Munajat Pagi

Doa yang dimunajatkan Nabi di atas berisi tiga permohonan yang sangat penting

Pagi merupakan awal aktivitas kita. Kesegaran udara pagi, tidak saja baik untuk badan, tetapi juga sangat baik untuk ruhani kita. Pagi menjadi waktu yang utama bagi setiap Muslim untuk berzikir dan bermunajat kepada Allah SWT.

Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar An-Nawawiyah menyebutkan, zikir siang (an-nahar) yang paling utama adalah di waktu pagi usai Subuh. Bahkan, di antara doa dan zikir Nabi Muhammad SAW yang paling banyak adalah berzikir di waktu pagi, selain juga waktu sore. Ini menunjukkan bahwa pagi merupakan waktu yang baik untuk mengawali hari dengan bermunajat kepada Allah. Sebab, doa akan berpengaruh terhadap perilaku kita.

Di antara doa yang dimunajatkan Nabi Muhammad SAW di waktu pagi, salah satunya adalah doa yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah. Ia meriwayatkan bahwa tatkala pagi Rasulullah SAW berdoa: Allahumma inni as-aluka ‘ilman naafi’an wa rizqan thayyiban wa ‘amalan mutaqobbalan (Ya Allah, sungguh aku mohon kepada Engkau ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amal yang diterima). (HR Ibnu Majah).

Doa yang dimunajatkan Nabi di atas berisi tiga permohonan yang sangat penting digapai oleh setiap Muslim. Pertama, ilmu yang bermanfaat (‘ilman nafi’an). Siapa pun kita, terutama yang sedang menuntut ilmu, tentu sangat menginginkan kemanfaatan ilmunya. Ilmu yang bermanfaat tidak sekadar ilmu yang banyak, tetapi lebih dari itu, pengetahuan yang diperoleh dapat memberikan kemanfaatan bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bahkan bangsa dan agamanya.

Kemanfaatan ilmu itu dapat diukur dengan seberapa besar kebaikan ilmu dapat dirasakan oleh diri dan orang lain. Bukan ilmu yang merusak dan menyengsarakan umat, apapun dalih dan profesinya.

Kedua, rezeki yang baik (rizqan thayyiban). Hampir setiap kita, di saat pagi tiba, diawali untuk mencari rezeki. Dan, ajaran Nabi adalah bagaimana kita mencari rezeki yang baik. Tentu saja, rezeki yang baik adalah yang diambil melalui cara dan proses yang benar dan dibelanjakan dengan jalan yang benar pula. Cara-cara haram, seperti korupsi, hanya akan menjauhkan diri kita dari keberkahan rezeki dan kebaikan nikmat.

Ketiga, amal perbuatan yang diterima oleh Allah SWT (‘amalan maqbulan). Menurut ulama, kriteria aktivitas amal kita dapat diterima oleh Allah jika amal perbuatan itu benar (ash-shawab) dan dilandasi dengan keikhlasan (al-ikhlash). Jika kita menginginkan amal baik diterima oleh Allah, maka kita harus mendasarkan amal kita dengan parameter kebenaran dan keikhlasan.

Semoga hari kita senantiasa dinaungi ilmu, rezeki, dan amal yang baik sebagaimana yang dimunajatkan Nabi SAW di waktu pagi.

 

Oleh: Ahmad Munir

KHAZANAH REPUBLIKA