Hampir setiap tahun, NU dan Muhammadiyah selalu berbeda dalam menetapkan awal dan akhir Ramadan. Muhammadiyah cenderung lebih awal dari pada NU dalam menetapkan awal atau akhir Ramadlan. Begitu juga pada Ramadlan tahun ini, potensi berbeda kemungkinan terjadi. lebih-lebih NU sudah memprediksi jika awal bulan menurut perspektif NU akan jatuh pada hari Selasa tanggal 12 Maret 2024. Sementara Muhammadiyah kemungkinan pada hari Senin tanggal 11 Maret 2024.
Mengapa bisa berbeda ?
Perbedaan penentuan awal dan akhir Ramadan antara NU dan Muhammadiyah bukan disebabkan fanatisme organisasi atau ada kesengajaan ingin berbeda satu sama lainnya. Tetapi faktor metode penetapan yang melatar belakangi adanya perbedaan. Dalam tulisan ini tidak membahas mana yang lebih benar, tetapi hanya ingin mengurai sebab adanya perbedaan yang sering ditanyakan oleh banyak masyarakat.
Metode NU Dalam Menetapkan Awal Dan Akhir Bulan Ramadlan
NU dalam menetapkan awal atau akhir Ramadan menggunakan dua metode, yaitu; Rukyah dan Ikmal. Rukyah maksudnya melihat hilal Ramadan, Ikmal maksudnya menyempurnakan bulan Sya’ban sebanyak 30 hari.
NU menggunakan dua metode ini karena metode ini yang ditawarkan Rasulullah saw dalam mengawali dan mengakhiri puasa. Dalam salah satu hadits Rasulullah saw bersabda:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ
artinya: “Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berhentilah karena melihat hilal. Jika hilal ditutupi mendung, maka sempurnakanlah hitungannya bulan Sya’ban kepada 30 hari” (HR. Bukhari dan lainnya)
Dari hadits ini, hanya ada dua cara yang ditawarkan Rasulullah saw dalam mengawali puasa Ramadlan yaitu dengan melihat hilal (Rukyah). Ini metode yang pertama yang digunakan NU. Namun jika hilal tidak bisa dilihat karena mendung, maka tawaran dari Rasulullah saw menyempurnakan bulan Sya’ban sebanyak tiga puluh hari. Karena paling banyak satu bulan dalam kalender Hijriyah yaitu 30 hari. Sehingga jika sudah genap 30 hari, maka hari keesokannya pasti sudah bulan Ramadlan. Jadi Ikmal digunakan sebagai alternatif kedua manakala Rukyah tidak bisa terlaksana.
Ini metode yang digunakan NU dalam menetapkan awal dan akhir Ramadan.
Metode Muhammadiyah Dalam Menetapkan Awal Dan Akhir Bulan Ramadlan
Beda halnya dengan NU, Muhammadiyah menetapkan awal Ramadan dengan adanya hilal meskipun tidak terlihat, yang penting ada. Menetapkan dengan adanya hilal ini disebut dengan Wujudul Hilal. Wujudul Hilal dapat diperoleh dengan metode Hisab (menghitung peredaran bulan). Dengan metode ini, maka awal Ramadlan beberapa tahun yang akan datang dapat diprediksi dari sekarang. Begitu juga dengan keberadaan hilal Ramadlan tahun ini sudah bisa diprediksi dari tahun kemaren, kapan akan ada hilal Ramadan.
Dengan metode ini, maka Muhammadiyah tidak perlu menggunakan Rukyah apalagi Ikmal. Sebab menurut Muhammadiyah, metode Rukyah hakikatnya untuk memastikan adanya hilal. Ketika Rukyah tidak bisa dilaksanakan, maka tentu sulit untuk menetapkan awal Ramadlan. Sebab itulah Rasulullah saw menyuruh untuk menyempurnakan bulan Sya’ban sebanyak tida puluh hari.
Namun makanala keberadaan hilal sudah bisa diketahui tanpa harus Rukyah, maka tidak perlu lagi menggunakan Ikmal. Karena Ikmal digunakan ketika sulit mengetahui adanya hilal.
Apa Perbedaan Dari Dua Metode Ini ?
Perbedaan ini hakikatnya berangkat dari penafsiran terhadap hadits di atas. Menurut NU, penetapan awal bulan memang harus Rukyah, melihat hilal bukan dengan adanya hilal (wujudul hilal). Oleh karena itu, sekalipun hilal ada berdasarkan suatu metode tertentu, tetapi jika tidak bisa dilihat maka tidak bisa keesokan harinya dikatakan sebagai awal Ramadlan. Karena titik tekannya adalah hilal terlihat.
Sementara Muhammadiyah titik tekannya kepada adanya hilal. Oleh karena itu, sekalipun hilal tidak dilihat, tetapi bisa dipastikan ada berdasarkan peredaran bulan yang disebut dengan metode “Hisab”, maka keesokan harinya sudah dapat ditetapkan sebagai awal Ramadan.