Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail NU KH Cholil Nafis mengatakan bagi musafir yang jarak bepergiannya jauh dibolehkan untuk tidak berpuasa. Tetapi dia mengingatkan alangkah lebih baiknya jika berpuasa.
“Untuk shalat lima waktu bisa dijama (dikumpulkan) juga bisa di qashar (perpendek) yang empat rakaat menjadi dua rakaat,” kata dia, Kamis (30/6).
Seorang musafir yang menempuh jarak jauh yang diperbolehkan dapat menjama dan men qadarnya. Beberapa ulama berbeda pendapat mengenai jarak yang diperbolehkan melakukan qashar atau jama.
Tetapi mayoritas ulama menggunakan patokan 120 kilometer. Sedangkan sebagian ulama yang lain menyebut batas minimal musafir melakukan perjalaan jauh adalah 80 hingag 90 kilometer.
Dari jarak tersebut maka selain boleh menjama atau qashar shalatnya juga boleh memilih berpuasa atau berbuka. Kyai Cholil juga mengingatkan agar ketika dalam satu perjalanan muslim yang satu tidak boleh mencela muslim lainnya ketika tidak berpuasa begitu juga sebaliknya.
“Orang yang berpuasa jangan mencela orang yang berbuka dan orang yang berbuka jangan mencela orang yang berpuasa ketika dalam perjalanan,” jelas dia.
Rasulullah pernah mengatakan kepada Hamzah bin Amr al aslami, saat bertanya berpuasa ketika bepergian. Rasulullah menjawab siapa pun yang ingin berpuasa maka berpuasalah dan siapa yang ingin berbuka, berbukalah.
Rasulullah juga pernah melakukan perjalanan, kemudian melihat banyak orang berdesak-desakan dan yang dipayungi. Ternyata orang tersebut sedang berpuasa, Rasulullah pun mengatakan berpuasa dalam perjalnan yang sangat memberatkan itu bukanlah kebaikan.