Di media sosial ramai orang membahasa Mie Gacoan yang belum memiliki sertifikasi halal, ulama dan Fatwa MUI melarang keras menyematkan/memberi nama buruk makanan dan minuman
SEMINGU ini masyarakat Indonesia dibuat bingung terkait isu Majelis Ulama Indonesia (MUI) dikabarkan belum bisa memberikan sertifikat halal kepada produk Mie Gacoan. Salah satu alasanya karena produk makanan yang sedang ramai pembeli ini menggunakan nama-nama buruk pada produknya sebagai bagian dari strategi pemasaran (marketing).
Sebagaimana telah ditetapkan LPPOM MUI dalam Kriteria Sistem Jaminan Halal (SJH) 23000, persyaratan nama merek atau produk tidak boleh mengarah pada hal kebatilan (buruk). “Nama produk tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada hal-hal yang menimbulkan kekufuran, kebatilan. Contoh: cokelat valentine, biskuit natal, mie gong ci fa cai,” bunyi penjelasan dari laman LPPOM MUI.
Sementara itu, Mie Gacoan justru menawarkan menu-menu dengan nama-nama seperti; mie iblis, mie setan, es genderuwo, es tuyul, es sundel bolong dan es pocong. Karena hal inilah, akhirnya Mie Gacoan tidak bias memenuhi salah satu kriteria untuk dapat sertifikasi halal.
Tanggapan Mie Gacoan
Sementara itu, Juru Bicara PT Pesta Pora Abadi yang menaungi bisnis Mie Gacoan, Daryl Gumilar, menjawab kontroversi nama menu Mie Gacoan. Menurut Daryl Gumilar pihaknya tak ada niat buruk dalam memberikan nama produknya, karena nama Gacoan sendiri, menurutnya, diambil dari kata ‘jagoan’ sebaaimana pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi daring.
“Merek ‘Mie Gacoan’ telah tumbuh menjadi market leader, utamanya di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kepulauan Bali, dan sedang dalam jalur kuat untuk berekspansi menjadi merek terbesar nomor satu secara nasional. Di sinilah makna kata gacoan itu menjadi sangat relevan untuk disandingkan sebagai makna ‘jagoan’, dan bukan berarti ‘taruhan’,” kata Daryl dalam penjelasan tertulis, Selasa 23 Agustus 2022.
Atas nama perusahaan, Daryl mengaku meminta maaf adanya kegelisahan terkait proses sertifikasi halal yang masih dijalani. Namun menyadari pentingnya sertifikasi halal, ia berjanji akan terus berusaha agar proses tersebut (sertifikasi) berjalan sesuai harapan.
Al-Quran memerintahkan makan yang halal
Bagi umat Islam, kehalalan produk makanan menjadi penting. Al-Qur’an dan hadits menjelaskan, segala sesuatu yang baik bagi tubuh, akal dan jiwa maka hukumnya halal, sebaliknya sesuatu yang mendatangkan mudharat bagi kesehatan badan, akal dan jiwa hukumnya haram.
Islam mensyariatan penganutnya meraih harta yang halal, termasuk mengkonsumsi makanan yang halal. Halal ini dimulai dari niat, proses, dan sarana yang digunakan.
Dalam mengkonsumsi makanan, kita jelas harus mengikuti aturan yang telah ditentukan oleh syariat. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah : 168.
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوۡا مِمَّا فِى الۡاَرۡضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوۡا خُطُوٰتِ الشَّيۡطٰنِؕ اِنَّهٗ لَـكُمۡ عَدُوٌّ مُّبِيۡنٌ
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS: Al-Baqarah: 168).
Terdapat juga dalam QS. Al- A’raf ayat 33 yang berbunyi:
قُلۡ اِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّىَ الۡـفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَ وَ الۡاِثۡمَ وَالۡبَـغۡىَ بِغَيۡرِ الۡحَـقِّ وَاَنۡ تُشۡرِكُوۡا بِاللّٰهِ مَا لَمۡ يُنَزِّلۡ بِهٖ سُلۡطٰنًا وَّاَنۡ تَقُوۡلُوۡا عَلَى اللّٰهِ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ
“Katakanlah”Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS: Al-A’raf: 33).
Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an diatas dapat disimpulkan bahwa kewajiban umat Islam untuk terus mencari yang halal. Dan tidak mengikuti langkah-langkah setan dalam tindakan-tindakan yang menyesatkan.
Sebagaimana senada dengan hadist Rasulullah ﷺ:
عن النعمان بن بشير رضي الله عنه قال: سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول: «إن الحلال بيِّن وإن الحرام بين، وبينهما أمور مُشْتَبِهَاتٌ لا يعلمهن كثير من الناس، فمن اتقى الشُّبُهات فقد اسْتَبْرَأ لدينه وعرضه، ومن وقع في الشبهات وقع في الحرام، كالراعي يرعى حول الحِمى يوشك أن يَرْتَع فيه، ألا وإن لكل مَلِك حِمى، ألا وإن حِمى الله محارمه، ألا وإن في الجسد مُضغة إذا صلحت صلح الجسد كله وإذا فسدت فسد الجسد كله ألا وهي القلب».
[صحيح] – [متفق عليه]
“Dari An-Nu’mān bin Basyīr -raḍiyallāhu ‘anhu- berkata, Saya mendengar Nabi ﷺ bersabda, “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu juga jelas. Di antara keduanya terdapat hal-hal samar yang banyak manusia tidak mengetahuinya. Siapa yang menjaga dirinya dari perkara yang samar, maka ia telah menjaga agamanya dan kehormatannya. Namun, Siapa yang terjatuh ke dalam perkara yang samar, maka ia jatuh dalam perkara yang haram.; bagaikan seorang penggembala yang menggembalakan hewan ternaknya di sekitar kawasan terlarang, dikhawatirkan ia akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah, bahwa setiap penguasa mempunyai daerah larangan. Ketahuilah, bahwa daerah larangan Allah adalah segala yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, bahwa di dalam jasad manusia ada segumpal daging, jika ia baik maka baik pula seluruh jasadnya, dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (Hadis sahih – Muttafaq ‘alaih)
Fatwa larangan memberi nama buruk makanan
Beberapa tahun belakangan ini, penggagas produk makanan riuh mengeluarkan stategi pemasaran (marketing) dengan cara-cara unik, hingga aneh. Tidak sedikit pengusaha memberi nama-nama produknya dengan nama-nama buruk yang membuat bulu kuduk berdiri.
Para ulama telah mengeluarkan fatwa terkait status hukum pemberian (pelabelan) nama-nama makanan yang buruk.
Syeikh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Fiqih Islam Wa Adillatuhu menulis;
وتكره األسماء القبيحة كشيطان وظالم وشهاب وحمار وكليب وما يتشاءم بنفيه
عادة كنجيح وبركة لخبر : ل تسمين غالمك أفلح ول نجيحا ول يسارا ول رباحا
فإنك إذا قلت أثم هو؟ قال ل ويسن أن تغير األسماء القبيحة وما يتطير بنفيه للخبر
مسلم : أنه غير اسم عاصية قال : أنت جميلة.
Dan dimakruhkan memberi nama-nama jelek seperti syaithan, dzhalim, syihab (panah api), himar (keledai) dan kulaib (anjing kecil). Dan hal yang menandakan ketiadaan kebiasaan seperti najih dan barakah berdasarkan hadits: “Janganlah memberikan nama anakmu aflah dan najih dan yasar dan rabah karena sesungguhnya jika kamu bertanya kepada seseorang “apakah ada disana aflah, najih, yasar dan rabah? Lalu ia menjawab tidak ada. Dan disunnahkan mengganti nama-nama buruk dan nama yang dijadikan peramal nasib dengan meniadakan pada adat kebiasaan berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim: Sesungguhnya Rasulullah telah menukar nama seorang perempuan bernama Ashiyah dengan mengatakan Jamilah kepada perempuan tersebut. (dalam Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Isla Wa Adillatuhu).
Sedangkan Syeikh Muhammad Shalih Al Munajjid, dalam Fatwa Islam mengatakan:
اطلق اسماء االشياء التي يبغضهاهللا تعلى على االشياء التي اباحها فهو فعل يحتوي
على استهانة بشرهللا تعلى وعدم التعظيم الحكامه وهذا مناف لتقوى هللا تعلى9
Menyebut sesuatu yang Allah halalkan dengan menggunakan istilah sesuatu yang Allah benci, perbuatan semacam ini termasuk meremehkan aturan Allah dan tidak mengagungkan hukum-hukum-Nya. Dan ini bertentangan dengan sikap takwa kepada Allah. (Fatwa Islam, no. 234755).
Sementara itu, Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standardisasi Fatwa Halal menyebutkan;
a. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.
b. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama- nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao.
c. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbukan rasa/aroma (flavour) benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi, bacon flavour, dll.
d. Tidak boleh mengkonsumsimakanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer, dll.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa makanan yang selayaknya dikonsumsi
bukan cukup kreteris yang halal saja, tetapi juga harus thayyibah (baik) bagi jasmani
maupun rohani. Menurut Syekh Ar-Raghib al-Ishfani dalam kitabnya Mu’jam Mufradat li
Afadhil Qur’an menyebutkan bahwa thayyib secara umum artinya adalah “sesuatu yang
dirasakan enak oleh indra dan jiwa”, makanan yang halal belum tentu thayyibah sebagaimana
definisi thayyibah yang dikatakan oleh Imam Ibnu Katsir “sesuatu yang baik tidak membahayakan tubuh dan pikiran.
Dalam uraian diatas, dapat diringkaskan bahwa Syeikh Wahbah Zuhaili, Shalih Al Munajjid dan Fatwa MUI sangat melarang keras menyematkan atau memberi nama buruk terhadap sesuatu yang dihalkan Allah. Termasuk di dalamnya pemberian nama makanan dan minuman.
Maka, tidak selayaknya kaum Muslim memberikan nama makanan yang baik dengan nama-nama yang buruk, karena makanan dan minuman tersebut merupakan rizki dari Allah Subhanahu Wata’ala, yang seharusnya dimuliakan dan dihormati.
Jika ada yang sudah terlanjur memberi nama-nama makanan dan minuman dengan nama-nama yang buruk dan tidak layak, wajib hukum nya mengembalikan nama-nama makanan dan minuman tersebut kepada nama yang semestinya.
Dan yang lebih penting, kaum Muslim menghindari mengkonsumsi makanan-makanan tersebut, dan lebih memilih yang baik dan halal. Wallahu a’lam.*