin</i></em><em><i>īna wal-mu
mināti yas’ā nụruhum baina aidīhim wa bi`aimānihim busyrākumul-yauma jannātun tajrī min taḥtihal-an-hāru khālidīna fīhā, żālika huwal-fauzul-‘aẓīm
Artinya: “(yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka): “Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar”.” (QS. al-Hadid 22: 12)
Selanjutnya adalah kata bala’ (Nampak), dalam al-Qur’an ditemukan sebanyak enam kali. Makna yang terkandung adalah ujian yang dapat menampakkan kualitas iman seseorang. Berikut adalah hakikat dari makna bala’:
Keempat, bala’ atau ujian adalah keniscayaan hidup. Yang menentukan waktu dan bentuk ujian adalah Allah tanpa adanya keterlibatan yang diuji.
Quran Surat Al-Mulk Ayat 2
ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ
Allażī khalaqal-mauta wal-ḥayāta liyabluwakum ayyukum aḥsanu ‘amalā, wa huwal-‘azīzul-gafụr
Artinya: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,” (QS. al-Mulk: 2).
Karena ujian adalah sebuah keniscayaan bagi manusia mukallaf, maka tidak ada yang luput darinya. Disinilah Allah akan menaikkan kedudukan atau derajat manusia yang mampu melewati ujian tersebut.
Kelima, bentuk bala’ atau ujian ada yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Semuanya, tergantung kualitas manusia lah yang dapat memaknai yang menimpa pada diri mereka masing-masing.
Keenam, bala’ atau ujian yang menimpa seseorang dapat ,merupakan cara Tuhan mengampuni dosa, menyucikan jiwa dan meninggikan derajatnya.
Fitnah atau cobaan Allah dapat berupa kebaikan dan keburukan. Jadi dalam konteks aneka bencana yang terjadi menimpa suatu masyarakat bisa jadi berupa ujian sebagai peringatan dari Allah. Apabila peringatan tidak diindahkan/diperhatikan, maka akan dijatuhkan tindakan yang lebih besar lagi. Hal tersebut sudah merupakan system yang ditetapkanNya. Meskipun demikian, fitnah/cobaan bisa juga menimpa orang-orang yang tidak bersalah.
Dari ketiga makna diatas (musibah, bala’/ujian, dan fitnah/cobaan), dapat diambil kesimpulan bahwa musibah menimpa akibat kesalahan manusia. Bala’/ujian merupakan keniscayaan dan dijatuhkan Allah tanpa kesalahan manusia. Ini dilakukan untuk menguji manusia untuk mengetahui kesabaran manusia. Adapun fitnah adalah bencana yang dijatuhkan Allah dan dapat menimpa yang bersalah dan yang tidak bersalah.
Mitigasi Bencana Perspektif Islam
Islam juga memberikan larangan keras untuk berbuat kerusakan di bumi. Seperti
firman Allah Swt. dalam Quran Surat Ar-Rum Ayat 41 sebagai berikut:
ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
ẓaharal-fasādu fil-barri wal-baḥri bimā kasabat aidin-nāsi liyużīqahum ba’ḍallażī ‘amilụ la’allahum yarji’ụn
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. Ar Ruum (30): 41)
Berdasarkan ayat di atas jelaslah bahwa penyebab bencana yang ada di bumi sebagian besar adalah perbuatan manusia yang mengeksploitasi sumber daya alam tidak terukur. Agama Islam mengajarkan kepada umatnya agar selalu menjaga dan merawat lingkungan. Akan tetapi banyak dari umat Islam sendiri yang melalaikan bahkan menjadi pelaku perusakan lingkungan.
Adanya bencana sebagai musibah, ujian dan cobaan agar manusia mampu mengambil hikmah dari semua kejadian, sehingga derajat manusia akan meningkat di mata Allah dan kualitas hidup akan lebih baik dengan berbuat baik (tasamuh) terhadap sesama.
Manusia harus merasa “kecil” di mata Allah Swt., sebab mereka tidak mempunyai kekuatan apa pun untuk menandingi kuasa Allah Swt. Oleh karena itu, manusia harus selalu menjaga sesuatu yang sudah dititipkan oleh Allah Swt. sebagai sebagai sebuah amanah yang harus terus dijaga untuk keberlangsungan hidup manusia itu sendiri.
Secara bijaksana untuk menelaah tentang bencana yang terjadi di sekitar kita. Bencana yang terjadi bukan semata-mata adanya azab atau balasan dari Allah bagi hambanya yang tidak melaksanakan amalan-amalan yang diperintahkan Allah. Bencana juga bukan merupakan hukuman bagi orang yang berdosa.
Mitigasi bencana dalam perspektif Islam maksudnya lebih bersifat pada ‘peringatan’. Fenomena-fenomena alam yang terjadi sebenarnya sudah digambarkan jauh sebelum terjadinya bencana. Lebih jauh lagi bahwa Allah Swt. sudah memperingatkan bahwa kerusakan yang terjadi disebabkan oleh manusia. artinya jika tidak ingin terjadi sebuah kerusakan, maka kita sebagai manusia hendaknya merubah perilaku, baik vertikal maupun horizontal.
Membangun kesadaran diri tentang mitigasi bencana bahwa berbuat sesuatu yang dapat merugikan orang lain membawa dampak yang tidak kecil. Islam sebagai pedoman manusia untuk hidup di dunia, agar manusia terhindar dari berbagai macam bencana, termasuk bencana sosial, krisis moral dsb.
Bencana mungkin sebagai ujian bagi manusia untuk meningkatkan derajat keimanannya. Karena bencana tidak memandang umur, status sosial, jenis kelamin, dan derajat keimanan. Diharapkan dengan adanya bencana kita sebagai manusia lebih bijaksana dalam melihat fenomena alam, sehingga semakin bertanggungjawab untuk selalu memelihara apa-apa yang telah diciptakan Allah Swt. tanpa merusak ekosistem dan lingkungan yang ada dan menguatkan kesadaran tentang mitigasi bencana.
Fenomena banjir, gempa, dan tsunami adalah sebuah keniscayaan sebab sudah terekam atau terjadi sebelum umat Muhammad. Misalnya, banjir yang terjadi pada masa kaum Nabi Nuh. Hal tersebut disebabkan karena kesombongan manusia terhadap Allah. Hal tersebut terjadi karena alam raya hingga bagian terkecil saling berkaitan satu sama lain.
Semuanya saling memengaruhi yang bertumpu dan kembali kepada Allah Swt. Jika ada satu bagian dalam alam yang rusak, maka yang lainnya juga rusak. Bisa saja akibatnya akan berdampak negatif. Inilah yang dinamakan sebagai hukum alam (sunnatullah). Gempa, tsunami, banjir, air bah dan bencana lainnya adalah sebuah tandatanda yang diberi Allah Swt. untuk memperingatkan manusia agar kembali kepada jalan yang semestinya.[]