Kultum Ramadhan Terbaik; Puasa Medsos, Senjata Ampuh Lawan Hoaks di Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan merupakan bulan penuh berkah dan ampunan. Namun, di era digital ini, bulan Ramadhan juga menjadi momen maraknya penyebaran hoaks. Hoaks yang beredar di media sosial dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti perpecahan umat, keresahan masyarakat, dan bahkan dapat berujung pada tindakan kriminal. Nah berikut “Kultum Ramadhan Terbaik; Puasa Medsos, Senjata Ampuh Lawan Hoaks di Bulan Ramadhan.”

Penting bagi kita untuk memerangi hoaks di bulan Ramadhan. Salah satu cara yang efektif untuk melawan hoaks adalah dengan melakukan puasa medsos. Puasa medsos berarti mengurangi atau bahkan berhenti menggunakan media sosial selama periode tertentu.

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ الْوَفَا أَمَّا بَعْدُ.

Jamaah Kultum Ramadhan terbaik yang Dirahmati Allah

Dalam era digital yang serba cepat seperti sekarang, media sosial baik itu Instagram, Twitter, TikTok, dan Facebook telah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari banyak orang. Namun, seringkali kita melihat penyebaran informasi yang tidak valid atau hoaks melalui platform tersebut.

Hoaks dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti perpecahan, kerusuhan, bahkan kekerasan. Menyadari bahaya tersebut, muncullah gerakan “Puasa Media Sosial” sebagai upaya spiritual untuk melawan hoaks. Puasa media sosial bukan berarti menjauhi media sosial secara total, melainkan mengendalikan penggunaannya dengan lebih bijak

Puasa media sosial merupakan praktik yang dilakukan dengan sengaja mengurangi atau bahkan menghentikan penggunaan platform media sosial untuk jangka waktu tertentu. Tujuan utamanya adalah untuk membersihkan pikiran dari informasi yang tidak bermanfaat atau berpotensi merugikan.

Jamaah kultum Ramadhan terbaik yang Berbahagia

Dengan melakukan puasa media sosial, seseorang dapat fokus pada hal-hal yang lebih penting dalam hidupnya seperti menghabiskan waktu berkualitas dengan keluarga, mengejar hobi, atau meningkatkan keterampilan.

Selain itu, puasa media sosial juga merupakan langkah tepat untuk mencegah penyebaran hoaks. Dengan mengurangi interaksi dengan platform-platform tersebut, seseorang dapat lebih waspada dan kritis terhadap informasi yang diterima. Hal ini dapat membantu mengurangi penyebaran berita palsu atau informasi yang tidak diverifikasi yang dapat merugikan banyak orang.

Dalam konteks ini, puasa media sosial dapat dilihat sebagai bentuk kesadaran akan pentingnya kebenaran dan integritas informasi. Melalui praktik ini, seseorang tidak hanya menjaga kesehatan mentalnya sendiri, tetapi juga turut berkontribusi dalam memerangi penyebaran hoaks dan menjaga integritas informasi dalam lingkungan digital.

Jamaah Kultum Ramadhan terbaik yang Dirahmati Allah

Dalam Islam, larangan hoaks tercantum dalam Al-Qur’an Q.S an-Nur [24] ayat 11. Penyebaran informasi yang tidak akurat dan menyesatkan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti perpecahan, konflik, dan keresahan. Allah berfirman;

اِنَّ الَّذِيْنَ جَاۤءُوْ بِالْاِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنْكُمْۗ لَا تَحْسَبُوْهُ شَرًّا لَّكُمْۗ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۗ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ مَّا اكْتَسَبَ مِنَ الْاِثْمِۚ وَالَّذِيْ تَوَلّٰى كِبْرَه مِنْهُمْ لَه عَذَابٌ عَظِيْمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah kelompok di antara kamu (juga). Janganlah kamu mengira bahwa peristiwa itu buruk bagimu, sebaliknya itu baik bagimu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Adapun orang yang mengambil peran besar di antara mereka, dia mendapat azab yang sangat berat.)

Imam Al-Mawardi dalam kitab Adabud Dunya wad Din mengatakan kebohongan atau berita bohong adalah sumber segala kejahatan karena dapat menimbulkan berbagai masalah.

وَالْكَذِبُ جِمَاعُ كُلِّ شَرٍّ، وَأَصْلُ كُلِّ ذَمٍّ لِسُوْءِ عَوَاقِبِهِ، وَخُبْثِ نَتَائِجِهِ؛ لِأَنَّهُ يُنْتِجُ النَّمِيْمَةَ، وَالنَّمِيْمَةُ تُنْتِجُ الْبَغْضَاءَ، وَالْبَغْضَاءُ تَئُوْلُ إِلَى الْعَدَاوَةِ، وَلَيْسَ مَعَ الْعَدَاوَةِ أَمْنٌ وَلاَ رَاحَةٌ   

Dan kebohongan adalah sumber segala kejahatan, dan asal segala celaan karena buruknya akibatnya, dan busuknya hasilnya; karena ia menghasilkan fitnah, fitnah menghasilkan kebencian, dan kebencian mengarah pada permusuhan, dan tidak ada keamanan atau ketenangan bersama permusuhan. (Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Al-Basri Al-Mawardi, Adabud Dunya wad Din, [Beirut, Darul Fikr: 1985], halaman 271).

Jamaah Kultum Ramadhan terbaik yang Dirahmati Allah

Sementara itu dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, menjelaskan tentang pentingnya bersikap jujur dan bahayanya berdusta. Kejujuran akan membawa seseorang kepada kebaikan dan surga, sedangkan dusta akan membawa seseorang kepada kekejian dan neraka

عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Berpegangteguhlah kalian pada kejujuran, karena sesungguhnya kejujuran itu menuntun kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu menuntun kepada surga. Seseorang terus menerus berlaku jujur dan berusaha mencari kejujuran sampai dia dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.

Dan jauhilah kalian dari dusta, karena sesungguhnya dusta itu menuntun kepada kekejian, dan sesungguhnya kekejian itu menuntun kepada neraka. Seseorang terus menerus berdusta dan berusaha mencari kedustaan sampai dia dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.

BINCANG SYARIAH

Hukum Sikat Gigi Saat Puasa

Menjaga kebersihan mulut dan gigi saat berpuasa di bulan Ramadhan menjadi hal yang penting. Sikat gigi merupakan salah satu cara untuk menjaga kebersihan tersebut. Namun, muncul pertanyaan, bagaimana hukum sikat gigi saat puasa?

Menurut Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zain, berkumur dan sikat gigi saat berpuasa hukumnya makruh. Makruh berarti perbuatan yang tidak disukai, tetapi tidak berdosa jika dilakukan. Meskipun makruh, berkumur dan sikat gigi saat puasa tidak membatalkan puasa.

‎ ومكروهات الصوم ثلاثة عشر: أن يستاك بعد الزوال

Artinya; Tiga Belas Hal yang Makruh Dilakukan Saat Puasa: Menggosok gigi setelah waktu zuhur.

Meskipun menyikat gigi saat berpuasa diperbolehkan, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab menjelaskan bahwa perlu adanya kehati-hatian saat menggosok gigi. Hal ini karena dikhawatirkan adanya material yang masuk ke tenggorokan, baik air, pasta gigi, atau bulu sikat gigi. Jika material tersebut tertelan, baik disengaja maupun tidak, maka puasa akan batal.

Oleh karena itu, penting untuk memastikan tidak ada material yang masuk ke tenggorokan saat menyikat gigi. Gunakan sedikit air dan pasta gigi, dan berkumurlah dengan hati-hati. Pilihlah sikat gigi dengan bulu yang lembut untuk menghindari iritasi pada gusi.

لو استاك بسواك رطب فانفصل من رطوبته أو خشبه المتشعب شئ وابتلعه افطر بلا خلاف صرح به الفورانى وغيره

Artinya; “Jika sesuatu menempel pada gigi selain siwak, baik basah karena air liur atau karena kayu siwak yang bercabang, kemudian tertelan, maka orang yang berpuasa batal puasanya. Hal ini tidak diperselisihkan oleh para ulama, seperti yang dijelaskan oleh Al-Furani dan lainnya.

Bagi umat Islam yang berpuasa, menjaga kebersihan mulut dan gigi tetap penting. Namun, waktu menggosok gigi saat berpuasa perlu diperhatikan agar tidak membatalkan puasa.

Solusinya, demi kehati-hatian, dianjurkan untuk menggosok gigi sebelum waktu imsak tiba. Hal ini memastikan bahwa tidak ada air atau pasta gigi yang tertelan saat menggosok gigi, sehingga puasa tetap sah.

Demikian penjelasan hukum sikat gigi saat puasa yang hukumnya adalah makruh. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

5 Kesalahan ketika Berpuasa yang Sering Dilakukan

Ramadan adalah bulan umat Islam yang paling mulia. Ia adalah bulan diturunkannya sebuah kitab pedoman hidup seluruh manusia. Bulan ditutupnya pintu-pintu neraka. Bulan dibelenggunya setan-setan yang membisiki keburukan kepada manusia. Bulan yang terdapat suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Dan bulan kesempatan bagi kita semua untuk memperbaiki diri, bertobat, bermuhasabah, dan kembali menyegarkan keimanan kita untuk menyadari bahwasanya kita sedang berada dalam sebuah perjalanan, perjalanan menuju kampung akhirat, tempat kita semua kembali.

Tidak diragukan lagi, orang yang berpuasa di bulan Ramadan dijanjikan berbagai keutamaan, seperti dijauhkan dari api neraka [1], dimudahkan jalan menuju surga [2], puasanya menjadi syafaat penolong dirinya di hari kiamat [3], dan penghapus dosa yang telah dilakukan [4].

Namun, untuk meraih berbagai keutamaan tersebut, kita perlu menghindari beberapa kesalahan yang dilakukan sebagian orang. Yang dapat membuat kita tidak mendapatkan bermacam keutamaan tersebut dan dapat membuat bulan Ramadan gagal menjadi madrasah pendidikan bagi diri kita. Sehingga, kita tidak mendapatkan manfaat dari atmosfer ibadah pada bulan Ramadan.

Kesalahan pertama: Masih melakukan hal-hal haram

Sebagian orang berpuasa dari makan, minum, dan berhubungan biologis, tetapi tidak berpuasa dari hal-hal yang haram. Seperti gibah, mengadu domba, berucap kata-kata kotor, berbohong, mencela dan merendahkan orang, menipu, iri hati kepada nikmat orang lain, dan ucapan serta perbuatan haram lainnya.

Jika kita masih melakukan hal-hal haram tersebut, walaupun kita menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, kita akan kehilangan hikmah serta konsep puasa itu sendiri. Sebab, puasa merupakan pendidikan bagi pelakunya. Maka, tidak masuk akal jika Allah menyuruh kita menahan diri dari hal yang mubah, seperti makan dan minum, tetapi malah kita terjang hal-hal yang haram.

Bahkan, beberapa ulama berpendapat melakukan hal-hal haram bisa membatalkan puasa. Di antaranya Ibnu Hazm [5] rahimahullah, yang berdalil menggunakan hadis riwayat Ahmad no. 22545 tentang dua orang perempuan yang Nabi ﷺ katakan puasanya batal sebab melakukan hal haram. Tetapi, yang tepat adalah hadis tersebut hukumnya lemah, menurut pendapat Syaikh Al-Albani [6], sehingga tidak bisa dijadikan dalil. Sehingga, yang benar adalah melakukan hal-hal yang haram tidak membatalkan puasa, namun dapat menghilangkan pahala puasa.

Intinya, meskipun tidak membatalkan puasa, melakukan hal-hal haram saat berpuasa menghilangkan pahala puasa pelakunya. Sehingga, yang ia dapatkan hanya lapar dan haus. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ,

من لم يدعْ قول الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشراب

Siapa yang berpuasa, namun tidak meninggalkan dan masih mengucapkan kebohongan dan tuduhan yang tidak benar, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makan dan minum.[7]

Kesalahan kedua: Berakhlak buruk

Sebagian orang yang berpuasa menjadi temperamen, cepat emosi, dan mudah tersinggung. Menjadi galak terhadap keluarganya, sering mengumpat kepada orang lain, serta perilakunya keras dan kasar. Maka, ini semua bertentangan dengan hikmah dilaksanakannya puasa. Sebagaimana yang Nabi ﷺ sabdakan,

والصيام جُنَّة، فإذا كان يوم صوم أحدِكُم فلا يَرْفُثْ ولا يَصْخَبْ فإن سَابَّهُ أحَدٌ أو قَاتَلَهُ فليَقل: إنِّي صائم

Puasa adalah perisai. Maka, pada hari salah seorang kalian berpuasa, janganlah ia bicara kotor dan jangan teriak-teriak (memancing keributan). Jika seseorang mencela atau memusuhinya, hendaknya ia mengatakan, ‘Aku sedang puasa.’[8]

Kesalahan ketiga: Bermalas-malasan di siang hari Ramadan

Sebagian orang menjadikan bulan Ramadan sebagai kesempatan untuk bermalas-malasan dengan alasan lemas dan kurang energi. Padahal, orang-orang yang pertama masuk Islam tidaklah demikian. Bahkan, mayoritas peperangan yang terjadi di awal-awal dakwah Islam terjadi di bulan Ramadan, seperti perang Badr (2 H), Fathu Makkah (8 H), perang Al-Qadisiyyah (15 H), dan lainnya.

Sebagian orang juga menjadikan Ramadan sebagai kesempatan untuk tidur sepanjang hari, dengan berdalil menggunakan hadis,

نوم الصائم عبادة

Tidurnya orang yang puasa adalah ibadah.[9]

Padahal, hadis ini adalah hadis lemah [10], tidak bisa digunakan sebagai dalil. Maka, orang yang puasa seharusnya memanfaatkan Ramadan sebagai penambah amal saleh yang dilakukan dengan semangat.

Kesalahan keempat: Banyak makan dan minum

Betapa banyak dari kita yang sibuk mencoba jenis-jenis makanan yang tidak muncul, kecuali pada bulan Ramadan. Sore hari yang harusnya digunakan untuk membaca Al-Qur’an, berzikir, mengingat Allah, malah digunakan sebagai waktu berburu makanan. Kemudian, pada waktu buka puasa, dia makan sekenyang-kenyangnya, sehingga salat Magrib, Isya, dan Tarawih menjadi terasa berat. Maka, tentunya sibuk berburu kuliner dan banyak makan menafikan hikmah berpuasa.

Kesalahan kelima: Kendur beribadah di akhir Ramadan

Banyak di antara kita yang menghidupkan awal hari bulan Ramadan, tetapi mulai kendur semangatnya di hari-hari terakhir. Bisa kita lihat, masjid pasti penuh ketika hari pertama Ramadan, kemudian berkurang pada hari kedua, dan seterusnya hingga 10 hari terakhir Ramadan yang harusnya momen paling krusial, malah paling sepi. Padahal, salah satu sebab mengapa kita harus semangat beribadah di bulan Ramadan adalah karena ada malam lailatul qadar. Sedangkan malam itu ada di sepuluh malam terakhir, tetapi sepuluh malam terakhir malah momen paling sepi saat Ramadan. Maka, ini merupakan cerminan ketidakpahaman kita terhadap keutamaan bulan Ramadan. Kebanyakan kita hanya ikut arus. Jika orang-orang sibuk siap-siap lebaran, kita ikut. Jika orang-orang sibuk pulang kampung, kita juga ikut repot pulang kampung. Bukan berarti maksudnya kita tidak boleh memeriahkan Idulfitri dan silaturahim kepada sanak keluarga di kampung. Maka, sepatutnya kita tetap semangat hingga akhir bulan Ramadan, bahkan harus semakin meningkat. Sehingga, ketika kita keluar bulan Ramadan, kita senantiasa istikamah melaksanakan kebiasaan baik yang telah terbentuk di bulan Ramadan.

***

Penulis: Faadhil Fikrian Nugroho

Sumber: https://muslim.or.id/92514-5-kesalahan-ketika-berpuasa-yang-sering-dilakukan.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Cara Mengingat Kematian Menurut Imam Al-Ghazali

Ahli taubat akan banyak mengingat kematian hingga tumbuh dan bersemi rasa takut pada Allah di hatinya, berbeda dengan orang yang sibuk urusan dunia

KEMATIAN adalah sesuatu yang pasti terjadi kepada setiap makhluk Allah Swt. Sayangnya hanya sedikit orang mau mengingat kematian.

Menurut Imam al-Ghazali, dalam mengingat kematian manusia terbagi menjadi tiga macam: Pertama, orang yang tenggelam dalam urusan dunia. Kedua, orang yang ahli taubat. Ketiga, orang yang ‘arif.

Seseorang yang tenggelam dalam dunia ia tidak akan pernah mengingat kematian. Kalaupun mengingatnya maka mereka mengingatnya dalam rangka menyayangkan dunia yang dikumpulkan dan hiruk pikuk kenikmatan di dalamnya.

Mengingat kematian dengan cara demikian justru membuatnya semakin jauh dari Allah. Meski demikian, mengingat kematian tetap memberi manfaat bagi mereka yaitu setidaknya muncuk kesadaaran akan fananya kehidupan dunia.

Hanya saja kenikmatan dan kelezatan dunia telah menguasai dirinya.

Adapun seorang ahli taubat mereka banyak mengingat kematian hingga tumbuh dan bersemi rasa takut kepada Allah di hatinya. Kadang kala terbesit di hatinya rasa tidak suka terhadap kematian, sebab kekhawatiran mereka jika kematian tiba-tiba datang di saat mereka belum menyempurnakan taubat dan menyiapkan bekal.

Rasa ketidaksukaan terhadap kematian seperti ini merupakan sesuatu yang dapat dimaafkan. Ia tidak termasuk dalam hadis Rasulullah ﷺ;

مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ ، وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ

“Barangsiapa yang tidak suka bertemu Allah, maka Allah pun tidak suka bertemu dengannya.” (HR: Bukhari)

Karena sejatinya mereka bukan tidak suka bertemu Allah namun mereka takut tidak sempat menyempurnakan kekurangan dan kelalaiannya saat bertemu dengan-Nya.

Mereka seumpama seorang yang terlambat menemui kekasihnya karena sibuk menyiapkan pertemuan dengan hal-hal yang disukai sang kekasih.

Ciri orang yang demikian adalah mereka selalu menyiapkan diri untuk menghadap Allah dan tidak menyibukkan diri dengan selainnya, jika tidak demikian maka mereka termasuk orang yang tenggelam dalam urusan dunia.

Sedangkan seorang yang arif adalah mereka yang selalu mengingat kematian karena kematian bagi mereka merupakan hari pertemuan mereka dengan Kekasihnya.

Seorang yang telah jatuh cinta takkan mungkin sedetikpun melupakan hari pertemuan dengan Sang Kekasih. Sering kali mereka justru diberi umur panjang padahal mereka sangat menginginkan segera meninggalkan dunia, tempat tinggal para ahli maksiat, menetap di sisi Allah Tuhan semesta alam.

Sebagaimana yang diriwayatkan dari Hudzaifah menjelang ajalnya;

حبيب جاء على فاقة لا أفلح من ندم، اللهم إن كنت تعلم أن الفقر أحب إلي من الغنى والسقم أحب إلي من الصحة والموت أحب إلي من العيش فسهل علي الموت حتى ألقاك

“Seorang yang jatuh cinta datang dengan membawa ketidakberdayaan. Aku tidak akan selamat dari penyesalan. Ya Allah, apabila Engkau tahu bahwa kefakiran lebih aku cintai dari kekayaan, kondisi sakit lebih aku cintai dari sehat, kematian lebih aku cintai dari kehidupan, maka mudahkanlah kematianku sehingga aku bisa bertemu dengan-Mu.” (Ihya’ Ulumuddin, 4/477).

Maka seorang ahli taubat diampuni dari ketidaksukaannya terhadap kematian, sedangkan seorang arif diampuni dari kecintaannya terhadap kematian.

Menurut Imam al-Ghazali terdapat tingkatan lagi yang lebih tinggi lagi daripada itu, yaitu seorang yang menyerahkan semua urusannya kepada Allah. Ia tidak memilih untuk hidup atau mati.

Ia menjadikan apa yang dikehendaki Tuhannya sebagai sesuatu yang dicintainya. Rasa cintanya telah mengantarkannya kepada maqam berserah diri dan ridha. Itulah puncak dari seluruhnya.

Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kenikmatan.”  Sebab dengan mengingatnya kita mampu mempersempit kenikmatan hingga kemudian benar-benar terputus dari kebutuhan terhadapnya lalu menghadapkan diri hanya kepada Allah.

Cara Mengingat Kematian

Cara mengingat kematian adalah dengan mencoba mengosongkan hati dan pikiran dari selain mengingat kematian. Laksana seorang musafir yang hendak melakukan perjalanan melewati medan berbahaya, pastilah ia tidak akan berfikir kecuali tentangnya.

Ketika ia memulai perjalanan maka selalu terbesit kematian dalam benaknya. Maka orang yang demikian tidak mudah terpengaruh dengan dunia, sehingga tidak tersisa rasa senang dan gembira terhadap dunia kecuali sedikit.

Cara yang paling bermanfaat untuk mengingat kematian adalah dengan mengingat sahabat dan orang-orang di sekitar yang telah pergi mendahului. Mengingat-ingat bagaimana kematian mereka dan tempat tinggal mereka kini dalam gundukan tanah.

Mengingat-ingat bagaimana wajah dan bentuk mereka saat aktif dalam hiruk pikuk kehidupan dan bagaimana tanah telah menghapus keindahan bentuk dan wajahnya saat ini. Bagaimana tubuhnya telah tercerai-berai di dalam kubur.

Bagaimana istrinya menjadi janda, anaknya menjadi yatim, hartanya menjadi surut. Bagaimana masjid-masjid dan majelis-majelis sepi dari mereka, bekas dan jejak peninggalan mereka menjadi semakin menghilang.

Maka ketika seseorang mengingat keadaan orang lain yang sudah wafat dan mendetailkan keadaannya dalam pikiran seperti; bagaimana keadaan kematiannya, kefanaan bentuk tubuhnya, semangat dan obsesinya untuk terus hidup, kelengahannya dalam menghadapi kematian, ketergantungannya terhadap selain Allah, kepercayaan dirinya terhadap kekuatan dan masa mudanya, kecenderungannya terhadap tawa dan canda tanpa mewaspadai datangnya kematian yang tiba-tiba.

Bagaimana dahulu ia dapat berjalan kesana kemari namun sekarang kaki dan seluruh persendiannya telah hancur. Bagaimana dahulu ia fasih berbicara namun sekarang belatung telah menggerogoti lidahnya.

Bagaimana dahulu ia tertawa namun sekarang tanah telah menghancurkan gigi-giginya. Bagaimana sebulan terakhir ia sibuk menyiapkan apa yang tidak ia butuhkan dan lalai dari kematian hingga kematian datang dalam keadaan ia tidak menyadarinya.

Dibukalah tabir kedua matanya untuk melihat malaikat pencabut nyawa. Diperdengarkanlah telinganya dengan sebuah panggilan menuju surga atau neraka.

Maka pada saat itu ia dapat menyadari bahwa dirinya tidak jauh berbeda dengan orang yang telah meninggal, kelalainnya tidak jauh berbeda dengan kelalaian mereka dan akhir kehidupannya juga akan seperti akhir kehidupan mereka.

Abu Darda` berkata; “Apabila engkau mengingat seorang yang meninggal dunia maka persiapkanlah dirimu sebagaimana mereka.”

Ibnu Mas’ud berkata; “Orang yang bahagia (ahli surga) adalah orang yang mengambil pelajaran dari selain dirinya.”

‘Umar bin ‘Abdul Aziz berkata; “Tidakkah kalian memperhatikan bahwa setiap hari kalian mengurus jenazah dan meletakkan mereka dalam sebuah lubang di tanah beralaskan debu, meniggalkan orang yang dicintai dan memutuskan amal perbuatan.”

Dengan senantiasa merenungi hal tersebut, ditambah dengan mengunjungi kuburan dan menjenguk orang sakit maka seseorang akan terus memperbaharui ingatannya terhadap kematian hingga rasa-rasanya kematian hadir di hadapannya. Dalam kondisi tersebut kecil kemungkinan seseorang akan menggantungkan dirinya pada dunia.

Meski demikian, sebersih apapun hati manusia, pasti ia pernah senang terhadap dunia. Dalam keadaan demikian seyogyanya ia segera menyadari bahwa ia pasti akan menginggalkan dunia.

Suatu ketika Ibnu Muthi’ pernah merasa takjub dengan keindahan rumahnya lalu tiba-tiba menangis. Lantas ia berkata; “Demi Allah kalau bukan karena kematian aku pasti telah bahagia karenamu. Kalaulah bukan karena sempitnya kuburan yang akan aku tempati tentulah dunia akan menyejukkan pandangan mataku.” Lalu ia menangis dengan sangat keras.*/Auliya El-Haq, LC, pengajar STAI Luqmanul Hakim PP Hidayatullah Surabaya

HIDAYATULLAH

Peran Doa dalam Menumbuhkan Optimisme

Doa dapat menumbuhkan optimisme.

Ahli tafsir Alquran, Prof Quraish Shihab dalam bukunya “Shijab & Shihab” mengatakan ada hal penting lainnya dari doa selain hubungam dengan Allah SWT. Menurutnya, doa dapat menumbuhkan optimisme kepada mereka yang melakukannya.

Prof Quraish mengungkapkan terlepas dari  doa tersebut dikabulkan atau tidak oleh Allah SWT, doa memiliki banyak manfaat salah satunya ialah menumbuhkan optimisme. Menurutnya meskipun optimisme itu muncul hanya sesaat namun itu lebih baik daripada hidup dengan pesimisme.

Prof Quraish bahkan mengungkapkan bahwa kedahsyatan doa dalam menumbuhkan optimisme tak hanya diungkapkan oleh agamawan Islam. Tetapi peraih hadiah nobel Alexis Carrel juga pernah mengungkapkan tentang manfaat doa kepasa pasien sakit.

Carrel mengatakan bahwa sekian banyak pasiennya yang sudah dianggap tak akan sembuh dari penyakitnya. Namun dengan kekuatan doa mereka meruntuhkan penilaiannya dan mereka sembuh dari penyakitnya.

Prof Quraish memberikan saran tata cara yang sempurna dalam berdoa. Ia mengatakan berdoa harus diawali dengan memuji Allah SWT. Setelah itu, bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW. Sebab Nabi Muhammad adalah manusia yang paling dicintai Allah SWT.

Setelah selesai memuji Allah dan membaca sholawar, kata Prof Quraish, barulah memohon kepada Allah atas dirinya dan orang lain. Disarankan agar memohon untuk kepentingan di dunian dan akhirat. Lalu hendaknya mengakhiri doa dengan ucapan Alhamdulillah dengan seakan-akan mengatakan tetap memuji Allah atas nikmat yang diberikan.

Bulan puasa Allah perintahkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 183. Kemudian pada ayat 186, Allah akan mengabulkan mereka yang berdoa.

وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌ ۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ

Wa iżā sa’alaka ‘ibādī ‘annī fa innī qarīb(un), ujību da‘watad-dā‘i iżā da‘ān(i), falyastajībū lī walyu’minū bī la‘allahum yarsyudūn(a).

Artinya: “Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

Tafsir Tahlili dalam Quran Kemenag menjelaskan bahwa ayat ini memerintahkan agar manusia berdoa kepada Allah SWT. Namun pada akhir ayat ini, Allah juga menekankan agar manusia menjalankan perintah dan beriman agar selalu mendapatkan petunjuk.

Dalam sebuah hadis menerangkan yang berkaitan dengan doa seperti: 

 ثَلاَثَـةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ: اْلإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ (رواه مسلم) 

“Tiga macam orang tidak ditolak doanya, yaitu Imam yang adil, orang yang sedang berpuasa hingga ia berbuka dan doa seorang yang teraniaya.” (Riwayat Muslim).

IHRAM

Apakah Surga dan Neraka Sudah Ada Penghuninya?

Pertanyaan:

Apakah surga dan neraka sudah ada penghuninya sekarang?

Jawaban:

Alhamdulillahi hamdan katsiran thayyiban mubarakan fihi, ash-shalatu wassalamu ‘ala alihi wa shahbihi. Amma ba’du.

Pertama perlu dipahami bahwa di antara akidah Ahlussunnah wal Jama’ah adalah meyakini adanya surga dan bahwa surga telah Allah ciptakan. Allah ‘azza wa jalla berfirman,

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Surga yang telah disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS. Ali Imran: 133).

Dalam ayat yang lain disebutkan,

أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ

“Surga telah disediakan untuk orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya” (QS. An-Najm: 13-15).

Imam Qurthubi rahimahullah menjelaskan saat menafsirkan ayat ini,

وعامة العلماء على أن الجنة مخلوقة موجودة، لقوله (( أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ)). وهو نص في حديث الإسراء وغيره في الصحيحين و غيرهما

“Seluruh ulama meyakini bahwa surga telah tercipta dan telah ada sekarang. Berdasarkan firman Allah ta’ala, (yang artinya) “telah disediakan untuk orang-orang yang bertakwa“. Dan ini ditegaskan dalam hadis yang menceritakan tentang Isra’ Mi’raj yang terdapat dalam Shahihain maupun kitab hadis lainnya” (Al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an, 5/316).

Allah ta’ala juga berfirman tentang surga, ketika menceritakan peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,

وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَىٰ عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَىٰ عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَىٰ 

“Dan sesungguhnya Muhammad melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) sekali lagi. Di sisi Sidratul Muntaha. Di sisi Sidrotul Muntaha ada surga, tempat tinggal orang-orang mukmin” (QS. An-Najm: 13-15).

Dan kita juga mengetahui bahwa kakek moyang kita yaitu Nabi Adam ‘alaihissalam dan istrinya dahulu tinggal di surga. Berarti surga telah ada. Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

احْتَجَّ آدَمُ وَمُوسَى عليهما السَّلَامُ عِنْدَ رَبِّهِمَا، فَحَجَّ آدَمُ مُوسَى، قالَ مُوسَى: أَنْتَ آدَمُ الذي خَلَقَكَ اللَّهُ بِيَدِهِ وَنَفَخَ فِيكَ مِن رُوحِهِ، وَأَسْجَدَ لكَ مَلَائِكَتَهُ، وَأَسْكَنَكَ في جَنَّتِهِ، ثُمَّ أَهْبَطْتَ النَّاسَ بِخَطِيئَتِكَ إلى الأرْضِ

“Nabi Adam dan Nabi Musa ‘alaihimassalam pernah berdebat di sisi Allah, ketika itu Nabi Adam berhasil mengalahkan argumen Nabi Musa. Nabi Musa berkata: “Wahai Adam, engkaulah orang yang Allah ciptakan langsung dengan Tangan-Nya, dan Allah meniupkan ruh-Nya kepadamu, dan memerintahkan para Malaikat untuk bersujud kepadamu, dan Allah juga telah memberimu kesempatan untuk tinggal di surga-Nya, kemudian engkau karena dosamu menurunkan seluruh manusia (anak keturunanmu) ke bumi.’” (HR. Muslim no. 2652)

Dalil-dalil ini serta dalil yang lainnya menunjukkan secara pasti bahwa surga telah ada dan telah Allah ciptakan.

Dengan demikian konsekuensinya surga telah ada penghuninya berupa kenikmatan-kenikmatan surga. Seperti bidadari surga, sungai-sungai, rumah-rumah, pohon-pohon, buah-buahan, minuman berupa susu, khamr, madu, pakaian sutera, perhiasan, dan kenikmatan lainnya. Dan semua ini sudah siap dinikmati bahkan sudah pernah dinikmati oleh kakek moyang kita yaitu Nabi Adam ‘alaihissalam dan istri beliau.

Allah ta’ala berfirman:

فِيْهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍغَيْرِ ءَاسِنٍ وَ أَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَ أَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِّلشَّارِبِيْنَ وَ أَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى وَلَهُمْ فِيْهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ

“Di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring. Dan di dalamnya mereka memperoleh segala macam buah-buahan.” (QS. Muhammad : 15).

Allah ta’ala berfirman:

وَحُورٌ عِينٌ . كَأَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُونِ

“Dan ada bidadari-bidadari yang bermata indah, laksana mutiara yang tersimpan baik” (QS. Al-Waqi’ah 22 – 23).

Sebagaimana firman Allah:

كَذَلِكَ وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ

“Demikian juga kami nikahkan mereka dengan para bidadari surga” (QS. Ad-Dukhan: 54)

Allah ta’ala berfirman:

وَفَاكِهَةٍ كَثِيرَةٍ لَا مَقْطُوعَةٍ وَلَا مَمْنُوعَةٍ

“Dan di surga terdapat buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti (berbuah) dan tidak terlarang mengambilnya.” (QS. Al-Waqiah: 32-33),

Allah ta’ala berfirman,

يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ

“Di surga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutera.” (QS. Al-Hajj: 23).

Adapun penghuni surga berupa manusia, maka sekarang belum ada sama sekali. Mereka akan masuk surga kelak di hari Kiamat. Semoga kita termasuk di antaranya. 

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menjelaskan:

أما الآن ما هو إلا الحياة البرزخية فدخول الجنة والنار مؤقت بالحساب حتى البعث يوم القيامة كلهم لكن أرواحهم لها نعيم خاص كما قال عليه السلام: ( أرواح الشهداء في حواصل طيور خضر تعلق من ثمر الجنة ) . وكذلك أرواح المؤمنين في بطون طيور خضر تعلق من ثمر الجنة فهذا نعيم روحي ؛ أما النعيم البدني والروحي معا وكذلك الجحيم فذلك لا يكون إلا بعد البعث والنشور .

“Adapun sekarang, bagi manusia yang sudah meninggal tidak ada kehidupan kecuali di alam barzakh. Surga dan neraka ditentukan oleh hisab dan hisab itu terjadi di hari Kiamat. Semua manusia demikian termasuk para Nabi. Namun arwah-arwah mereka mendapatkan nikmat khusus sebagaimana disebutkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wasallam: “Arwahnya para syuhada ada di tembolok-tembolok burung hijau yang bertengger di pohon-pohon surga” (HR. At-Tirmidzi no.1641).

Demikian juga arwah orang-orang yang beriman, mereka ada di tembolok burung hijau yang bertengger di pohon surga. Ini adakah nikmat yang dirasakan oleh ruh mereka. Adapun nikmat yang dirasakan oleh ruh dan badan, demikian juga azab, ini akan dirasakan setelah hari kebangkitan. 

فإن الجنة ليس فيها أحد من البشر الآن وسيدخلها المؤمنون، وأول من يدخلها هو نبينا محمد صلى الله عليه وسلم، فهو أول من يقرع بابها، وأول من يؤذن له بالدخول بعد ما ينشق عنه قبره ويخرج من الأرض، فقد روى الترمذي وغيره أنه صلى الله عليه وسلم قال: أنا أول من يدخل الجنة يوم القيامة

“Maka di surga sekarang tidak ada manusia seorang pun. Dan surga akan dimasuki pertama kali oleh orang-orang yang beriman. Dan orang pertama yang akan memasukinya adalah Nabi kita Muhammad shallallahu’alaihi wasallam. Beliau yang pertama kali akan mengetuk pintu surga. Dan beliau yang pertama kali diizinkan masuk ke surga setelah kuburan beliau terbelah dan beliau dibangkitkan dari kuburnya di hari Kiamat. Dalam hadis riwayat At-Tirmidzi dan lainnya, bahwa beliau shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Aku adalah orang yang pertama kali akan masuk ke surga di hari Kiamat” (HR. Ahmad no.12469)” 

(Silsilah Huda wan Nur, no.28).

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik. 

Washallallahu ’ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi wa sallam.

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom. 

***

KONSULTASI SYARIAH

Implementasikan Konsep At-Tasamuh di Bulan Ramadan, Beribadah dan Berbuat Baik ke Sesama

Bulan Ramadan kembali hadir, membawa momen spiritual yang selalu ditunggu-tunggu seluruh umat Islam di Indonesia dan seluruh dunia. Tak hanya memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, namun juga kesempatan untuk memperkuat toleransi dan kerukunan antarumat beragama.

Membahas tentang konsep keseimbangan Hablumminallah (hubungan dengan Allah) dan Hablumminannas (hubungan dengan sesama manusia), Kepala Bidang Penyelenggaraan Peribadatan Masjid Istiqlal Jakarta, KH. Bukhori Sail Attahiri menjelaskan pentingnya dua hal ini dijalankan secara bersama tanpa meninggalkan salah satunya.

“Ada yang hanya mementingkan hubungan dirinya dengan Allah, artinya ibadahnya kelihatan rajin banget, tapi tidak peduli dengan tetangganya. Dia justru merasa dirinya itu lebih hebat dari tetangganya yang ibadahnya tidak kelihatan sepertinya. Orang yang demikian bisa dipastikan salah dalam memahami esensi bulan Ramadan,” terang KH. Bukhori di Jakarta Rabu (13/3/2024).

Menurutnya, seorang muslim yang menjalankan puasa tidak bisa mengesampingkan pentingnya berbuat baik pada sesama manusia, atau yang juga dikenal dengan istilah hablumminannas. Berbuat baik terhadap sesama manusia juga berarti saling menghormati antara umat Islam yang berpuasa dengan mereka yang tidak menjalankannya.

  1. Bukhori juga mengatakan bahwa konsep toleransi sebenarnya juga diajarkan dalam Islam. Islam mengenalnya dengan istilah at-tasamuh.Mendalami konsep ini, manusia diajarkan untuk tidak semena-mena lalu melanggar hak dari mereka yang dianggap berbeda.

“Karena kita ini hidup dalam suasana yang damai, berbeda kalau kita sedang dalam situasi perang ya, itu lain lagi kaidahnya. Hidupnya kita di negara Indonesia yang kondusif dan dinaungi oleh peraturan hukum yang berlaku, maka kita semuanya mengacu kepada regulasi Pemerintah serta nilai dan norma masyarakat yang ada,” jelas KH. Bukhori.

Agar rasa toleransi dapat dihayati oleh masing-masing individu, ia juga menyoroti pentingnya saling mengerti dan memahami. Dengan demikian, masyarakat Indonesia bisa tetap kondusif walaupun berbeda suku, golongan, hingga keyakinan.

Menurutnya, semua elemen masyarakat harus saling mengingatkan apabila terjadi keresahan yang ditimbulkan pihak tertentu. Manakala ada satu oknum saja yang bikin onar, dampak buruknya bisa ikut dirasakan masyarakat yang lain.

  1. Bukhori mencontohkan, dulu ada berita orang yang melakukan salat di tengah jalan, sehingga membuat lalu lintas di suatu tempat menjadi terganggu.

“Ibadah salat itu memang kewajiban kita sebagai muslim dan itu bentuk penghambaan manusia kepada Allah. Tapi pelaksanaan salat di tengah jalan tentu tidak dibenarkan karena mengganggu lalu lintas. Dia hanya mengedepankan hubungan dirinya dengan Allah, tapi tidak memperhatikan hak-hak manusia lainnya untuk berlalu lintas. Oknum yang demikian bisa dikatakan ilmu agama dan pemahaman keislamannya masih rendah,” imbuh KH. Bukhori.

Dirinya pun berpesan pada umat Islam agar dapat menjadikan ibadah puasa di tahun ini sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri. Walaupun diharuskan menahan lapar dan haus, ibadah puasa tidak hanya menyoal perkara jasmani, namun juga sebagai sarana perbaikan aspek rohani.

Ia menambahkan bahwa menjalankan puasa berarti harus menghindari berprasangka atau bahkan mengatakan keburukan tentang orang lain (ghibah). Jika melakukannya, berarti puasanya tidak sempurna karena hanya memperhatikan aspek jasmani namun meninggalkan kerohaniannya, khususnya dalam menjaga lisan dari perkataan yang buruk.

“Andaikata kita makan atau minum ketika menjalankan ibadah puasa, maka puasanya batal. Ketika kita sanggup menahan untuk tidak makan atau minum hingga waktu berbuka tiba, namun kita masih menyibukkan diri kita dengan memperbincangkan kejelekan orang lain, maka sulit untuk mengatakan bahwa puasa kita ada nilai pahalanya,” tambah KH. Bukhori.

Ia menegaskan, jika dalam berpuasa masih menyakiti orang lain melalui perkataan atau perbuatan, maka sebenarnya yang demikian tidak menghayati puasanya. Orang yang sungguh-sungguh dalam ibadah puasa adalah mereka yang mencari ridha Allah SWT sekaligus menjaga kerukunan dengan sesama manusia.

Menurut KH. Bukhori, keberhasilan dalam menjalankan ibadah puasa akan menunjukkan kadar ketakwaan seseorang di hadapan Allah. Dalam ajaran Islam, orang yang bertakwa adalah orang-orang yang bisa memilih yang terbaik dan menghindari yang dilarang oleh Tuhannya.

“Manusia yang bisa menjauhi apa yang dilarang oleh Allah SWT adalah yang dapat dikatakan bertakwa. Memiliki ketakwaan berarti punya kesadaran dan berupaya melalui tindakan preventif, supaya ia tidak termasuk dalam jurang yang dilarang oleh Allah SWT,” pungkas KH. Bukhori.

ISLAMKAFFAH

Telaah Makna Hadis Qudsi, Puasa Itu Milik Allah

Salah satu hadis yang populer perihal keutamaan puasa dibandingkan dengan ibadah lain, adalah bahwa pahala puasa itu milik Allah, dan Allah sendiri yang langsung akan membalasnya.  روى البخاري ومسلم وغيرهما من حديث أبي هريرة – رضي الله عنه ، قال : قال رسول الله ﷺ : قال الله – عز وجل – : كل عمل ابن آدم له الحسنة بعشر أمثالها إلى سبع مئة ضعف، قال الله – عز وجل – : إلا الصيام، فإنه لي، وأنا أجزي به، إنه ترك شهوته وطعامه وشرابة من أجلي ، للصائم فرحتان فرحة عند فطره، وفرحة عند لقاء ربه، ولخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك

Hadis ini menunjukkan keutamaan puasa dibandingkan dengan ibadah lainnya. Pahala puasa tidak seperti ibadah lain, melainkan Allah SWT sendiri yang akan membalasnya dengan pahala yang tidak terhingga. Lantas apa maksud dari hadis tersebut?

Hadis perihal keutamaan puasa bahwa Allah Swt sendiri yang akan membalasnya diriwayatkan oleh Imam Bukhari Dan Imam Muslim berikut:

 Artinya:” Al-Bukhari, Muslim dan lain-lain meriwayatkan dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu Dia berkata:” Rasulullah SAW bersabda:”Allah swt berfirman:”Untuk Setiap amal anak Adam, maka amal kebaikannya akan dibalas sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat, Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Agung berfirman:

”Kecuali puasa, itu untukku, dan aku akan membalasnya. Dia meninggalkan syahwatnya. ,makanan dan minuman demi Aku.” Orang yang berpuasa mempunyai dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka, dan kegembiraan ketika bertemu dengan Tuhannya, dan bau mulut orang yang berpuasa lebih baik di sisi Allah dari pada bau misik.”

Syaikh Syamsuddin Muhammad Bin Ahmad As Safarini Al Hanbali dalam kitabnya Kasyful Litsam Syarh Umdah Al Ahkam memberi penjelasan bahwa pengecualian pahala puasa dari ibadah lainnya menunjukkan bahwa pahala puasa lebih banyak dilipatgandakan pahalanya daripada ibadah ibadah lain. Karena puasa adalah ibadah yang melatih kesabaran. Dan pahala orang yang sabar tidak dapat dihitung. Penjelasan lengkapnya sebagai berikut:

فعلى الرواية الأولى يكون استثناء الصوم من الأعمال المضاعفة، فتكون الأعمال كلها تضاعف بعشر أمثالها إلى سبع مئة ضعف، إلا الصيام، فإنه لا ينحصر تضعيفه في هذا العدد، بل يضاعفه الله أضعافاً كثيرة بغير حصر عدد؛ فإن الصيام من الصبر، وقد قال تعالى : ﴿ إِنَّمَا يُوَفَى الصَّبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ ﴾ [الزمر : ١٠]، ولهذا ورد عنه : أنه سمى شهر رمضان : شهر الصبر

Artinya:” Menurut riwayat yang pertama, puasa dikecualikan dari amalan yang dilipatgandakan, maka segala amalan dilipatgandakan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, kecuali puasa, karena penggandaannya tidak terbatas pada jumlah tersebut, melainkan Allah melipatgandakannya berkali-kali lipat tanpa membatasi jumlahnya karena Puasa adalah salah satu bentuk kesabaran, dan Allah SWT berfirman:

“Hanya orang-orang yang bersabarlah yang diberi pahalanya dengan penuh tanpa hisab” [Al-Zumar: 10], dan oleh karena itu diriwayatkan bahwa bulan Ramadhan juga dinamakan bulan kesabaran.”

Syaikh Al Hafidz Ibnu Rajab dalam kitab Lathaiful Ma’arif menafsirkan hadits qudsi tentang pahala puasa. Beliau mengatakan bahwa pahala puasa tidak dihitung seperti amal ibadah lainnya. Pahala puasa disimpan khusus oleh Allah SWT dan tidak dapat dibagikan untuk menebus dosa atau kezaliman.

Amal ibadah lain, seperti sholat, zakat, dan haji, dapat digunakan untuk menebus dosa. Namun, pahala puasa berbeda. Pahala puasa disimpan untuk membuka pintu surga bagi orang yang berpuasa. Dari pahala puasa inilah seseorang akan dimasukkan ke dalam surga. Penjelasan lengkapnya sebgai berikut:

قال الحافظ ابن رجب في كتابه لطائف المعارف» : ومن أحسن ما قيل على الرواية الثالثة  من كون الاستثناء يعود إلى التكفير بالأعمال : ما قاله سفيان بن عيينة – رحمه الله تعالى ؛ حيث قال : إن هذا من أجود الأحاديث وأحكمها، فإذا كان يوم القيامة، يحاسب الله عبده، ويؤدي ما عليه من المظالم من سائر عمله، حتى لا يبقى إلا الصوم، فيتحمل الله عز وجل – ما بقي عليه من المظالم، ويدخله بالصوم الجنة 

Artinya: Al-Hafiz Ibnu Rajab berkata dalam kitabnya Lata’if al-Ma’arif: “Salah satu yang terbaik yang pernah dikatakan mengenai narasi ketiga mengenai fakta bahwa pengecualian mengacu pada penebusan amal adalah apa yang dikatakan Sufyan bin Uyaynah berkata  semoga Allah Swt merahmatinya, beliau berkata:

“Ini adalah salah satu hadis yang paling baik dan bijaksana, sehingga ketika hari kiamat tiba, Allah akan meminta pertanggungjawaban hamba-Nya dan membayar kesalahan-kesalahan yang harus dia lakukan dari semua pekerjaannya, hingga tidak ada yang tersisa kecuali puasa, dan Allah akan menanggungnya. sisa kesalahannya dan memasukkannya ke surga dengan berpuasa.” (Kasyful Litsam Syaarh Umdah Al Ahkam halaman 21)

Demikian penjelasan tentang apa makna hadis qudsi “pahala puasa allah yang langsung membalasnya”? semoga bermanfaat Wallahu a’lam bissawab.

BINCANG SYARIAH

Kebahagiaan di Balik Ahli Quran

Al-Qur’an merupakan kalamullah yang redaksinya langsung bersumber dari Allah Ta’ala melalui Malaikat Jibril ‘alaihis salam untuk diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidakkah terpikirkan oleh kita, sejenak saja, tentang sebuah pertanyaan, “Kenapa kita ditakdirkan menjadi seorang muslim?” Sebuah pertanyaan yang sejatinya merupakan renungan agar kita bersyukur dengan sungguh-sungguh karena menyadari betapa besar nikmat Islam dan iman ini. Menjadi seorang muslim di mana Al-Qur’an merupakan pedoman hidup duniawi dan ukhrawi bagi kita adalah anugerah yang sangat agung yang patut kita syukuri setiap waktu.

Kitab suci yang mengandung segala hal yang berkaitan dengan kunci-kunci sukses dunia dan akhirat. Warisan yang amat berharga yang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam disebut sebagai pegangan yang dengannya kita tidak akan tersesat selamanya.

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

Aku telah tinggalkan kepada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Hadis ini disahihkan oleh Syekh Salim Al-Hilali di dalam At-Ta’zhim wa Al-Minnah fi Al-Intishar As-Sunnah, hal. 12-13)

Ajaibnya Al-Qur’an

Al-Qur’an, sebuah kitab di mana karena mentadaburinya, banyak ilmuwan cerdas (yang sebelumnya menganggap akal adalah di atas segalanya) serta merta tunduk kepada Islam dan menyatakan dirinya sebagai seorang muslim melalui syahadatain.

Kitab suci yang tidak ada satu makhluk pun yang mampu mendatangkan, walaupun satu saja dari 6236 ayat yang terkandung di dalamnya. Allah Ta’ala berfirman,

فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا وَلَنْ تَفْعَلُوْا فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِيْ وَقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ ۖ اُعِدَّتْ لِلْكٰفِرِيْنَ

Jika kamu tidak mampu membuatnya, dan (pasti) tidak akan mampu, maka takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 24)

Sebagai seorang muslim pun, membacanya saja kita mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

Siapa saja yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an, maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut. Satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya. Dan aku tidak mengatakan الم satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dan disahihkan di dalam kitab Shahih Al-Jami’, no. 6469)

Kalamullah yang mulia, dengannya para ahli Qur’an mendapatkan syafa’at karena banyak membacanya selama hidup di dunia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ

Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at kepada orang yang membacanya.” (HR. Muslim dari Abu Umamah Al-Bahily radhiyallahu ‘anhu.)

Penyebab hati yang berat

Namun, semulia-mulianya janji Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya melalui keagungan Al-Qur’an, ada saja yang masih enggan untuk menjadi seorang ahli Qur’an. Buktinya, meskipun telah mengetahui pahala yang berlipat ganda, rasanya masih ada rasa berat untuk benar-benar menjadikan Al-Qur’an sebagai prioritas dalam kehidupan.

Tak peduli bahwa seseorang itu telah mengkhatamkan ilmu tajwid, pernah belajar tahsin, ataupun sudah pernah hafal Al-Qur’an. Tetapi, kenapa kadangkala ada saja penghalang untuk membuka hati untuk benar-benar menjadi ahli Al-Qur’an?

Mungkin, termasuk kita yang sedang membaca artikel ini. Bolehlah kita sebentar bertanya, pada diri sendiri. Di manakah Al-Qur’anku kini? Kapan aku terakhir membacanya? Kapan terakhir aku mentadaburinya? Sudah rampungkah ilmu tajwid dan sudah benarkah bacaan Qur’anku? Dari puluhan tahun kesempatan hidup di dunia, sudah berapa ayat yang sanggup kuhafalkan dan masih tersimpan dalam memori hafalanku? Adakah hafalan baru yang kuterapkan dalam salatku?

Bahkan, renungkan dan tanyakan pada diri, kitakah orangnya yang kini benar-benar memahami keutamaan Al-Qur’an, tetapi masih belum tergerak untuk senantiasa menjadikannya pedoman hidup?

Saudaraku, mungkin, masih ada dosa yang menghalangi kita untuk melakukan amalan mulia itu. Sebagaimana disebutkan dalam Kitab Latha’iful Ma’arif, bahwa seseorang berkata kepada Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu,

ما نستطيع قيام الليل؟

Mengapa kami tidak mampu melakukan salat malam?

Beliau pun menjawab,

أقعدتكم ذنوبكم

Dosa-dosa kalian telah menghalangi kalian.” (Latha’iful Ma’arif, hal. 46)

Kebahagiaan di balik ahli Qur’an

Ada hal penting yang mungkin belum kita sadari tentang Al-Qur’an. Bahwa ketika hati kita tergerak untuk membacanya, sesungguhnya Allah Ta’ala sedang ingin berbicara kepada kita melalui perantara Al-Qur’an Al-Karim. Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

“Jika kamu telah mendengar bahwa Allah berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman’, maka fokuskanlah pendengaranmu, karena (di sana) terdapat kebaikan yang diperintahkan atau keburukan yang dilarang.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1: 374)

Membaca Al-Qur’an sama dengan membaca kalamullah. Kandungan Al-Qur’an berupa perintah dan larangan, kisah-kisah, peringatan tentang hari kiamat, tauhid, akidah, hukum, akhlak, ilmu pengetahuan, dan berbagai substansi mahapenting lainnya. Adalah kalimat-kalimat yang tak ternilai harganya jika kita mampu menghadirkan perasaan bahwa membaca dan mentadaburi Al-Qur’an tersebut berarti Allah sedang berbicara kepada kita.

Tidakkah hati ini bahagia tatkala mengetahui bahwa Allah Ta’ala sedang berbicara kepada kita?

Sebaliknya, terkadang kita enggan membacanya, bahkan menyentuh mushaf pun terasa amat berat. Padahal, kitab suci tersebut ada dekat dengan fisik kita, terletak manis di atas meja, atau terpampang kokoh di dalam lemari. Setiap hari kita bisa lihat. Namun, ada saja hal yang memalingkan kita dari menyentuhnya, membuka lembar demi lembar isi kandungannya, serta mambacanya.

Atau, ketika kita hidup di zaman dengan kecanggihan teknologi di mana belajar membaca Al-Qur’an tidak lagi menjadi perkara yang sulit. Justru sangat mudah bagi kita untuk dapat mengakses sumber-sumber pembelajaran yang berkualitas, bahkan kita dapat memperolehnya dengan cuma-cuma (gratis) seperti di channel-channel yang menyediakan konten belajar Al-Qur’an atau situs-situs website yang memberikan akses untuk mendapatkan e-book gratis untuk belajar. Lalu, kenapa hati ini masih berat untuk tergerak memanfaatkan fasilitas yang telah Allah anugerahkan kepada kita tersebut?

Allah Ta’ala berfirman,

خَتَمَ اللّٰهُ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ وَعَلٰى سَمْعِهِمْ ۗ وَعَلٰٓى اَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ

Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka dan penglihatan mereka telah tertutup.” (QS. Al-Baqarah: 7)

Maka, sadarilah bahwa bisa saja hal itu bermakna bahwa Allah Ta’ala sedang tidak ingin berbicara kepada kita. Tidakkah hati ini tergerak untuk segera berupaya mencari jalan agar mendapatkan kemudahan dalam membaca Al-Qur’an dan hati terdorong untuk selalu bersamanya?

***

Penulis: Fauzan Hidayat

Sumber: https://muslim.or.id/92197-kebahagiaan-di-balik-ahli-quran.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Zionis Berupaya Mengecoh Umat Islam untuk Beli Kurma Israel

Komisi Hak Asasi Manusia Islam (IHCR) memperingatkan umat Islam dan para pendukung Palestina agar tidak terkecoh Zionis yang berupaya menjual produk mereka dengan label yang menyesatkan.

Melalui sebuah video kampanye, IHCR memperingatkan umat Islam untuk tidak makan kurma Israel selama Ramadan ini. Lembaga HAM itu mengatakan demi menghadapi boikot, para produsen kurma Israel menggunakan cara-cara yang lebih licik untuk menjual produk mereka.

Cara-cara tersebut yakni dengan menggunakan nama-nama merek berbahasa Arab, menulis “Produk Palestina” pada label, atau bahkan menggunakan bendera Palestina. Kadang-kadang tidak ada pelabelan sama sekali – yang melanggar hukum.

Tanda peringatan lainnya adalah harga kurma Israel mungkin lebih murah daripada kurma Palestina karena pemerintah Israel memberikan subsidi kepada perusahaan-perusahaan tersebut.

Inggris adalah pasar kurma terbesar kedua di Israel dan sebagian besar kurma Medjool berasal dari Israel. Selain itu, hampir semua kotak kurma tanpa label berasal dari Israel.

IHRC mengatakan bahwa konsumen perlu memeriksa label untuk mengetahui asal barang karena rincian kontak produsen/importir harus ada pada label. Jika ragu, konsumen harus menghubungi importir untuk mendapatkan klarifikasi mengenai asal kurma tersebut.

Jika kemasan tidak secara jelas menunjukkan asal barang atau rincian produsen/importir tidak ditampilkan pada kemasan, maka hal ini harus dilaporkan ke standar perdagangan lokal yang memiliki kewajiban untuk menyelidiki dan jika perlu, menarik barang tersebut dari rak.

Namun menurut IHRC, bahkan label “Dibuat di Palestina” (Made in Palestine) pun tidak lagi menjadi jaminan bahwa Anda tidak membeli kurma pendudukan Israel.

Kecuali jika berasal dari sumber terpercaya Palestina seperti Zaytoun atau Yaffa, IHRC memperingatkan untuk tidak membelinya.

Permukiman Israel yang dibangun di atas tanah Palestina ditetapkan ilegal oleh Mahkamah Internasional dan 60% kurma Israel ditanam di permukiman ini. Sementara itu, 80% kurma dari permukiman diekspor dengan Inggris sebagai pasar terbesar kedua bagi Israel.

Pada tahun 2005, masyarakat sipil Palestina memprakarsai seruan bagi orang-orang yang memiliki hati nurani di seluruh dunia untuk Boikot, Divestasi, dan Sanksi Israel hingga mereka mematuhi hukum internasional dan hak-hak Palestina.

Seruan ini didukung oleh lebih dari 170 organisasi Palestina yang mewakili seluruh lapisan masyarakat, termasuk para petani.*

HIDAYATULLAH