CEPAT sekali fenomena Om Telolet Om (OTO) merebak dan nampak benar kedahsyatan kerja sosial media, langsung menembus manca negara dan menggelitik tokoh tokoh dunia .
Peniruan menjadi jadi. OTO juga digunakan juga dalam perang cyber kampanye Pilkada bahkan untuk mengeskpresikan rasa jengkel pada pernyataan pimpinan Negara, tokoh, kebijakan pemerintah sampai olok olok politik.
Bagi saya, kenyataan ini memilukan hati dan karena itu pula mungkin saya tidak berhasil menemukan apanya yang lucu dari fenomena ini.
Saya sangat prihatin dan sedih melihat bukan saja anak-anak dan remaja tapi juga orang dewasa dan ibu-ibu ikutan yang berdiri dipinggir jalan. Anak dan remaja ini bahkan ada yang berdiri di depan bus-bus, menghalangi jalannya , menyodor-nyodorkan tulisan di karton, lupa bahkan keselamatan dirinya hanya untuk meminta supir bus menekan tombol klakson dan gembira mendengarkan ragam suara yang keluar dari bus yang berbeda.
Untuk mengecek kewarasan pikiran saya yang saya kawatirkan terlalu berbeda dengan orang banyak, termasuk Menteri yang mengurusi masalah transportasi yang mengatakan bahwa bagi beliau ini bukan masalah. Beliau juga suka, asal jangan mengganggu arus lalu lintas dan membahayakan keselamatan jiwa.
Maka duduklah saya dan ibunya, di samping cucu lelaki sulung saya berusia 10 tahun yang sedang terbaring sakit. Kami menonton sebentar berita yang kebetulan sedang menyinggung berita OTO.
“Untuk Mendidik Seorang Anak, Butuh Orang Sekampung”
“Itu apaan sih ma?” tanyanya pada ibunya. Ibunya menjelaskan secara ringkas, lalu saya timpali.
“Astagfirullaaah!” ujarya.. “Ngapain begitu! buat dengerin bunyi klakson yang cuma sebentar?” tanyanya. Lalu saya lanjutkan cerita tentang luasnya fenomena ini sampai menimbulkan reaksi tokoh-tokoh dunia seperti pesepakbola terkemuka.
Ibunya menambahkan bagaimana anak dan remaja ini sampai memblok jalan , berjalan didepan bus hanya untuk minta bus itu OTO.
Cucu saya menutup muka dengan kesepuluh jemarinya, sambil berucap: ”Astagfirullah.. astagfirullah malu-maluin aja.. gak mikir apa?”
“Dheeng!” batin saya, anak 10 tahun aja ngerti…
Saya menyeru Allah dan bersyukur dalam hati, setidaknya kalau cucu saya termasuk yang berdiri di pinggir jalan itu, insha Allah dia bukanlah anak atau remaja yang mudah ikut ikutan…
Mengapa hal ini terjadi dan mengapa sekarang boomingnya?
Hal pertama yang muncul dalam benak saya ketika melihat kejadian ini adalah:
Pertama, kemana orang tua anak anak ini?
Kedua, apakah mereka tahu anaknya terlibat aksi ini?
Ketiga, bagaimana mereka menanggapinya? Apakah ini dianggap lucu lucuan juga?
Keempat, apakah setelah mereka ketahui anaknya ikutan melakukan hal serupa, mereka duduk membicarakannya dengan baik baik atau sekedar mengatakan: ”Ngapain ikut-ikutan?, bahaya!” – Sudah segitu saja!
Kelima, atau seperti yang saya saksikan, mereka merupakan sebagian dari orang orang yang dipinggir jalan yang turut “menikmati” fenomena ini.
Saya kawatirkan ini adalah sebuah petunjuk kecil dari suatu hal yang lebih besar tentang: sebegitunya kemampuan berfikir, memilih dan mengambil keputusan bukan sesuatu yang penting atau mungkin tidak sempat dilakukan dalam pengasuhan.
Apa yang Akan Kita Wariskan Pada Anak?
Bagaimana mungkin kegiatan seperti ini bisa terus berlangsung, kalau orang tua perduli? Berarti terbukti, bahwa dialog hilang dalam pengasuhan, anak mudah kehilangan arah dan jadi pengikut dan peniru yang luar biasa bahkan untuk hal hal yang tidak terpuji.
Hal lain yang berkelebat dalam fikiran saya adalah kaitan masalah pengasuhan ini dengan beratnya beban pelajaran disekolah. Sudah pernah kita bahas dalam tulisan beberapa pecan yang lalu, bahwa beratnya beban pelajaran dan sekolah yang panjang membuat anak lelah dan menjadikan orang tua kehilangan spektrum pengasuhan sehingga terfokus hanya pada sukses akademis semata. Banyak sekali hal hal yang menyangkut kepribadian, akhlak, kemampuan mengontrol emosi dan kecerdasan sosial anak jadi tak terperhatikan sama sekali. Inilah antara lain akibatnya. Anak-anak bisa bergerombol dan berbondong bondong mengerjakan pekerjaan yang tidak terpuji dan tidak masuk akal, lalu kemudian dianggap lucu dan PANTAS!.
Bayangkan dengan bahaya minuman keras (Miras), narkotika dan obat terlarang (narkoba), pornografi dan kekerasan serta kejahatan seksual yang sengaja ditebarkan dengan menjadikan anak dan remaja sebagai targetnya? Innalillah!
Lalu, Mengapa Sekarang?
Yak karena Libur!
Bus dengan klakson Te Lo Let bukan sekarang saja kan kita dengar? Sudah lama sekali bus antar kota di Aceh saya dengar menggunakan klakson seperti itu walau tidak dengan irama yang sama seperti sekarang ini.
Kalaulah tidak dalam keadaan libur, bagaimana anak anak secara bersamaan berada di jalan jalan raya?
Artinya, Libur tidak direncanakan dalam keluarga untuk sejuta alasan. Pemerintah juga belum memperhatikan secara seksama hal ini.
Minimal fasilitas olah raga, kesenian dan budaya Anda tahu sendiri, apakah ada apalagi memadai dilingkungan Anda? Budaya kompetisi berbagai cabang oleh raga belum lagi jadi tradisi seperti hal nya di Negara maju.
Teringat sekali saya ketika tiga tahun yang lalu saya mengunjungi sahabat baik saya asal Nigeria yang bermukim di Tallahassee, Florida. Kami menyempatkan mampir untuk belasungkawa, karena sahabat kami ini baru saja kehilangan putra sulungnya yang ditembak mati perampok di pom bensin yang tak jauh dari rumahnya. Kami singgah dalam perjalanan pulang setelah menghadiri acara penyerahan award untuk Yayasan yang saya pimpin di Salt Lake City, sekaligus mempelajari tehnik terapi adiksi pornografi terbaru dan penyelenggaraan rumah singgah bagi anak anak yang adiksi pornografi.
Waktu yang pendek bersama teman saya tersebut harus selalu terpotong karena sebagai orang tua tunggal dia harus mengantar dan menjemput anak bungsunya yang remaja dari latihan base ball.
Kami merasa sangat terganggu dan terburu-buru bersangkutan dengan jadwal antar jemput tersebut, tapi tidak bisa tidak karena anak itu akan ambil bagian dari musim lomba olah raga menjelang libur tahunan.
Sudah terbiasa, orang tua akan duduk di tribune-tribune dari berbagai kompetisi cabang olah raga yang diikuti anak anaknya. Kemudian orang tua akan berbagi tugas menghadiri pemberian pialanya pula. Hari hari anak padat dengan kegiatan yang positif dan menantang.
Saya dan pak Risman tidak pernah lupa bagaimana saya sudah berkeliling kota jauh jauh hari, mengunjungi beberapa sekolah untuk mengecek dengan detail berbagai program yang mereka tawarkan akan diselenggarakan sepanjang libur musim panas yang cocok untuk ketiga putri kami.
Setelah itu saya dan pak Risman akan sibuk menghantar jemput mereka pada hari dan jam yang berbeda. Semuanya mau tidak mau harus sebelumnya direncanakan dengan rapih dalam beberapa kali pertemuan keluarga.
Anda mungkin berfikir bahwa saya terlalu serius menyikapi hal hal yang bagi orang banyak merupakan fenomena yang lucu, menarik dan menghebohkan bukan saja senegeri tapi juga sedunia. Tak apa.
Saya sengaja menuliskan nya dengan harapan dan doa, agar Anda: orang tua pembelajar yang saya kagumi bisa juga mengambil iktibar dari fenomena ini, betapa memprihatinkannya pengasuhan dan pendidikan di sekitar kita.
Kita harus berjuang bersama untuk membuat anak anak kita berbeda, dengan alasan yang jelas dan anak anak kita juga tidak malu untuk BERBEDA .
Kalau perlu mereka bangga Berbeda karena BENAR. Semakin hari kenyataan seperti ini semakin mahal dan nyaris langka di negeri kita ini, bahkan semakin tidak banyak tokoh yang bisa dijadikan teladan.
Mari kita sama sama berjuang untuk tidak menghasilkan anak anak kebanyakan yang tidak punya pendirian, ikut bagaimana kata dan perbuatan orang.
Yuk! jadi pahlawan untuk anak kita sendiri.
Kalaulah anak kita tak sempat menjadi pemimpin Negeri, Insha Allah mereka akan jadi yang terbaik dalam memimpin keluarga mereka sendiri..menghasilkan cucu cucu kita yang bukan saja terpelajar tapi TERDIDIK dan Menyejukkan hati.*/Bekasi, 25 Desember 2016
Oleh: Elly Risman
Seorang psikolog asal Indonesia spesialis pengasuhan anak dan menjabat sebagai direktur pelaksana di Yayasan Kita dan Buah Hati