Menghukum Diri dengan Muhasabah

Jika diri merasa nikmat tatkala bermesraan dengan maksiat atau diri sedang bermalas-malasan dalam kebaikan, maka hendaknya ia menghukum dirinya sendiri dengan ber-muhasabah. Hendaknya seseorang senantiasa menghukum dirinya sendiri sebelum menghukumi orang lain.

Menghukum diri sendiri dengan mengerjakan amal ketaatan tertentu karena telah tertinggal suatu amal ibadah atau telah melakukan suatu maksiat itu diperbolehkan dalam Islam. Hal ini telah dicontohkan oleh orang-orang saleh terdahulu, baik dari kalangan sahabat, tabiin, dan orang-orang saleh sesudah mereka.

Di antara bentuk hukuman terhadap diri sendiri adalah dengan melazimkan atau mengharuskan bagi dirinya untuk melakukan suatu amalan ketaatan. Hal ini untuk mendidik diri sendiri sebagai bentuk tambalan atas berbagai kekurangan, sebagai bentuk koreksi atas kealpaan dirinya atas berbagai hal yang ditinggalkan, dan sebagai kiat melawan hawa nafsu. Demikianlah contoh para sahabat dan orang saleh terdahulu.

Teladan salaf dalam menghukum diri

Teladan pertama diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, ia mengisahkan bahwa suatu ketika ayahanda beliau, yaitu Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, ketika keluar ke perkebunan miliknya tersibukkan dengan mengurusi kurma-kurma di kebunnya. Tatkala pulang, orang-orang telah selesai menunaikan salat asar. Maka, dia berkata,”Sesungguhnya saya keluar ke perkebunanku dan ketika pulang, orang telah menyelesaikan salat asar.” Maka, beliau pun menyatakan bahwa kebun kurma tersebut beliau sedekahkan untuk orang-orang miskin. (Lihat ‘Umdatul Qari, 12: 173)

Kisah teladan selanjutnya berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Qais radhiyallahu ‘anhu,

خَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأُقِيمَتِ الصَّلاَةُ، فَصَلَّيْتُ مَعَهُ الصُّبْحَ، ثُمَّ انْصَرَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَنِي أُصَلِّي، فَقَالَ: مَهْلاً يَا قَيْسُ، أَصَلاَتَانِ مَعًا، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي لَمْ أَكُنْ رَكَعْتُ رَكْعَتَيِ الفَجْرِ، قَالَ: فَلاَ إِذَنْ

Suatu ketika, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam keluar (untuk salat jemaah). Maka, dikumandangkanlah ikamah, lantas aku salat Subuh bersama beliau. Kemudian, ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam selesai dari salat, beliau mendapatiku hendak mengerjakan salat, maka beliau bersabda,

Sebentar wahai Qais, apakah ada dua salat yang dikerjakan secara bersamaan?

Maka, aku menjawab, Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku belum mengerjakan salat dua rakaat sunah fajar.

Lantas, beliau bersabda, Kalau begitu tidak mengapa.’” (HR. Tirmidzi no. 422)

Bentuk hukuman kepada diri sendiri dari kisah para salaf berikutnya diriwayatkan bahwa Tamim Ad-Dari radhiyallahu ‘anhu senantiasa menunaikan salat malam (tahajud). Suatu malam, beliau ketiduran sehingga tidak menunaikan salat tahajud sampai terbit fajar (subuh). Maka, beliau menunaikan qiyamul lail selama satu tahun dan beliau tidak tidur sebagai hukuman karena ketiduran pada malam itu. (Lihat terjemahan ‘Ihya ‘Ulumuddin, hal 40)

Adz-Dzahabi rahimahullah mengisahkan bahwa seorang ulama bernama Abdullah bin Wahb rahimahullah pernah berkata, “Saya bernazar bahwa tiap kali saya menggibah seseorang, maka saya akan berpuasa satu hari. Maka, hal ini sangat membuatku kepayahan. Karena saat itu, saya menggunjing lalu berpuasa.” (Lihat Siyar A’lam Nubala, 9: 228)

Dan masih banyak kisah teladan salaf yang lainnya.

Berdasarkan kisah-kisah teladan menghukum diri dengan muhasabah di atas, maka dianjurkan menghukum diri sendiri dengan standar yang tinggi pada dirinya, tetapi jangan menggunakan standar yang sama untuk orang lain.

Motivasi untuk menghukum diri sendiri

Syekh Muhammad Al-Munajjid hafizhahullah menerangkan bahwa agar seseorang termotivasi untuk terbiasa menghukum dirinya sendiri. Di antara hal tersebut, yaitu:

Pertama, mengingat-ingat berbagai ayat dan riwayat mengenai besarnya pahala suatu amalan, meskipun amalan tersebut kecil (sepele). (Lihat Al-Muhasabah, hal. 48). Misalnya sebagaimana kisah sahabat Qais di atas. Beliau mengetahui besarnya pahala salat sunah fajar (qabliyah subuh) sebagaimana yang diriwayatkan dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu anha, beliau berkata,

لَمْ يَكُنِ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى شَيْءٍ مِنَ النَّوَافِلِ أَشَدَّ تَعَاهُداً مِنْهُ عَلَى رَكْعَتَيِ الْفَجْرِ

Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak pernah memperhatikan salat-salat sunah melebihi dua rakaat sunah fajar. (Muttafaqun ‘alaih)

Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

“Dua rakaat sunah fajar lebih baik daripada dari dunia dan seisinya.” (HR. Muslim)

Demikian pula, yang dilakukan Tamim Ad-Dari radhiyallahu anhu. Beliau mengetahui bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam mengabarkan berbagai macam keutamaannya. Salah satunya bahwa salat tahajud merupakan salat yang paling utama setelah salat wajib.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَأفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الفَرِيضَةِ : صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Dan salat yang paling utama setelah salat wajib adalah salat malam (tahajud). (HR. Muslim)

Selain mengingat-ingat berbagai ayat tentang keutamaan (besarnya pahala) suatu amalan, hendaknya juga merenungkan ayat-ayat yang menjelaskan perihal besarnya dosa dan hukuman suatu maksiat. Sebagaimana Abdullah bin Wahb yang menghukum dirinya karena mengetahui bahaya dan besarnya dosa gibah.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلاَ يَغْتِبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ وَاتَّقُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَحِيْمٌ

“Dan janganlah sebagian kalian menggibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging bangkai saudaranya yang telah mati, pasti kalian membencinya. Maka, bertakwalah kalian kepada Allah, sungguh Allah Maha Menerima tobat dan Maha Pengasih.” (QS. Al-Hujurat: 12)

Dalam hadis juga disebutkan tentang hukuman pelaku gibah di akhirat. Hal ini sebagaimana hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِيْ عَلَى قَوْمٍ يَخْمِشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ بِأَظَافِرِيْهِمْ, فَقُلْتُ : يَا جِبْرِيْلُِ مَنْ هَؤُلآءِ؟ قَالَ : الَّذِيْنَ يَغْتَابُوْنَ النَّاسَ, وَيَقَعُوْنَ فِيْ أَعْرَاضِهِمْ

”Pada malam Isra’, aku melewati sekelompok orang yang melukai (mencakar) wajah-wajah mereka dengan kuku-kuku mereka.” Lalu aku (Anas bin Malik) bertanya, ”Siapakah mereka, ya Jibril?” Jibril menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang menggibahi manusia, dan mencela kehormatan-kehormatan mereka.” (HR. Ahmad, 3:223)

Kedua, hendaknya merenungkan riwayat maupun kisah-kisah keadaan para orang saleh terdahulu dalam menghukum dirinya sendiri. Demikian agar senantiasa timbul semangat dalam mengoreksi dirinya. (Lihat Al-Muhasabah, hal. 48)

Dari Syaddad bin Aus, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﺍﻟْﻜَﻴِّﺲُ ﻣَﻦْ ﺩَﺍﻥَ ﻧَﻔْﺴَﻪُ ﻭَﻋَﻤِﻞَ ﻟِﻤَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕِ

“Orang yang berakal (cerdas) adalah orang yang selalu mengoreksi dirinya, dan memperbanyak amalan untuk bekal mati.” (HR. Tirmidzi no. 2459. Lihat Ad-Da’ Wa Ad-Dawa’, hal. 58)

Semoga kita senantiasa mendapatkan taufik agar menjadi orang yang dimudahkan dalam menghukum diri dengan muhasabah dan mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah kematian.

***

Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86852-menghukum-diri-dengan-muhasabah.html

Arab Saudi Diperkirakan Mengalami Curah Hujan Tinggi Selama Musim Gugur

Arab Saudi Diperkirakan Mengalami Curah Hujan Tinggi Selama Musim Gugur

Pusat Meteorologi Nasional Arab Saudi (NCM) memperkirakan sebagian besar wilayah Arab Saudi akan mengalami curah hujan lebih tinggi dari rata-rata sebesar 50 sampai 60 persen selama musim gugur. Hal ini terungkap dalam ramalan cuaca NCM untuk musim gugur 2023.

Kemungkinan turunnya hujan yakni 50 persen hingga 60 persen lebih tinggi dari rata-rata selama musim gugur, yang mencakup bulan September, Oktober, dan November. Daerah yang diperkirakan turun hujan lebat adalah Al-Sharqiyah, Perbatasan Utara, Al-Qassim, Hail, Al-Jouf, Tabuk, Madinah dan sebagian wilayah Riyadh dan Makkah.

“Curah hujan yang lebih tinggi dari rata-rata di wilayah tersebut akan terjadi terutama pada bulan Oktober dan November,” kata NCM, dilansir Saudi Gazette, Kamis (31/8/2023).

Meski tingkat curah hujan akan berada di kisaran rata-rata di seluruh wilayah Kerajaan, laporan tersebut menunjukkan curah hujan pada September akan 40 persen lebih rendah dari rata-rata di wilayah Jazan dan sebagian wilayah Najran.

Laporan tersebut memperkirakan akan terjadi hujan lebat yang ekstrem dan sangat parah di Arab Saudi, namun menjelaskan bahwa kasus tersebut tidak muncul dalam model iklim jangka panjang dan dapat diprediksi melalui prakiraan jangka pendek yang dikeluarkan oleh NCM.

Laporan tersebut mengutip kasus curah hujan lebat (ekstrim hingga sangat ekstrem) di Arab Saudi antara tahun 1985 dan 2022. Tahun 1997 dan 2018 adalah tahun-tahun yang paling banyak terkena cuaca basah ekstrem. Selama puncak sejarah hujan musim gugur, tahun 1997 terjadi 21 kejadian hujan lebat sementara tahun 2018 terjadi 17 kejadian.

Sedangkan untuk kasus yang sangat ekstrim, tahun 2018 merupakan tahun dengan jumlah kasus terbanyak, disusul tahun 5 kasus pada tahun 1997 dan 3 kasus pada tahun 2000. NCM mengatakan sejak tahun 2007 jumlah kekambuhan kasus hujan ekstrem mengalami peningkatan, namun tidak ada perbedaan pada kasus yang sangat ekstrim.

Mengenai prakiraan suhu permukaan selama musim gugur, NCM mengatakan bahwa prakiraan tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan besar suhu akan meningkat hingga 80% di seluruh wilayah Kerajaan, dan suhu tersebut akan lebih tinggi dari rata-rata sebesar dua derajat di Riyadh dan wilayah Najran, serta mencapai satu setengah derajat lebih tinggi di sebagian besar wilayah Arab Saudi.

Musim panas tahun ini akan berakhir secara astronomis pada Jumat, 22 September, menurut Pusat Meteorologi Nasional. Juru Bicara NCM, Hussain Al-Qahtani, mengatakan suhu akan turun secara bertahap selama beberapa hari mendatang di sebagian besar wilayah Kerajaan. Selama musim gugur, yang akan dimulai setelah 24 hari, akan menjadi musim hujan selama tahun ini.

IHRAM

Nasab Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam

BAGAIMANA nasab Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam?

Nabi kita Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah anak Adam yang paling mulia dan paling utama nasabnya, dari ayah dan ibunya, sebagaimana dikenal dan ditetapkan oleh para ulama, baik ulama khusus atau umum.

Muslim (2276) telah meriwayatkan, Watsilah bin Asqa’ berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

إِنَّ اللهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ، وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ، وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ، وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ

“Sungguh Allah telah memilih Kinanah dari anak Ismail, dan memilih Qurasy dari Kinanah, dan telah memilih Bani Hasyim dari Qurasy, dan telah memilih aku dari Bani Hasyim.”

Dan nasab beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- kepada Adnan telah disepakati. Adapun nasab beliau antara Adnan ke Ismail bin Ibrahim –‘alaihima salam- terdapat perbedaan pendapat.

Adz Dzahabi –rahimahullah- berkata:

“Beliau (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib, dan nama Abdul Mutthalib adalah Syaibah, bin Hasyim dan namanya ‘Amr, bin Abdu Manaf dan namanya Al Mughirah, bin Qushai dan namanya Zaid, bin Murrah, bin Ka’ab, bin Lu’ay bin Ghalib, bin Fihr, bin Malik, bin An Nadhr, bin Kinanah bin Khuzaimah, bin Mudrikah dan namanya ‘Amir bin Ilyas, bin Mudhar, bin Nizar bin Ma’add bin Adnan, dan Adnan termasuk anak Ismail bin Ibrahim –shallallahu ‘alaihima wa ‘ala nabiyyina wa sallam- sesuai dengan ijma ulama.

Nasab Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam: Pendapat Ulama

Namun para ulama berbeda pendapat antara Adnan dan Ismail, dikatakan: “Di antara keduanya ada 9 ayah”. Mereka berbeda pendapat pada nama-nama sebagian ayah tersebut. Ada yang berpendapat, “di antara keduanya ada 15 ayah”, dan dikatakan: “Di antara keduanya ada 40 ayah. Ini pendapat yang jauh dari kebenaran, tapi ada sekelompok orang Arab berpendapat demikian.”

Adapun Urwah bin Zubair berkata: “Orang yang mengaku tahu siapa nasab setelah Adnan dan Qahthan dia berdusta”.

Abul Aswad, Yatim Urwah: “Saya telah mendengar Abu Bakar bin Sulaiman bin Abu Hatsmah, termasuk tokoh Quraisy dengan nasab-nasab dan sya’ir-sya’irnya berkata:

“Kami tidak mendapatkan seseorang yang mengetahui nasab setelah Ma’d bin Adnan di dalam sya’ir dan juga ilmu seorang ulama”.

Abu Amr bin Abdul Barr berkata: “Yang pendapat para ulama terkemuka dalam masalah ini adalah: Bahwa Adnan bin Adid, bin Muqawwim, bin Nahur, bin Tiirh, bin Yu’rab, bin Yasyjab, bin Nabit, bin Ismail, bin Ibrahim Al Khalil bin Aazar, dan namanya adalah Taarih, bin Nahur, bin Saruh, bin Ra’uu, bin Falikh, bin ‘Aibir, bin Syalikh, bin Arfakhsyadz, bin Saam, bin Nuh –‘alaihis salam- bin Laamik, bin Matusylakh, bin Khonukh, bin Yarid, bin Mihliil, bin Qinan, bin Yaanisy, bin Syits, bin Adam, bapak manusia –‘alaihis salam-.

Inilah yang telah menjadi pegangan Muhammad bin Ishak di dalam sirah, tapi murid-murid beliau berbeda pendapat dengan beliau pada sebagian nama”.

Ibnu Sa’ad berkata: “Yang menjadi pedoman dalam masalah ini menurut kami adalah menahan diri pada nama-nama setelah Adnan sampai Ismail”. (As Siyar: 1/143-145)

Al Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata: “At-Thabrani telah meriwayatkan dengan sanad yang bagus, dari ‘Aisyah berkata: “Nasabnya manusia yang dipercaya sampai pada Ma’ad bin Adnan”. (Fathul Baari: 6/529)

Imam Ibnu Hibban –rahimahullah- berkata:

“Nasab Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang dapat dibenarkan adalah sampai Adnan. Sesudah Adnan, saya tidak mempunyai sanad yang benar yang menjadi rujukan.

Yaitu: Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, bin Abdullah, bin Abdul Mutthalib –dan namanya Abdul Mutthalib Syaibah-, bin Hasyim –dan namanya Hasyim ‘Amr-, bin Abdu Manaf –dan namanya Abdu Manaf Al Mughirah-, bin Qushai –dan namanya Qushai Zaid-, bin Kilab –namanya Al Muhadzab-, bin Murrah, bin Ka’ab, bin Lu’ay, bin Ghalib, bin Fihr, bin Malik, bin An Nadhr –namanya Quraisy-, bin Kinanah, bin Khuzaimah, bin Mudrikah, bin Ilyas, bin Mudhar, bin Nizar, bin Ma’id, bin Adnan.

Nasab Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam: Tidak Ada Khilafiyah

Sampai sini nasab beliau tidak ada khilafiyah, dan dari Adnan ke atas mereka berbeda pendapat sampai Ibrahim”. (As Siirah An Nabawiyah wa Akhbar al Khulafa’: 1/39)

Ibnu Hazm –rahimahullah- berkata: “Beliau adalah Abul Qasim, Muhammad, bin Abdullah, bin Abdul Mutthalib –namanya adalah Syaibah Al Hamd-, bin Hasyim –namanya ‘Amr-, bin Abdu Manaf –namanya Al Mughirah-, bin Qushay –namanya Zaid- bin Kilab, bin Murrah, bin Ka’ab, bin Lu’ay, bin Ghalib, bin Fihr, bin Malik, bin An Nadhr, bin Kinanah, bin Khuzaimah, bin Mudrikah, bin Ilyas, bin Mudhorr, bin Nizar, bin Ma’id, bin Adnan.

Sampai di sini berakhir nasab yang benar yang tidak ada keraguan di dalamnya”. (As Sirah: 4)

Perhatikan juga; Dalail an Nubuwwah karya Al Baihaqy (1/177), Syaraf Al Musthafa karya Abu Sa’d An Naisabury (2/12), A’lam An Nubuwwah karya Al Mawardi (hal.202), Al Iktifa’ karya Al Kila’iy (1/8), ‘Uyun al Atsar karya Ibnu Sayyid an Nas: (1/26), As Sirah an Nabawiyyah karya Ibnu Katsir (1/20).

As Suhailiy –rahimahullah- berkata: Ilyas: Ibnu Al Anbary berkata tentangnya: “Ilyas” dibaca kasrah (hamzahnya), dia membacanya sama dengan nama Nabi Ilyas –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Dia pun berkata terkait akar katanya, di antaranya: Di antaranya dari kata Fi’yaalan dari kata Al Alsi, artinya yang tertipu. Ada juga yang berpendapat dari Al Alsi artinya, orang yang akalnya tidak jernih, atau If’aalun dari ucapan mereka: “Rajulun Alyasu” yaitu; orang berani dan tidak kabur.

Dan pendapat selain pendapat Ibnul Anbary lebih tepat, yaitu bahwa dia adalah Al Yasu, yang artinya adalah lawan dari harapan, huruf lam-nya dalah laam at-ta’rif dan huruf hamzahnya adalah hamzah washol. Demikian dikatakan oleh Qasim bin Tsabit di dalam Ad Dalail”. (Diringkas dari Ar Raudh Al Anf, 1/57).

Al Qasthalany berkata di dalam Al Mawahib Al Laduniyyah (1/61):

“Ilyas, hamzahnya dibaca kasrah menurut Ibul Anbary, dan dibaca fathah menurut Qosim bin Tsabit, makananya adalah lawan kata dari Ar Rajaa (harapan) dan huruf laam nya adalah lam ta’rif dan huruf hamzahnya adalah hamzah washal”.

Az Zarqani berkata di dalam Syarh Al Mawahib (1/147):

“Ilyas dibaca kasrah i, dikenal dalam Sirah Mughlathy namanya Habib. Disebut dalam Al Khomis: dinamakan dengan Ilyas, karena ayahnya sudah tua dan belum dikaruniai anak, lalu punya anak dalam usia tua dan suasana putus asa, maka dinamakan dengan Ilyas. Dan julukannya adalah Abu Amr”.

Nasab Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam: Kesimpulan

Bahwa Ilyas termasuk nasabnya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang benar dan telah dikenal serta disepakati. Tidak ada perbedaan di sini.

Hanya saja perbedaannya pada penyebutannya, apakah dibaca Ilyas atau Alyas, sesuai dengan dua pendapat para ulama. Masalah ini mudah seperti yang telah dijelaskan.

Adapun yang tanpa huruf hamzah sama sekali, sebagaimana yang ada pada soal di atas, yaitu; Liyas, maka kami belum mengetahui ada seseorang yang telah menyebutkannya, atau dinyatakan oleh seorang ulama.

Wallau A’lam. []

SUMBER: ISLAMQA

Prinsip Tawakal

NABI Nuh dan Hud, saat kaumnya membuat rencana jahat, kedua Nabi ini berkata kepada kaumnya bahwa mereka dipersilahkan untuk membuat semua rencana jahat dengan seluruh sumber daya dimilikinya. Tak usah ditunda. Lakukan sekarang. Tak usah disembunyikan. Melawan kekuatan yang besar ini ada yang dilakukan oleh kedua Nabi tersebut?

Saat seluruh pembesar kaum para Nabi menolak dakwah. Saat mereka memusuhi dan hendak menghabisi dakwah para Nabi dan Rasul. Apa yang dilakukan para Nabi dan Rasul? Apa kekuatan yang dimilikinya? Bagaimana cara menghindarinya? Apa strategi dan ikhtiarnya?

Kekuatan para Nabi dan Rasul hanya bertawakal. Memohon pertolongan dan perlindungan Allah. Meneguhkan keyakinan bahwa Allah Rabb bumi, langit dan Arsy yang memiliki kekuatan besar. Apa yang terjadi setelah itu? Tawakal melemahkan seluruh upaya penghancuran dakwah. Seluruh rencana jahat menjadi lemah dan hancur.

Dalam tawakal ada energi keyakinan kebaikan akan masa depan walaupun saat ini masih buta tentang apa yang akan terjadi. Bukankah masa depan dimulai dari niat dan prasangka yang baik? Bukankah merekayasa masa depan dimulai dari doa, keyakinan dan pengharapan?

Keyakinan adalah realitas masa depan yang ditarik ke masa sekarang. Keyakinan adalah menarik yang masih gaib ke pada realitas hari ini. Tawakkal merupakan karakter awal kepemimpinan sebelum karakter yang lain bermunculan. Sebab tawakal sebuah perpaduan antara keyakinan dengan strategi, perencanaan dan aksi nyata.

Burung yang keluar dari sarang, karena kuat tawakalnya. Hasilnya, yang lapar menjadi kenyang walaupun tak tahu dimana sumber makanannya. Seorang mukmin melangkahkan kaki dari rumah dengan doa bertawakal dan penyerahan totalitas diri pada Allah. Allah tempat bergantung.

Para Nabi dan Rasul hanya mengikuti wahyu. Setelah itu bertawakal. Dari tawakal, Allah membimbing dan memimpin. Allah menolong dan memudahkan. Awal langkah tawakal bukan mengikuti kemauannya sendiri tetapi mengikuti perintah Allah maka tawakal akan membawa pada tujuannya. []

ISLAMPOS

Teks Khotbah Jumat: Sudahkah Anda Membaca Al-Qur’an Hari Ini?

Khotbah pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى

فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Ma’asyiral muslimin, jemaah Jumat yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Pertama-tama, marilah senantiasa bertakwa kepada Allah Ta’ala, taatilah seluruh perintah-Nya, dan janganlah bermaksiat kepada-Nya. Karena dengan ketakwaan inilah, Allah Ta’ala menghapus kesalahan-kesalahanmu, dan dengannya pula, pahala kebaikanmu akan dilipatgandakan. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّاٰتِهٖ وَيُعْظِمْ لَهٗٓ اَجْرًا

“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.(QS. At-Talaq: 5)

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala,

Berbicara tentang Al-Qur’an, maka ia merupakan sebuah pembahasan yang indah lagi menarik, sebuah pembicaraan yang sangat agung. Karena yang kita bahas adalah kitab milik Allah Ta’ala Yang Mahamulia. Allah Ta’ala katakan tentangnya,

اَللّٰهُ نَزَّلَ اَحْسَنَ الْحَدِيْثِ كِتٰبًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَۙ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُوْدُ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ۚ ثُمَّ تَلِيْنُ جُلُوْدُهُمْ وَقُلُوْبُهُمْ اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ ۗ

”Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik, (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang. Kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya gemetar karenanya. Kemudian kulit dan hati mereka menjadi tenang di waktu mengingat Allah.” (QS. Az-Zumar: 23)

Jemaah Jumat yang berbahagia,

Pada kesempatan ini, insyaAllah akan kita gali dan kita renungi bersama tentang bagaimanakah kedudukan Al-Qur’an di dalam kehidupan kita? Serta, bagaimanakah seharusnya kita berinteraksi dan berhubungan dengannya setiap hari?

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala,

Jika kita perhatikan dengan seksama kondisi kebanyakan kaum muslimin di zaman sekarang, sungguh sangat disayangkan betapa hubungan mereka dengan Al-Qur’an sangat lemah dan dan rusak. Al-Qur’an lebih sering kita dengar pada saat ada yang meninggal dunia ataupun dibacakan di kuburan-kuburan. Sekaan-akan Al-Qur’an ini diturunkan oleh Allah Ta’ala hanya untuk mereka yang telah meninggal dunia saja dan tidak Allah turunkan untuk mereka yang masih hidup. Padahal Allah Ta’ala berfirman,

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ ٱللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ ٱلْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا۟ كَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ ٱلْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَٰسِقُونَ

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk hati mereka tunduk mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)? Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadid: 16)

Di ayat selanjutnya, Allah Ta’ala mengatakan,

ٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ يُحْىِ ٱلْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ ٱلْءَايَٰتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

“Ketahuilah olehmu bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkannya.” (QS. Al-Hadid: 17)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan,

“Di dalamnya (ayat di atas) terdapat indikasi bahwa Yang Mahakuasa melembutkan hati setelah sebelumnya keras, membimbing mereka yang bingung setelah kesesatan mereka, dan meringankan kesusahan setelah keparahannya, sebagaimana Dia juga menghidupkan bumi yang mati, tandus lagi tak bernyawa dengan hujan yang melimpah, Dia juga membimbing hati yang keras dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan petunjuk-petunjuk lainnya, dan Dia memasukkan ke dalam hati cahaya setelah sebelumnya tertutup dan tidak ada apapun yang dapat mencapainya serta menjangkaunya.”

Sungguh, hati kita sangat butuh untuk dihidupkan kembali setelah sebelumnya mati atau hampir mati!

Wahai hamba-hamba Allah Ta’ala sekalian!

Al-Qur’an adalah sumber mata air dan penyegar bagi hati, sebagaimana halnya hujan adalah penyegar bagi bumi. Hal ini bisa kita buktikan sendiri. Lihatlah bagaimana bersihnya hati kita di bulan Ramadan, saat Al-Qur’an berulang kali diperdengarkan ke telinga kita, dan diri kita pun banyak membacanya. Kita saksikan juga bagaimana pengaruh yang baik pada hati ini perlahan-lahan memudar saat diri kita semakin menjauh dan terputus dari Al-Qur’an.

Sudah seharusnya seorang muslim memiliki quality time, waktu khusus dirinya dengan Al-Qur’an, meluangkan sebagian dari dua puluh empat jam waktunya untuk membaca Al-Qur’an, meskipun hanya satu halaman saja. Ketahuilah wahai saudaraku, semakin banyak lembaran Al-Qur’an yang kita baca dan kita renungi setiap harinya, maka hidup yang kita jalani akan semakin berkah dan semakin bahagia .

Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah mengatakan,

ما رأيت شيئًا يغذي العقل والروح، ويحفظ الجسم، ويضمن السعادة، أكثر من إدامة النظر في كتاب الله تعالى

“Aku tidak dapati sesuatu yang dapat memelihara pikiran dan jiwa, memelihara tubuh, dan menjamin kebahagiaan, melebihi ketekunan seseorang di dalam melihat dan membaca Kitab Allah Ta’ala.” (Majmu’ Al-Fatawa, 7: 493)

Beberapa ahli tafsir juga mengatakan,

اشتغلنا بالقرآن، فغمرتنا البركات والخيرات في الدنيا

”Kami tersibukkan dengan Al-Qur’an, sampai-sampai kami dipenuhi dengan keberkahan dan karunia di dunia ini.”

Hal ini tentu saja juga sejalan dengan firman Allah Ta’ala,

كِتَٰبٌ أَنزَلْنَٰهُ إِلَيْكَ مُبَٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوٓا۟ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya orang-orang yang mempunyai pikiran mendapat pelajaran .” (QS. Shad: 29)

Jika engkau dapati dirimu tidak senang ketika membaca Al-Qur’an, mudah bosan, dan tidak ada pengaruh keimanan dalam hatimu, ketahuilah bahwasanya ada yang salah dengan hatimu. Fitnah syubhat dan syahwat telah menutupinya sehingga ia tidak mau menerima Al-Qur’an. ‘Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan,

لَوْ طَهُرَتْ قُلُوبُنا ما شَـبِعْنا مِنْ كلامِ رَبِّنا،  وإني لَأكره أن يأتي عليَّ يوم لا أنظر في المصحف

“Kalau hati kita bersih, niscaya kita tidak akan pernah merasa kenyang untuk membaca Kalamullah (Al-Qur’an). Dan aku sangat membenci apabila terlewat suatu hari kepadaku, sedangkan aku tidak melihat selembar pun dari mushaf (Al-Qur’an).” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab Al-Jami’ Li Syu’ab Al-Iman)

Wallahu a’lam bisshawab.

أقُولُ قَوْلي هَذَا وَأسْتغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لي وَلَكُمْ، فَاسْتغْفِرُوهُ يَغْفِرْ

لَكُمْ إِنهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ، وَادْعُوهُ يَسْتجِبْ لَكُمْ إِنهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيْمُ.

Baca juga: Bagaimanakah Al-Quran Turun kepada Nabi Muhammad?

Khotbah kedua

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ.

Ma’asyiral mukminin yang dimuliakan Allah Ta’ala,

Membaca Al-Qur’an memiliki keutamaan yang sangat banyak. Di antaranya, Al-Qur’an akan memberikan syafaat bagi pembacanya di hari kiamat. Sebagaimana hal ini disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

اقْرَؤُوا القُرْآنَ فإنَّه يَأْتي يَومَ القِيامَةِ شَفِيعًا لأَصْحابِهِ

“Bacalah Al-Quran, sebab ia akan datang di hari kiamat kelak sebagai pemberi syafaat kepada pembacanya.” (HR. Muslim no. 804)

Para salaf terdahulu menjadikan kecintaan kepada Al-Qur’an sebagai salah satu tanda kecintaan seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَعْلَمَ أَنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، فَلْيَنْظُرْ، فَإِنْ كَانَ يُحِبُّ الْقُرْآَنَ، فَهُوَ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ

Barangsiapa yang ingin mengetahui bahwa dia mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka perhatikanlah, jika dia mencintai Al-Qur’an, maka sesungguhnya dia mencintai Allah dan rasul-Nya.” (HR. At-Thabrani dalam Al-Kabir, 9: 132 dengan nomor 8676 dan Al-Baihaqi dalam kitab Syu’ab Al-Iman 2: 253)

Jemaah yang berbahagia,

Allah Ta’ala menjanjikan pahala yang besar dan berlipat bagi siapa saja yang membaca Al-Qur’an, lalu mengamalkannya. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَٰبَ ٱللَّهِ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنفَقُوا۟ مِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَٰرَةً لَّن تَبُورَ * لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِۦٓ ۚ إِنَّهُۥ غَفُورٌ شَكُورٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fatir: 29-30)

Jemaah Jum’at yang dimuliakan Allah Ta’ala, jangan pernah lewatkan sehari pun dalam kehidupan ini, kecuali Al-Qur’an telah kita baca dan kita renungi. Dengan membacanya, semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan keberkahan waktu untuk kita, memudahkan urusan kita, dan meluaskan rezeki kita.

Di hari Jumat yang penuh kemuliaan ini, ada satu ibadah khusus berkaitan dengan membaca Al-Qur’an yang bisa kita amalkan, yaitu membaca surah Al-Kahfi. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ

“Barangsiapa yang membaca surah Al-Kahfi pada malam Jumat, dia akan disinari cahaya antara dia dan Ka’bah.” (HR. Ad-Darimi. Syekh Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih sebagaimana beliau sebutkan dalam kitabnya Shahih Al-Jami’, no. 6471)

Ya Allah jadikanlah hati kami terikat dengan Al-Qur’an. Penuhilah hari-hari kami dan rumah-rumah kami dengan ayat-ayat-Mu yang penuh keajaiban ini. Jadikanlah kami salah satu hamba-Mu yang mendapatkan syafaat dari kitab-Mu yang yang mulia ini di akhirat nanti.

Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87205-sudahkah-anda-membaca-al-quran-hari-ini.html

Urgensi Tafsir Al-Qur’an

Berikut ini urgensi tafsir Al-Qur’an. Pasalnya, secara tekstual tafsir bisa berarti jelas, nyata, terang dan memberikan penjelasan. Sedangkan kaitannya dengan al-Qur’an, Tafsir diartikan sebagai penjelasan maksud yang sukar dari suatu lafadz atau ayat al-Qur’an. Tegasnya, tafsir sesungguhnya merupakan upaya untuk memahami pesan-pesan al-Qur’an.

Dalam perspektif Ushul al-Fiqh, bagaimana cara menjelaskan ayat al-Qur’an disebut dengan bayan, yakni suatu ungkapan untuk mempertegas dan atau memperjelas maksud dari lafadz atau ayat al-Qur’an. Dalam konsep ini, tafsir merupakan bagian bayan untuk menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an yang global.

Kemudian muncul pertanyaan, mengapa al-Qur’an masih perlu diberi penjelasan sehingga membutuhkan penafsiran? Apakah Nabi tidak menjelaskan seluruh al-Qur’an sehingga butuh penafsiran? Al-Qur’an sebagai petunjuk dalam mengikuti doktrin Islam harus diyakini (kebenarannya) dipahami (isinya) dan diamalkan (ajarannya).

Kronologi ini dalam kepribadian muslim dibangun secara berurutan, tidak bisa dicerai-berai atau dibalik. Sebab, untuk mengamalkan ajaran al-Qur’an, kita terlebih dahulu perlu memahaminya. Mustahil kita dapat mengamalkan ajaran al-Qur’an tanpa memahami terlebih dahulu isi dan kandungannya.

Begitu juga untuk memahami al-Qur’an diperlukan keyakinan yang menjadi landasan bahwa apa yang akan dipelajarinya adalah sebuah kebenaran, sebab mempelajari sesuatu tanpa dilandasi keyakinan tersebut akan berakhir dengan dan mungkin juga menghasilkan sesuatu yang sia-sia. Jika inti dari ajaran (al-Qur’an) adalah pengamalannya, maka pemahaman ajaran tersebut merupakan syarat menuju pengamalan paripurna.

Pada masa Nabi, para sahabat menanyakan langsung kepada Nabi ihwal yang dibutuhkan untuk pemahaman maksud dan tujuan al-Qur’an, atau Nabi menjelaskan ayat-ayat yang dianggap perlu untuk dijelaskan.

Dalam hal ini, Nabi berfungsi sebagai penyampai dan pemberi penjelasan. Tidak ada penjelasan yang pasti apakah Nabi menjelaskan keseluruhan ayat-ayat al-Qur’an atau sebagiannya saja.

Namun demikian, fakta yang dapat ditemukan menunjukkan bahwa tidak semua penafsiran Nabi tentang ayat-ayat al-Qur’an dapat diketahui secara keseluruhan. Mungkin karena penulisan hadits yang jauh setelah Nabi wafat atau karena memang Nabi tidak menjelaskan seluruh ayat al-Qur’an.

Permasalahan berikutnya adalah, mampukah manusia memberikan penafsiran atau memberikan penjelasan kalam Tuhan? Sejauh mana penafsiran manusia dianggap sesuai dengan yang sebenarnya diharapkan Allah Swt. sehingga dapat dijadikan dasar?

Untuk menjelaskan pertanyaan tersebut, perlu ditegaskan disini bahwa al-Qur’an yang secara teologis diyakini sebagai bahasa Tuhan, pada kenyataannya ia menggunakan bahasa Arab. Sebaliknya, hadits yang kenyataannya menggunakan bahasa Nabi (bahasa arab) menurut pandangan mayoritas ulama secara teologis diyakini sebagai bahasa Tuhan yang termetamorfkan dalam bahasa Nabi.

Perlu ditegaskan disini, walaupun al-Qur’an menggunakan bahasa arab, tidak jarang kata yang dipergunakan al-Qur’an berbeda dengan makna yang dipahami bangsa Arab ketika itu. Misalnya, kata Shalat yang menurut orang Arab berarti do’a, oleh al-Qur’an dimaknai sebagai ucapan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.

Sebab itulah, maka sekalipun para sahabat adalah orang Arab, mereka masih memerlukan penjelasan secara langsung dari Nabi sebagai pemegang otoritas pertama dalam menafsirkan al-Qur’an.

Contoh lainnya seperti kata al-kautsar. Orang Arab menggunakan al-kautsar untuk menamai segala sesuatu yang banyak bilangannya atau tinggi nilainya, bahkan orang yang mempunyai jasa yang banyak terhadap masyarakat disebut dengan al-kautsar. Akan tetapi, Nabi menjelaskan bahwa maksud al-kautsar dalam Surat al-Kautsar [108]: 1) tersebut adalah sebuah sungai/telaga yang diberikan Allah kepada beliau.

Setelah Nabi wafat, para sahabat memberikan penafsiran al-Qur’an dengan berijtihad sendiri melalui pengkajian kebahasaan dan pengkajian terhadap kejadian-kejadian yang mengakibatkan turunnya ayat al-Qur’an, atau bertanya kepada beberapa ahli tafsir yang terkenal pada masanya. Selain kegiatan menafsirkan al-Qur’an, para sahabat juga mempunyai murid yang menerima seluruh pemikiran tafsir yang dicetuskannya.

Dari sini dapat dipahami bahwa tujuan penafsiran dan pengajaran al-Qur’an tersebut untuk menjaga kebenaran maksud yang terkandung didalamnya. Namun, karena bahasa al-Qur’an ada kalimat yang jelas (muhkam) dan yang belum jelas (mutasyabih) dalam beberapa hal penafsiran ulama terhadap al-Qur’an berbeda-beda. Faktor yang mengakibatkan terjadinya perbedaan ini, antara lain: perbedaan bacaan, perbedaan dalam penjabaran kalimat (I’rab), kandungan makna ganda.

Mengingat adanya perbedaan di atas, maka seluruh hasil penafsiran ulama tidak tergolong ketentuan yang pasti (qath’i) melainkan bersifat nisbi (dhanni). Sekalipun hasil penafsiran ulama terhadap al-Qur’an bersifat nisbi, apabila penafsirannya didasarkan atas atau bersumber dari al-Qur’an, Hadits, perkataan sahabat dan tabi’in (bisa disebut dengan tafsir bi al-ma’tsur), maka hasil penafsirannya tersebut mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dan kita wajib berpedoman atau berpegang pada hasil penafsirannya tersebut. 

Demikian penjelasan terkait urgensi tafsir Al-Qur’an. Semoga bermanfaat.  Wallahu a’lam bisshawab.

BINCANG SYARIAH

Doa Mustajab Bulan Safar

Berikut ini doa mustajab bulan Safar. Dalam Islam, bulan Safar adalah salah satu bulan dalam penanggalan Hijriyah. Bulan ini memiliki keutamaan dan amalan-amalan sunnah yang bisa diamalkan dan dibaca.

Nah berikut doa mustajab bulan Safar;

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ يَا شَدِيْدَ الْقُوَى وَيَا شَدِيْدَ الْمِحَالِ يَا عَزِيْزُ ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيْعُ خَلْقِكَ اِكْفِنِيْ مِنْ جَمِيْعِ خَلْقِكَ يَا مُحْسِنُ يَا مُجَمِّلُ يَا مُتَفَضِّلُ يَا مُنْعِمُ يَا مُكْرِمُ يَا مَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا أَنْتَ اِرْحَمْنِيْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اللهم بِسِرِّ الْحَسَنِ وَأَخِيْهِ وَجَدِّهِ وَأَبِيْهِ وَأُمِّهِ وَبَنِيْهِ اِكْفِنِيْ شَرَّ هَذَا الْيَوْمِ وَمَا يَنْزِلُ فِيْهِ يَا كَافِيَ الْمُهِمَّاتِ يَا دَافِعَ الْبَلِيَّاتِ فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَحَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَصَلىَّ اللهُ تَعَالىَ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ الِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Bismilahirrahmanirrahim wa shallallahu ‘ala sayidina muhammadin wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. Allahumma ya syadidal quwa wa ya syadidal mihal ya azizu zallat li ’izzatika jami’u kholqika ikfini min jami-‘i kholqika ya muhsinu ya mujammilu ya mutafadhdhilu ya mun’imu ya mukrimu ya man la ilaha illa anta bi rahmatika ya arhamarrahimin.

Allahumma bisirril hasani wa akhihi wa jaddihi wa abihi ikfini syarra hazal yauma wa ma yanzilu fihi ya kafiyal muhimmat ya dafi-‘al baliyyat fasayakfikahumullahu wa huwas sami’ul ‘alim. Wa hasbunallahu wa ni’mal wakilu wa la hawla wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azim. Wa shallallahu ta’ala ‘ala sayyidina muhammadin wa ‘ala alihi wa shohbihi wasallam.

Artinya; Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Semoga shalawat dan salam tetap tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Ya Allah, wahai Yang memiliki kekuatan yang teguh dan melebihi segala batasan, wahai Yang Maha Kuat dalam segala hal yang mustahil. Wahai Dzat yang memiliki keagungan yang membuat seluruh makhluk tunduk kepada-Nya. Cukupkanlah aku dari segala ciptaan-Mu.

Wahai Yang Maha Pemurah, Yang Maha Mempercantik, Yang Maha Melimpah Karunia, Yang Maha Pemberi Anugerah, Yang Maha Mulia. Engkau yang tiada Tuhan selain Engkau. Kasihanilah aku dengan rahmat-Mu, wahai Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua yang penyayang.

Ya Allah, dengan rahasia kebaikan, saudaranya, kakeknya, ayahnya, ibunya, dan anak-anaknya. Lindungilah aku dari kejahatan hari ini dan segala yang turun padanya. Wahai Yang Mencukupkan dalam mengatasi semua urusan, Yang Mencegah segala bencana. Maka Allah akan mencukupi untukmu segala hal tersebut. Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Cukuplah Allah bagi kami, dan Dialah Pelindung yang terbaik. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah, Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Demikian penjelasan terkait doa mustajab bulan Safar. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Inilah Orang-Orang yang Masuk Daftar Didoakan Para Malaikat

Inilah beberapa golongan orang-orang yang didoakan oleh para malaikat, semoga kita termasuk di antaranya

SESUNGGUHNYA Allah Swt telah menciptakan malaikat dari cahaya, sementara jin diciptakan dari nyala api. Para ulama mengatakan doa malaikat adalah doa yang mustajab.

Siapa yang kehidupannya didoakan para malaikat maka beruntunglah ia. Untuk diketahui, para malaikat senantiasa mendoakan orang-orang yang berbuat baik dan beramal shaleh. Inilah beberapa orang yang masuk dalam daftar doanya para malaikat:

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci

Rasulullah ﷺ. bersabda, “Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci”. (Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra).

2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat

Rasulullah ﷺ. Bersabda yang artinya, “Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia.’” (Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Muslim no. 469).

3. Orang-orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah

Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang – orang) yang berada pada shaf – shaf terdepan” (Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra’ bin ‘Azib ra).

4. Orang-orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf)

Rasulullah ﷺ. bersabda, yang artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang – orang yang menyambung shaf – shaf” (Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra).

5. Para malaikat mengucapkan ‘amin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah

Rasulullah ﷺ. bersabda, yang artinya; “Jika seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu” (Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Shahih Bukhari no. 782).

6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat

Rasulullah ﷺ. bersabda, yang artinya: “Para malaikat akan selalu bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia” (Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106).

7. Orang – orang yang melakukan shalat shubuh dan ‘ashar secara berjama’ah

Rasulullah ﷺ. bersabda, yang artinya: “Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat (yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal.

Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat.” (Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Al Musnad no. 9140).

8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan

Rasulullah ﷺ. bersabda, yang artinya; “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan.’” Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’ ra., Shahih Muslim no. 2733)

9. Orang – orang yang berinfak

Rasulullah ﷺ. bersabda, yang artinya “Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit’” (Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010).

10. Orang yang sedang makan sahur

Rasulullah ﷺ bersabda, yang artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang sedang makan sahur” (Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra)

11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit

Rasulullah ﷺ. bersabda, yang artinya: “Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga Subuh.” (Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib ra).

12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada

Rasulullah ﷺ bersabda, yang artinya; “Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain” (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra).*

(sumber Syaikh Dr. Fadhl Ilahi (Orang – orang yang Didoakan Malaikat), Pustaka Ibnu Katsir, 2005)

HIDAYATULLAH

Malik Bin Dinar dan Mimpi Ular

Sejak terbangun dari mimpi, mampir setiap Malik Bin Dinar menghabiskan waku belajar Islam pada ulama dan beribadah

PARA ulama mengakui Malik bin Dinar sebagai seorang ulama besar dan shaleh di masa tabi’in. la termasuk salah seorang ulama ahli Hadits yang dipercaya. Ia juga dikenal sebagai kaligrafer al-Qur’an yang mumpuni.

Sebelum menjadi orang yang salih, Malik bin Dinar seorang yang suka hidup berfoya-foya. Tiada hari tanpa berbuat maksiat dan zalim kepada orang lain sehingga orang di sekitarnya manjauhinya.

Kisah pertobatannya dimulai ketika ia ingin berkeluarga. Setelah menikah ia dikarunia seorang putri yang ia beri nama Fatimah.

Setiap anaknya bertambah besar, keimanannya terus bertambah dan kemaksiatannya berkurang. Sewaktu Fatimah berusia dua tahun seringkali ia membuang minuman arak miliknya.

Ini yang membuat Malik bin Dinar semakin dekat dengan Allah. “Seakan Allah mengatur seperti itu,” katanya. Namun kemudian Allah menberikan cobaan dengan mengambil Fatimah pada usia tiga tahun.

Ternyata kematian itu membuatnya lebih buruk dari sebelumnya. “Aku sangat kecewa dan terpukul dengan kematian Fatimah,” tuturnya.

Untuk mengobati kekecewaannya itu, hampir tiap malam ia minum arak sampai mabuk. Hingga pada suatu malam, ia bermimpi yang membuatnya sadar.

la bermimpi dirinya di hari Kiamat. Manusia berbondong-bondong, termasuk dirinya menghadap pada Yang Maha Kuasa

Masing-masing orang dipanggil sesuai namanya agar menghadap Allah. Ada yang wajahnya berubah menjadi hitam karena ketakutan.

Akhirnya ia mendengar namanya dipanggil. Anehnya, manusia yang ada di sekelilingnya hilang. Seakan tiada seorang pun di padang Mahsyar itu.

“Lalu aku melihat ular yang sangat besar lagi ganas berjalan mendekatiku sambil membuka mulutnya. Akupun berlari sehingga aku menemui seorang lelaki tua yang lemah. Aku berkata padanya, “Tolonglah aku dari kejaran ular itu!.

Namun lelaki itu menjawab: ‘Aku lemah anakku, aku tidak mampu menolongmu. Larilah ke arah sana mungkin kamu akan selamat.”

la berlari sekuat tenaga ke arah yang ditunjukkan orang tua itu. Namun si ular terus mengejar sampai di belakangnya dan neraka di depannya.

Kemudian ia berlari kembali ke arah lelaki tua tadi dan minta tolong. Lagi-lagi orang tua
tersebut menjawab tidak mampu menolongnya.

Tapi dia menyuruh Malik pergi ke arah gunung. la pun kemudian lari ke sana.

Dalam ketakutannya ia melihat di puncak gunung ada anak-anak kecil yang berteriak, “Wahai, Fatimah temuilah ayahmu, tolonglah ayahmu!” Fatimah pun menolong Malik bin Dinar dengan mengusir ular tersebut.

Dalam mimpi tersebut Malik seakan bertemu anaknya yang meninggal dalam usia 3 tahun.
Anaknya kemudian berkata kepadanya, “Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk menundukan hati mereka mengingat Allah” (Al-Hadid [57]: 16).

Malik bertanya pada anaknya, “Ceritakanlah padaku tentang ular besar itu!” Kemudian Fatimah bercerita bahwa ular itu adalah amal buruknya. Sedang orang tua itu adalah amal baiknya.

Namun ia tidak mampu menolongnya karena dilemahkan sendiri oleh Malik. Kemudian Fatimah berkata, “Seandainya engkau tidak melahirkan aku dan meninggal sewaktu masih kecil dahulu niscaya tidak ada yang menjadi penolong buatmu.”

Setelah itu, Malik bin Dinar terbangun dari tidurnya. Sejak itu ia bertobat.

Hampir setiap waktunya dihabiskan di masjid untuk belajar Islam kepada para ulama dan beribadah kepada Allah Taala.

Kelak, ia menjadi seorang ulama besar yang saleh.*/ Bahrul Ulum

HIDAYATULLAH

Apakah Perlu Membaca Basmalah di Setiap Memulai Aktivitas?

Terdapat satu hadis yang sangat masyhur yang berbunyi,

كُلُّ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لاَ يَبْدَأُ فِيْهِ بِبِسْمِ اللَّهِ فَهُوَ أَبْتَرُ

“Setiap perkara penting yang tidak diawali dengan Bismillaahirrahmaanirrahiim, maka perbuatan tersebut akan terputus (dari rahmat Allah).” (HR. Ar-Rahawy dalam kitab Al-Arba’in sebagaimana terdapat juga di dalam kitab Al-Jami’ As-Shaghir karya Imam As-Suyuti, 2: 158)

Maksud “terputus” adalah tidak memberikan hasil baik atau berkurang berkahnya.

Terdapat beberapa riwayat hadis mengenai anjuran membaca basmalah di setiap perkara penting. Akan tetapi, kebanyakan ulama menghukumi hadis-hadis tersebut dengan lemah (dha’if).

Syekh Al-Albani rahimahullah, pakar hadis yang terkenal, mengatakan, “Hadis ‘kullu amrin dzi balin la yubda’u fihi bibismillahirrahmanirrahim fahuwa abtar.’ diriwayatkan oleh Al-Khatib dan juga Al-Hafidz Abdul Qadir Ar-Rahawy. Hadis ini dengan lafaz seperti yang telah disebutkan sangatlah lemah hukumnya (dha’if). Maka, jangan pernah tertipu dengan mereka yang menghasankannya, karena itu merupakan kekeliruan yang sangat jelas, karena di dalam sanadnya terdapat kelemahan yang sangat parah.” (Irwa’ Al-Ghalil, 1: 29-30).

Beberapa ulama ada yang menghukumi ‘shahih’ hadis di atas, seperti Ibnu Daqiq Al-‘Id dan Ibnu Al-Mulaqqin. Beberapa juga menghasankannya, seperti Imam An-Nawawi dan Ibnu Hajar rahimahumullahu Ta’ala.

Setelah memaparkan bahwa lafaz yang masyhur dan lebih dikenal terkait hadis di atas adalah lafaz (bihamdillah), Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya “Al-Fath” mengambil pendapat bahwa ada beberapa amalan yang dimulai dengan ucapan alhamdulillah seperti khotbah, ada juga yang dimulai dengan lafaz basmalah yang lengkap (bismillahirrahmanirrahim) seperti di dalam surat menyurat. Sebagiannya lagi dimulai dengan “bismillah” saja, seperti jimak (hubungan suami istri) dan menyembelih. Sebagian lainnya dengan lafaz berupa dzikir tertentu seperti takbir.

Berdasarkan semua hal yang telah kita paparkan, kita katakan terkait anjuran membaca basmalah di setiap memulai seluruh aktifitas dan kegiatan sebagai berikut:

Jika hadis berupa anjuran di atas ternyata shahih, maka perkaranya telah jelas (membaca basmalah dianjurkan di setiap memulai aktifitas dan kegiatan bermanfaat).

Jikalau hadisnya ternyata dhaif dan lemah, maka banyak dari ulama yang telah mengamalkannya, mereka mengatakan bahwa basmalah dianjurkan untuk dibaca di setiap aktifitas dan kegiatan yang penting.

Di dalam “Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah (8: 92) disebutkan, “Kebanyakan ahli fikih telah sepakat bahwa membaca basmalah disyariatkan dan dianjurkan untuk dibaca di setiap perkara yang penting, baik itu berupa ibadah maupun yang selainnya.”

Di antara hal-hal lainnya yang menunjukkan pensyariatan dan anjuran bacaan basmalah adalah petunjuk dan ajakan syariat untuk membacanya di berbagai macam perkara yang begitu banyak, baik itu berupa ibadah maupun adat kebiasaan. Sehingga, dapat dipahami bahwa memulai sebuah aktifitas fisik atau verbal yang penting merupakan salah satu kondisi di mana ucapan basmalah ditekankan untuk dilakukan.

Di antara dalil yang mereka gunakan untuk menguatkan keumuman hukumnya sehingga menyeluruh pada setiap aktifitas yang penting adalah hadis Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu. Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَتَى أَهْلَهُ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا، فَقُضِيَ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ لَمْ يَضُرُّهُ

“Jika salah seorang dari kalian ingin mendatangi isterinya (untuk bersetubuh), maka hendaklah ia membaca; ‘bismillah allahumma jannibnasy syaithana wa jannibisy syaithana ma razaqtana (Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau rezekikan (anak) kepada kami) ‘. Jika dikaruniai anak dari hubungan keduanya, maka setan tidak akan dapat mencelakakan anak itu.” (HR. Bukhari no. 5165 dan Muslim no. 1434)

Imam Bukhari memberikan judul untuk hadis ini dengan ucapannya,

“Bab Mengucapkan Bismillah di Semua Keadaan dan Ketika Hendak Bersetubuh.”

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah memberikan catatan, “Keumuman hukum ini tidak secara jelas nampak dari hadis yang disebutkannya. Akan tetapi, disimpulkan berdasarkan kaidah bahwa hal tersebut lebih layak dan lebih pantas. Karena jika hal tersebut saja (basmalah) dianjurkan (untuk dibaca) ketika hendak melakukan hubungan suami istri, di mana hubungan suami istri termasuk yang Nabi perintahkan secara diam-diam dan tidak terus terang, maka ucapan basmalah tersebut lebih dianjurkan lagi pada amal-amal yang selainnya.” (Fathu Al-Bari, 1: 242)

Ibnu Battal rahimahullah juga menyampaikan, “Di dalamnya (mengandung): membaca basmalah di setiap aktifitas hukumnya adalah mustahab dan sunah, sebagai bentuk ngalap berkah dengannya, dan untuk menghadirkan perasaan bahwa Allah Ta’ala adalah Zat yang akan memberikan kemudahan pada aktifitas tersebut serta penolong seorang hamba di dalam melaksanakannya.” (Syarh Shahih Al-Bukhari, 1: 230)

Kita ketahui bersama juga bahwa seorang hamba dituntut untuk senantiasa bertawakal kepada Allah Ta’ala serta meminta pertolongan kepada-Nya dalam setiap urusan. Sedangkan ucapan basmalah merupakan salah satu bentuk meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala saat ingin memulai sebuah aktifitas atau perkataan yang penting. Sebagaimana hal ini telah disampaikan oleh Ibnu Battal yang telah lalu.

Al-Qurtubi rahimahullah mengatakan, “Syariat menganjurkan dan menyunahkan bacaan basmalah di setiap permulaan aktifitas seperti makan, minum, menyembelih, bersuci, dan berkendara di atas lautan dan berbagai aktifitas lainnya. Allah Ta’ala berfirman,

فَكُلُوْا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللّٰهِ عَلَيْهِ

“Maka, makanlah dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) disebut nama Allah.” (QS. Al-An’am: 118)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَقَالَ ارْكَبُوْا فِيْهَا بِسْمِ اللّٰهِ مَجْرٰ۪ىهَا وَمُرْسٰىهَا ۗ

“Dan dia berkata, ‘Naiklah kamu semua ke dalamnya (kapal) dengan (menyebut) nama Allah pada waktu berlayar dan berlabuhnya.’” (QS. Hud: 41)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وأَغْلِقْ بَابَكَ واذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ، وأَطْفِئْ مِصْبَاحَكَ واذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ، وأَوْكِ سِقَاءَكَ واذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ، وخَمِّرْ إنَاءَكَ واذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ، ولو تَعْرُضُ عليه شيئًا.

“Dan tutuplah pintu rumah dan sebutlah nama Allah, padamkanlah lampu-lampu kamu dan sebutlah nama Allah, tutup tempat minum dan sebutlah nama Allah, serta tutup pula bejana (tempat makanan) kamu dan sebutlah nama Allah, walaupun kamu hanya sekedar melintangkan sesuatu di atasnya.” (HR. Bukhari no. 3280 dan Muslim no. 2012)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَتَى أَهْلَهُ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا، فَقُضِيَ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ لَمْ يَضُرُّهُ

“Jika salah seorang dari kalian ingin mendatangi isterinya (untuk bersetubuh), maka hendaklah ia membaca, ‘bismillah allahumma jannibnasy syaithana wa jannibisy syaithana ma razaqtana (Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau rezekikan (anak) kepada kami).’ Jika dikaruniai anak dari hubungan keduanya, maka setan tidak akan dapat mencelakakan anak itu.” (HR. Bukhari no. 5165 dan Muslim no. 1434)

Beliau juga pernah mengatakan kepada sahabat Umar bin Abi Salamah radhiyallahu ‘anhu saat dirinya masih kecil,

يا غُلَامُ، سَمِّ اللَّهَ، وكُلْ بيَمِينِكَ، وكُلْ ممَّا يَلِيكَ

“Hai anak, ucapkanlah ‘bismillah’, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari apa-apa yang dekat denganmu.” (HR. Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

إنَّ الشَّيْطَانَ يَسْتَحِلُّ الطَّعَامَ أَنْ لا يُذْكَرَ اسْمُ اللهِ عليه

Sesungguhnya setan dapat memakan makanan (dapat menikmatinya) yang tidak disebut nama Allah Ta’ala padanya.” (HR. Muslim no. 2017)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ومَن لَمْ يَذْبَحْ، فَلْيَذْبَحْ باسْمِ اللَّهِ.

“Dan barangsiapa yang belum menyembelih, maka sembelihlah dengan nama Allah.” (HR. Bukhari no. 985)

Suatu ketika sahabat Utsman bin Abi Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu mengadukan keluhan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang rasa sakit yang dirasakan pada badannya sejak awal masuk Islam. Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ضَعْ يَدَكَ علَى الَّذي تَأَلَّمَ مِن جَسَدِكَ، وَقُلْ: باسْمِ اللهِ، ثَلَاثًا، وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ: أَعُوذُ باللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِن شَرِّ ما أَجِدُ وَأُحَاذِرُ

“Letakkan tanganmu pada tempat yang sakit di badanmu dan ucapkanlah, ‘Bismillah.’ sebanyak tiga kali, dan juga ucapkan sebanyak tujuh kali, ‘Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-nya, dari keburukan apa yang kurasakan dan kukhawatirkan.’.” (HR. Muslim no. 2202)

Semua hadis di atas telah benar datangnya di dalam kitab As-Shahihain. (Selesai semua kutipan dari Tafsir Al-Qurtubi, 1:151-152)

Wallahu a’lam bisshawab.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87315-membaca-basmalah-di-setiap-memulai-aktivitas.html