Cita-Cita Khalifah Umar Bin Khattab yang Belum Tercapai

Khalifah Umar bin Khattab dikenal sebagai pemimpin yang bersahaja.

Khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahuanhu menjabat sebagai khalifah setelah Abu Bakar As Siddiq. Keduanya adalah khalifah yang zuhud atau tidak cinta dunia. Mereka juga sangat takut berbuat salah saat memimpin rakyat karena akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.

Saat Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah. Ada cita-citanya yang belum tercapai. Cita-cita sahabat Nabi Muhammad SAW tersebut layak diteladan oleh para pemimpin rakyat.

Diriwayatkan, Umar bin Khattab berkata, “Jika masih diberikan kesempatan hidup, aku akan berkeliling mengunjungi rakyatku selama satu tahun penuh.”

“Sebab, aku tahu bahwa manusia memiliki kebutuhan yang tidak sampai kepadaku, baik karena mereka yang tidak dapat menemuiku maupun para pemimpin mereka tidak menyampaikannya kepadaku.”

“Aku akan berkeliling selama dua bulan di negeri Syam, dua bulan di Mesir, dua bulan di Bahrain, dua bulan di Kufah, dua bulan di Bashrah, dan dua bulan di Yaman.”

Akan tetapi, cita-cita Umar bin Khattab belum tercapai. Umar bin Khattab wafat sebelum cita-citanya tercapai. 

Kisah Umar bin Khattab ini dikutip dari buku 150 Kisah Umar bin Khattab yang ditulis Ahmad Abdul Al Thahthawi yang disunting, diterjemahkan, dan diterbitkan kembali PT Mizan Pustaka, 2016.

Sebagaimana diketahui, kisah Umar bin Khattab yang masyhur adalah saat Umar bin Khattab berkeliling di malam hari. Umar bin Khattab menjumpai seorang ibu dan anak-anaknya yang kelaparan. 

Ibu tersebut memasak air seolah memasak makanan untuk menenangkan anaknya yang menangis karena kelaparan. Mengetahui hal tersebut, Umar bin Khattab segera berlari ke gudang makanan dan membawa sekarung makanan untuk seorang ibu dan anak-anaknya yang kelaparan.

Umar bin Khattab sebagai khalifah memanggul sendiri makanan tersebut dan membantu memasak untuk ibu dan anak-anaknya yang kelaparan.

Saat pembantu Umar bin Khattab meminta untuk memikul makanan itu. Umar bin Khattab menolaknya, karena Umar bin Khattab ingin memikul sendiri karung makanan itu dan mengantarkannya.

Umar bin Khattab kepada pelayannya berkata, “Apakah kamu mau memikul dosaku pada hari kiamat?” 

Dari kisah tersebut, dapat dipahami bahwa Umar bin Khattab sangat bertanggung jawab terhadap tugasnya sebagai pemimpin rakyat. Dia bahkan merasa berdosa saat ada seorang ibu dan anak-anaknya yang kelaparan.

sumber : Dok Republika

Dampak Lenyapnya Tauhid

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّهُۥ مَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ ٱلْجَنَّةَ وَمَأْوَىٰهُ ٱلنَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّـٰلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍۢ

Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu penolong.” (QS. Al-Ma’idah: 72)

Tatkala tauhid adalah sebab utama keselamatan dan kunci kebahagiaan, maka kehilangan tauhid merupakan musibah dan petaka terbesar bagi seorang hamba. Oleh sebab itu, Khalilur Rahman, Ibrahim ‘alaihis salam berdoa kepada Allah untuk diselamatkan dari jurang kemusyrikan. Allah menceritakan doa beliau dalam firman-Nya,

وَٱجْنُبْنِى وَبَنِىَّ أَن نَّعْبُدَ ٱلْأَصْنَامَ

Jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari menyembah patung.” (QS. Ibrahim: 35)

Tatkala tauhid merupakan sebab utama keselamatan dan kunci kebahagiaan, maka melalaikan dakwah tauhid adalah sebab utama kegagalan dakwah. Karenanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam -dan para rasul yang lain- menjadikan dakwah tauhid sebagai misi utama dan tugas pokok mereka di atas muka bumi ini. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِىٓ إِلَيْهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعْبُدُونِ

Tidaklah Kami mengutus sebelum kamu seorang rasul pun, melainkan kami wahyukan kepada mereka bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Aku. Maka, sembahlah Aku saja.” (QS. Al-Anbiya’: 25)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Maka, setiap kitab suci yang diturunkan kepada setiap nabi yang diutus, semuanya menyuarakan bahwa tidak ada ilah (yang benar), selain Allah. Akan tetapi, kalian -wahai orang-orang musyrik- tidak mau mengetahui kebenaran itu dan kalian justru berpaling darinya…” “Maka, setiap nabi yang diutus oleh Allah mengajak untuk beribadah kepada Allah semata dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Bahkan, fitrah pun telah mempersaksikan kebenaran hal itu. Adapun orang-orang musyrik, mereka sama sekali tidak memiliki hujah/landasan yang kuat atas perbuatannya. Hujah mereka tertolak di sisi Rabb mereka. Mereka layak mendapatkan murka Allah dan siksa yang amat keras dari-Nya.” (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5: 337-338 cet. Dar Thaibah)

Sehingga, memprioritaskan dakwah tauhid adalah sebuah keniscayaan. Karena meninggalkan atau melalaikan dakwah tauhid akan berujung kepada kehancuran. Mereka yang memandang sebelah mata kepada dakwah tauhid, atau mereka yang menganggap dakwah tauhid telah ketinggalan zaman dan tidak memberikan solusi konkret bagi problem-problem kekinian, seolah-olah mereka ingin mengatakan bahwa kejayaan Islam dan kesuksesan umat bisa diraih tanpa pemurnian tauhid dan pembenahan akidah?!

Syekh Khalid bin Abdurrahman Asy-Syayi’ hafizhahullah berkata, “Perkara yang pertama kali diperintahkan kepada (Nabi) Al-Mushthofa shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu untuk memberikan peringatan dari syirik. Padahal, kaum musyrikin kala itu juga berlumuran dengan perbuatan zina, meminum khamar, kezaliman, dan berbagai bentuk pelanggaran. Meskipun demikian, beliau memulai dakwahnya dengan ajakan kepada tauhid dan peringatan dari syirik. Beliau terus melakukan hal itu selama 13 tahun. Sampai-sampai salat yang sedemikian agung pun tidak diwajibkan, kecuali setelah 10 tahun beliau diutus. Hal ini menjelaskan tentang urgensi tauhid dan kewajiban memberikan perhatian besar terhadapnya. Ia merupakan perkara terpenting dan paling utama yang diperhatikan oleh seluruh nabi dan rasul…” (lihat ta’liq beliau dalam Mukhtashar Sirati An-Nabi Wa Sirati Ash-habihi Al-‘Asyrati karya Abdul Ghani Al-Maqdisi, hal. 59-60)

Ibarat sebuah bangunan, maka tauhid adalah pondasi dan pilar-pilar penegak kehidupan. Tanpa tauhid, tidak akan tegak bangunan kehidupan. Dan tanpa tauhid, tidak akan tegak masyarakat Islam. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ’anhuma, beliau menuturkan bahwa tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ’anhu ke negeri Yaman, maka beliau berpesan kepadanya,

إنك تأتي قوما من أهل الكتاب، فليكن أولَ ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله –وفي رواية: إلى أن يوحدوا الله

Sesungguhnya engkau akan mendatangi sekelompok orang dari kalangan Ahli Kitab, maka jadikanlah perkara pertama yang kamu serukan kepada mereka adalah syahadat laa ilaha illallah.” Dalam sebagian riwayat disebutkan, “Supaya mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh sebab itu, sangatlah mengherankan apabila sebagian orang yang mendakwakan diri sebagai pejuang dakwah Islam (orang-orang yang meneriakkan penegakan syariat Islam), namun di sisi lain mereka sangat meremehkan arti penting tauhid dan akidah. Padahal, tauhid inilah yang menentukan diterima atau tidaknya amal-amal manusia.

Allah Ta’ala berfirman,

فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًۭا صَـٰلِحًۭا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا

Maka, barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal saleh dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apa pun.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Sebesar apa pun amal ketaatan yang dilakukan oleh seorang hamba (atau sebuah masyarakat), akan tetapi jika tidak dilandasi tauhid dan keimanan yang benar, maka itu tidak ada nilai dan harganya. Ia akan lenyap begitu saja, terbuang sia-sia bersama dengan keringat yang mereka kucurkan, bersama dengan waktu yang mereka habiskan, bersama dengan tetesan darah yang mereka tumpahkan. Sia-sia tanpa makna!

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَـٰسِرِينَ

Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu, ‘Jika kamu berbuat syirik, maka lenyaplah seluruh amalmu dan kamu pasti termasuk golongan orang-orang yang merugi.‘” (QS. Az-Zumar: 65)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَقَدِمْنَآ إِلَىٰ مَا عَمِلُوا۟ مِنْ عَمَلٍۢ فَجَعَلْنَـٰهُ هَبَآءًۭ مَّنثُورًا

Dan Kami hadapkan apa yang dahulu mereka amalkan, lalu Kami jadikan ia bagaikan debu yang beterbangan.” (QS. Al-Furqan: 23)

Tidakkah kita ingat ucapan emas Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ’anhuma ketika beliau mendengar ada sebagian orang yang tidak beriman terhadap takdir, sementara mengimani takdir adalah bagian tak terpisahkan dari tauhid? Beliau mengatakan, “Demi Zat yang jiwa Ibnu ‘Umar berada di tangan-Nya, seandainya ada salah seorang di antara mereka yang memiliki emas sebesar gunung Uhud, lalu dia infakkan, maka Allah tidak akan menerima hal itu dari mereka, kecuali apabila mereka mengimani takdir.” (HR. Muslim)

Tidakkah kita ingat sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang meriwayatkan dari Rabbnya, di mana Allah Ta’ala berfirman,

 أنا أغْنَى الشُّركاءِ عنِ الشِّركِ ، مَنْ عمِلَ عملًا أشركَ فيه معِيَ تركتُهُ وشِركَهُ

Aku adalah Zat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang di dalamnya dia mempersekutukan Aku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkan dia dan syiriknya itu.” (HR. Muslim)

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

Sumber: https://muslim.or.id/90838-dampak-lenyapnya-tauhid.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Pejuang Al-Qassam Jebak 30 Tentara ‘Israel’ Masuk Gedung Penuh Peledak

Hari Kamis lalu menjadi mimpi buruk militer penjajah “Israel” di Khan Younis dan Gaza City. Pejuang Brigade Al-Qassam mengabarkan bahwa pejuangnya berhasil menyebabkan kerugian besar terhadap “Israel”, termasuk menjebak puluhan tentara Zionis masuk gedung penuh peledak.

Sayap militer Gerakan Perlawanan Islam Hamas itu mengatakan bahwa para pejuangnya yang telah kembali dari garis depan, mengkonfirmasi bahwa mereka menargetkan sebuah pasukan musuh dengan sebuah peluru termobarik, menewaskan lima anggota pasukan tersebut, di kota Khan Younis, di Jalur Gaza selatan.

Kelompok pejuang lainnya mengatakan bahwa mereka menyergap pasukan besar, yang terdiri dari 30 tentara infanteri Israel, di Bani Suheila.

“Pejuang kami mengkonfirmasi peledakan sebuah bangunan yang telah dipasangi alat peledak,” kata Media Militer al-Qassam melalui Telegram, menambahkan bahwa 30 tentara dipancing masuk ke dalam bangunan sebelum bangunan itu benar-benar diledakkan.

Di sebelah timur Khan Younis, di kota Aabsan, para pejuang al-Qassam menargetkan dua tank Merkava dan buldoser lapis baja D-9 dengan granat berpeluncur roket (RPG) buatan lokal.

Brigade juga mengkonfirmasi bahwa para pejuangnya menghadapi pasukan pendudukan di sebelah timur lingkungan al-Tuffah, yang terletak di Kota Gaza, di Jalur Gaza utara.

Para pejuang perlawanan juga menghadapi pasukan pendudukan di dekat Pemakaman Timur di Jabalia. Operasi yang paling menonjol dari operasi perlawanan di poros ini adalah penargetan 12 tentara infanteri “Israel,” di mana empat tentara terbunuh dari jarak dekat. Para pejuang dari Brigade al-Mujahidin dan Brigade al-Quds juga menyerang pasukan pendudukan di Jabalia timur.

Brigade Perlawanan Nasional Front Demokratik untuk Pembebasan Palestina (DFLP) terlibat dalam konfrontasi sengit dengan pasukan pendudukan di daerah Baten al-Samin, di Khan Younis.

Para pejuang Perlawanan Nasional juga terlibat dalam pertempuran dengan pasukan penjajah di Jalur Gaza utara, dekat lingkungan al-Mukhabarat, menewaskan beberapa tentara penjajah.

Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/

Perlawanan terus menangkis pasukan pendudukan di Khan Younis di kota-kota di Jalur Gaza selatan, di mana pasukan Israel hanya membuat sedikit atau bahkan tidak membuat kemajuan, di daerah-daerah seperti Khuzaa.

Meskipun pasukan pendudukan menarik diri dari Jabalia dan daerah-daerah lain di Jalur Gaza utara, mereka baru-baru ini memperbarui serangan di daerah-daerah seperti Jabalia dan lingkungan al-Tuffah. Namun, serangan-serangan tersebut telah merugikan pasukan infanteri.*

HIDAYATULLAH

Kisah Malaikat Jibril Memuji Hafshah

Hafshah sangat semangat mempelajari ilmu agama.

Sayyidah Hafshah binti Umar bin Al-Khatthab adalah di antara istri Nabi yang punya kedudukan tinggi. 

Seperti dikutip dari buku the Wonderful Ummahatul Mukminim oleh Erlan Iskandar, Sampai-sampai Aisyah berkata,

هي التي كانت تساميني من أزواج النبي

“Hafshah adalah orang yang menyamai kedudukanku di antara para istri Nabi.” (Siyar A’lam An Nubala, 2/27)

Namun, suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata pernah menyatakan cerai Hafshah. Lantas Hafshah pun bersedih dan berduka. Tak disangka, kemudian Malaikat Jibril pun turun menyampaikan perintah dari Allah supaya Nabi rujuk kembali kepada Hafshah,

راجع حفصة، فإنها صوامةقولمة، وأنها زوجتك في الجنة

“Rujuklah kepada Hafshah karena sesungguhnya dia adalah wanita yang rajin puasa dan rajin shalat. Sesungguhnya dia adalah istrimu di surga.” (HR. Ath Thabarani)

Awalnya Hafshah merasa sedih, namun setelahnya ia berbahagia. Dari hadits di atas, diketahui bahwa Hafshah itu rajin beribadah.

Pada zaman itu, tidak banyak wanita yang bisa baca tulis. Hafshah adalah salah seorang yang bisa membaca dan menulis. Ia diajari oleh Syifa binti Abdullah.

Hafshah sangat semangat mempelajari ilmu agama dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia meriwayatkan 60 hadits yang berasal dari Rasulullah dan Umar bin Al Khattab. 

Ada jasa besar Hafshah dalam dunia Ilmu, yaitu menjaga Alquran yang telah dikumpulkan menjadi satu.

Dahulu semasa Nabi masih hidup, Alquran dijaga dengan cara dihafal oleh para sahabat dan ditulis pada lembaran-lembaran ataupun pelepah kurma. Pada masa Abu Bakar, banyak para sahabat yang menghafal Alquran meninggal dunia. Oleh karenanya, dikumpulkanlah ayat-ayat Alquran dan disusun menjadi satu.

Hafshah ditugaskan menjadi orang yang menyimpan lembaran-lembaran Alquran yang telah dikumpulkan oleh Zaid bin Tsabit.

Pada masa Utsman bin Affan menjabat sebagai khalifah, ia meminjam Mushaf yang ada pada Hafsah, kemudian menyuruh beberapa sahabat lain untuk menyalinnya sehingga jadilah beberapa mushaf Alquran. Beberapa mushaf itu dikirimkan ke beberapa wilayah kaum muslimin. 

sumber : Dok Republika

Mengqada Salat yang Terlewat Apakah di Waktu yang Sama?

Pertanyaan:

Jika saya terlewat salat wajib, apakah saya bisa mengqada segera atau harus menunggu waktu yang sama besoknya? Semisal jika saya terlewat salat Zuhur, apakah mengqadanya harus menunggu waktu zuhur besoknya?

Jawaban:

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du.

Orang yang terlewat salat wajib, ada dua keadaan:

Pertama: Meninggalkan salat karena uzur atau tidak sengaja

Seperti karena ketiduran, lupa, pingsan, dan lainnya, maka para ulama bersepakat bahwa wajib hukumnya mengqada salat yang terlewat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

مَن نام عن صَلاةٍ أو نَسِيَها فلْيُصَلِّها إذا ذَكَرَها

“Barang siapa yang terlewat salat karena tidur atau karena lupa, maka ia wajib salat ketika ingat” (HR. Al-Bazzar 13/21, shahih).

Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan menjelaskan: “Orang yang hilang akalnya karena tidur, atau pingsan atau semisalnya, ia wajib mengqada salatnya ketika sadar” (Al-Mulakhash Al-Fiqhi, 1/95).

Dan tidak ada dosa baginya jika hal tersebut bukan karena lalai, karena salat yang dilakukan dalam rangka qada tersebut merupakan kafarah dari perbuatan meninggalkan salat tersebut. Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا

“Barang siapa yang lupa salat, atau terlewat karena tertidur, maka kafarahnya adalah ia kerjakan ketika ia ingat” (HR. Muslim no. 684).

Dari sini juga kita ketahui tidak benar anggapan sebagian masyarakat awam, bahwa jika bangun kesiangan di pagi hari maka tidak perlu salat Subuh karena sudah lewat waktunya. Ini adalah sebuah kekeliruan!

Kedua: Meninggalkan salat karena sengaja 

Para ulama juga berselisih pendapat apakah salatnya wajib diqada ataukah tidak. Jumhur ulama mengatakan wajib mengqadanya, sebanyak apapun salat yang ditinggalkan.  An-Nawawi rahimahullah mengatakan:

من لزمته صلاة ففاتته لزمه قضاؤها سواء فاتت بعذر، أو بغيره

“Siapa yang sudah terkena kewajiban salat kemudian ia terlewat salat, maka ia wajib mengqadanya, baik karena adanya uzur atau tidak” (Al-Majmu’, 6/365).

Pendapat yang rajih dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan salatnya tidak wajib diqada dan tidak bisa diqada. Ini pendapat yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Asy-Syaukani, dan Ibnu Hazm. Ibnu Hazm Al-Andalusi mengatakan:

وَأَمَّا مَنْ تَعَمَّدَ تَرْكَ الصَّلَاةِ حَتَّى خَرَجَ وَقْتُهَا فَهَذَا لَا يَقْدِرُ عَلَى قَضَائِهَا أَبَدًا، فَلْيُكْثِرْ مِنْ فِعْلِ الْخَيْرِ وَصَلَاةِ التَّطَوُّعِ؛ لِيُثْقِلَ مِيزَانَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؛ وَلْيَتُبْ وَلْيَسْتَغْفِرْ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ

“Adapun orang yang sengaja meninggalkan salat hingga keluar waktunya, maka ia tidak akan bisa mengqadanya sama sekali. Maka yang ia lakukan adalah memperbanyak perbuatan amalan kebaikan dan salat sunnah. Untuk meringankan timbangannya di hari kiamat. Dan hendaknya ia bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah Azza wa Jalla” (Al-Muhalla, 2/10).

Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya, “Selama hidup saya sebagian besarnya saya jalani tanpa pernah mengerjakan salat, apa yang harus saya lakukan sekarang? Apakah mengqadanya ataukah ada kafarah ataukah taubat? Jika qada bagaimana caranya saya mengqada semuanya? Ataukah ada cara lain?”

Beliau menjawab, 

الواجب عليك أن تتوب إلى الله سبحانه وتعالى، وأن تحافظ على الصلاة، طول حياتك الباقية، وأن تصمم على التوبة بشروطها التي هي الندم على ما فات، والإقلاع عن الذنب يعني: ترك الذنب نهائيًا، ومغادرته نهائيًا، والعزم أن لا تعود إليه مرة أخرى

“Yang wajib bagi Anda sekarang adalah bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menjaga salat di sisa hidup Anda. Dan hendaknya Anda bersungguh-sungguh dalam bertaubat dengan menunaikan semua syarat-syaratnya, yaitu: menyesal atas dosa yang telah dilakukan, berhenti dari dosa yang dilakukan dan mewaspadainya, bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut” (Majmu’ Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 323).

Adapun bagi orang yang terluput salat karena ada uzur atau tidak sengaja, maka wajib baginya untuk mengqada salatnya sesegera mungkin, bukan ditunda beberapa saat apalagi hingga hari berikutnya. Karena Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan untuk segera mengqada salat ketika ingat. Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا

“Barang siapa yang lupa salat, atau terlewat karena tertidur, maka kafarahnya adalah ia kerjakan ketika ia ingat” (HR. Muslim no. 684).

Maka wajib untuk bersegera mengqada salat yang terluput tersebut ketika sudah dalam kondisi mampu untuk mengqada. Ibnul Qasim rahimahullah mengatakan:

يجب في أول الإمكان ـ بحيث يلحقه الإثم بالتأخير عنه ـ قضاء الفرائض الفوائت ما لم يلحقه ضرر، لقوله صلى الله عليه وسلم: من نام عن صلاة، أو نسيها فليصلها إذا ذكرها ـ متفق عليه، ولغيره من الأحاديث المستفيضة في الأمر بالصلاة عند الذكر، والأمر يقتضي الوجوب، فتجب المبادرة إلى فعلها على الفور، وهو قول جمهور الفقهاء

“Wajib mengqada salat yang terlewat ketika saat pertama kali dalam kondisi mampu, jika tidak ia berdosa karena menundanya. Wajib baginya mengqada salat wajib yang terlewat selama tidak membahayakannya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam: “Barang siapa yang terlewat salat karena tidur atau karena lupa, maka ia wajib salat ketika ingat” (Muttafaqun ‘alaihi). Dan berdasarkan hadis-hadis yang lain yang memerintahkan mengqada salat ketika ingat. Dan adanya perintah menghasilkan hukum wajib. Maka wajib untuk bersegera melakukannya. Ini adalah pendapat jumhur ulama” (Hasyiah Ar-Raudhul Murbi’, 1/487).

Adapun hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

عَرَّسْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ نَسْتَيْقِظْ حَتَّى طَلَعَتِ الشَّمْسُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لِيَأْخُذْ كُلُّ رَجُلٍ بِرَأْسِ رَاحِلَتِهِ؛ فَإِنَّ هَذَا مَنْزِلٌ حَضَرَنَا فِيهِ الشَّيْطَانُ . قَالَ: فَفَعَلْنَا، فَدَعَا بِالْمَاءِ فَتَوَضَّأَ، ثُمَّ صَلَّى سَجْدَتَيْنِ، ثُمَّ أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ فَصَلَّى الْغَدَاةَ

“Kami pernah tertidur bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan terbangun ketika matahari telah terbit. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam lalu bersabda, “Hendaknya setiap orang berpegangan dengan tunggangannya (berpindah tempat). Sesungguhnya tempat ini didatangi oleh setan.” Abu Hurairah berkata, “Kami pun melaksanakan perintah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Beliau meminta air untuk berwudhu. Lalu beliau mengerjakan salat qabliyah dua rakaat. Ikamah kemudian dikumandangkan, dan beliau pun mengerjakan salat Subuh” (HR. Muslim no. 680).

Dalam hadis ini, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam terlewat salat Subuh, kemudian beliau dan para sahabat tidak langsung mengqadanya namun berpindah tempat terlebih dahulu. Hadis ini tidak menunjukkan boleh menunda qada salat dalam jangka waktu yang lama, namun hanya menunjukkan bolehnya menunda sebentar jika ada kebutuhan. Ibnul Qasim rahimahullah mengatakan:

وحجة من رأى التأخير: أن النبي صلى الله عليه وسلم لم يصلها في المكان الذي ناموا فيه، وهو لا يدل إلا على التأخير اليسير الذي لا يصير صاحبه مهملاً معرضًا عن القضاء، بل يفعله لتكميل الصلاة، من اختيار بقعة

“Argumen ulama yang membolehkan menunda: bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam tidak salat langsung di tempat di mana beliau ketiduran. Ini tidak menunjukkan apa-apa kecuali bolehnya menunda sebentar yang tidak membuat orang yang terluput tersebut terlalaikan dan melupakan qada. Bahkan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melakukan demikian untuk menyempurnakan qada salat, yaitu memilih tempat yang baik” (Hasyiah Ar-Raudhul Murbi’, 1/487).

Dari sini kita ketahui juga kekeliruan orang yang menunda qada salat sampai hari berikutnya. Karena Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika terlewat salat Subuh tidak menunda sampai hari berikutnya. Bahkan mereka berdosa jika sengaja menunda-nunda qada salat dengan jeda yang lama. 

Apakah wajib berurutan?

Ketika mengqada salat yang terlewat dan sudah masuk pada waktu salat yang lainnya apakah harus mengqada salat yang terlewat terlebih dahulu ataukah mengerjakan salat yang sekarang?

Jawabnya, wajib memperhatikan urutan dalam pelaksanaan qada salat. 

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsamin rahimahullah menjelaskan:

أنه فاتتك صلاة المغرب ودخل وقت العشاء فابدأ بصلاة المغرب أولاً ثم صلِّ العشاء بعدها؛ لأنه لا بد من الترتيب بين الصلوات كما أمر الله تبارك وتعالى بها، فصلاة المغرب تصلى قبل العشاء، والفجر يصلى قبل الظهر، والظهر تصلى قبل العصر، وهكذا

“Seorang yang terlewat salat Magrib kemudian sudah masuk waktu isya, maka ia seharusnya memulai salat Magrib terlebih dahulu baru kemudian salat Isya. Karena wajib memperhatikan urutan salat sebagaimana yang Allah tabaraka wa ta’ala perintahkan. Maka salat Magrib harus lebih dahulu dari salat Isya, salat Subuh harus lebih dahulu dari salat Zuhur, salat Zuhur harus lebih dahulu dari salat Asar, dan seterusnya” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, rekaman no.40).

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom. 

***

KONSULTASI SYARIAH

Hizbut Tahrir Resmi Ditetapkan Organisasi Teroris di Inggris

Pemerintah Kerajaan Inggris secara resmi menetapkan Hizbut Tahrir sebagai organisasi teroris, Jumat (19/1/2024). Penetapan itu dilakukan setelah parlemen Inggris menyetujui rancangan peraturan yang sebelumnya telah diajukan pada Senin pekan lalu.

Dengan keputusan itu maka siapa pun yang menjadi anggota atau bagian organisasi tersebut atau melakukan apa pun untuk mendukung organisasi tersebut sebagai tindak pidana.

Pengumuman ini dibuat oleh Kementerian Dalam Negeri Inggris setelah Majelis Rendah Parlemen atau House of Commons menyetujui rancangan perintah yang diajukan hari Senin.

“Perintah ini menetapkan, siapa pun yang menjadi bagian dari Hizbut Tahrir atau mengundang dukungan untuk kelompok tersebut sebagai tindak pidana, dengan ancaman hukuman penjara selama 14 tahun yang dapat dijatuhkan bersamaan atau menggantikan denda,” demikian pernyataan resmi Kementerian Dalam Negeri Inggris.

Keputusan ini mencakup organisasi global, termasuk semua cabang regional, termasuk Hizbut Tahrir Inggris.

Hizbut Tahrir, yang mengeklaim menganut ideologi non-kekerasan, sudah dilarang di beberapa negara muslim, termasuk Turki, Mesir, dan Arab Saudi serta Indonesia.

Dibentuk oleh ulama Palestina Taqiuddin al-Nabhani al-Filastyni tahun 1953, kelompok ini ingin membawa tatanan alternatif selain demokrasi dan kapitalisme melalui khilafah Islam.

Pemerintah Inggris mengatakan kelompok Hizbut Tahrir bersifat antisemitik dan seharusnya dilarang dan ditetapkan sebagai organisasi teroris.

Hizbut Tahrir berbasis di Lebanon tetapi beroperasi di lebih dari 30 negara, termasuk Amerika Serikat (AS) dan Kanada, telah mengorganisir unjuk rasa di London seiring dengan aksi solidaritas pro-Palestina dalam beberapa pekan terakhir, menyusul pecahnya perang Israel-Hamas.

Polisi Inggris mengatakan satu anggota terlihat meneriakkan “jihad” dalam sebuah video dari unjuk rasa pada bulan Oktober, meskipun petugas yang meninjau bukti saat itu memutuskan bahwa tidak ada pelanggaran yang dilakukan.

“Mereka adalah organisasi antisemitik yang secara aktif mempromosikan dan mendorong terorisme, termasuk memuji dan merayakan serangan mengerikan pada 7 Oktober,” kata Menteri Dalam Negeri James Cleverly.

Menteri Keamanan Tom Tugendhat mengatakan perayaan kelompok ini terhadap serangan Hamas terhadap Israel memalukan.

Kelompok ini juga punya sejarah memuji dan merayakan serangan terhadap Israel dan serangan terhadap Yahudi secara lebih luas.

Hizbut Tahrir berusaha menyatukan dunia muslim di bawah khilafah teokratis, sudah dilarang di Jerman, Mesir, Arab Saudi, China, Indonesia dan Pakistan. Austria melarang simbol-simbol kelompok ini tahun 2021.

Debat panjang mengenai pelarangan kelompok ini telah berlangsung di Inggris, tetapi pada tahun 2011, pemerintah menyatakan kelompok ini tidak mengadvokasi kekerasan, seperti yang dikemukakan oleh peninjau independen legislasi terorisme. (TA)

ISLAMKAFFAH

Doa Nabi Yunus dalam Perut Ikan

Dalam sejarah para Nabi, kisah Nabi Yunus sarat dengan pelajaran dan hikmah. Salah satu yang paling masyhur adalah doa Nabi Yunus dalam perut ikan, panjatkan di saat menghadapi situasi yang teramat mustahil, yakni ditelan oleh ikan di kedalaman laut.

Kisah Nabi Yunus Ditelan Ikan

Nabi Yunus diutus oleh Allah SWT untuk berdakwah kepada penduduk Ninawa, sebuah kota yang terkenal dengan kejahilian dan keingkaran mereka terhadap ajaran Allah. Namun, dakwah Nabi Yunus tidak diindahkan, bahkan mereka malah menolak dan mengolok-oloknya. Merasa kecewa dan putus asa, Nabi Yunus meninggalkan Ninawa tanpa izin Allah.

Dalam pelariannya, Nabi Yunus menaiki sebuah kapal. Tiba-tiba, badai besar menerjang kapal tersebut. Para penumpang kapal beranggapan bahwa ini adalah akibat kemurkaan Allah karena adanya orang yang durhaka di kapal mereka. Maka, mereka melakukan undian untuk menentukan siapa yang harus dicampakkan ke laut.

Undian jatuh kepada Nabi Yunus. Dengan penuh kepasrahan, beliau melemparkan dirinya ke laut yang sedang bergelombang. Atas kehendak Allah, seekor ikan besar menelan Nabi Yunus. Di dalam kegelapan perut ikan yang sempit, Nabi Yunus merasa menyesal atas sikapnya yang terburu-buru dan tidak sabar dalam menghadapi kaumnya. Beliau pun bertaubat kepada Allah dengan penuh khusyuk, melantunkan doa yang mengharukan.

Doa Nabi Yunus dalam Perut Ikan

Doa ini terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Anbiya ayat 87. Doa ini dipanjatkan oleh Nabi Yunus ketika beliau berada di dalam perut ikan paus. Doa ini memiliki makna yang sangat mendalam, yaitu pengakuan atas keesaan Allah dan penyesalan atas perbuatan yang telah dilakukan.

لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

La ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minaz zhalimin

Artinya: Tidak ada tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim (QS. Al-Anbiya’ ayat 87).

Allah SWT, Maha Pengasih dan Maha Penyayang, mendengar doa Nabi Yunus. Setelah 40 hari berada di dalam perut ikan, Allah memerintahkan ikan tersebut untuk memuntahkan Nabi Yunus ke daratan yang tandus.

Oleh karena itu, marilah kita amalkan doa Nabi Yunus dalam perut ikan ini dengan sungguh-sungguh. Semoga kita selalu dilindungi dan diberkahi oleh Allah SWT.

BINCANG SYARIAH

Kenalilah Allah, Hidupmu akan Bahagia

Ada sebuah ungkapan, “Tak kenal, maka tak sayang.” Hal ini mengingatkan bahwa apabila kita ingin mencintai seseorang, maka harus terlebih dahulu mengenalnya. Begitu pula, apabila Anda ingin mencintai Nabi dan para sahabat, maka hendaknya Anda banyak membaca sejarah tentang baginda Nabi dan para sahabatnya. Dengan hal tersebut, akan tumbuhlah kecintaan kepada mereka. Terlebih lagi, apabila Anda menginginkan mencintai Allah, maka Anda harus mempelajari tentang kekuasaan-Nya dan mentadaburi “Asmaul Husna“, nama-nama-Nya yang indah nan sempurna.

Banyak sekali dalil yang menyerukan kepada manusia untuk melihat kekuasaan Allah yang sangat hebat dan luar biasa, agar manusia semakin cinta dan rindu kepada Sang Khaliq.

Lihat beberapa firman Allah yang memerintahkan untuk berjalan di permukaan bumi dan memperhatikan bagaimana kekuasaan Allah. Contohnya firman-Nya,

قُلْ سِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَٱنظُرُوا۟

Katakanlah, ‘Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah!’” (QS. Al-Ankabut: 20)

Dengan seseorang melihat dan memperhatikan ciptaan Allah, maka ia akan mengetahui tentang kebesaran-Nya.

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.’” (QS. Ali ‘Imran: 190-191)

Selain merenungi kekuasaan Allah dari makhluk-makhluk-Nya, kita juga diperintahkan untuk mempelajari, mentadaburi, tentang Zat-Nya yang Mahaagung, baik dengan mempelajari dan mentadaburi Al-Qur’an maupun hadis-hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Keagungan Allah akan tampak dari syariatnya yang mulia dan nama-nama-Nya yang indah. Terkhusus mempelajari nama-nama yang indah. Dalam hal ini, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan motivasi untuk umatnya agar mereka senantiasa mempelajari nama nama Allah yang indah dengan ganjaran akan memasukan mereka ke dalam surga-Nya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda,

إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَة وَتِسْعِينَ اِسْمًا ، مِائَة إِلَّا وَاحِدًا ، مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّة

Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, yaitu seratus kurang satu. Barangsiapa yang menghitungnya, niscaya masuk surga.” (HR. Bukhari no. 2736, 7392 dan Muslim no. 6986)

Apakah yang di maksud dengan ihsha‘ (menghitung) dalam hadis yang mulia tersebut?

Maka, Syekh Abdul Aziz bin Nashir Al-Jalil hafidzahullah dalam kitabnya “Mukhtashar Kitab Walilllahil Asmaul Husna Fad’u Biha” memberikan 4 makna ihsha‘, yaitu:

Pertama, menghafalkan nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya yang husna, baik yang tercantum dalam Al-Qur’an maupun dalam hadis-hadis yang sahih.

Kedua, memahami dan mentadaburi makna-maknanya. Banyak sekali kitab yang menuntut kita agar dapat mentadaburi makna-makna dari setiap Asmaul Husna, seperti kitab yang ditulis oleh Syekh Prof. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Bader hafidzhahumallah yang berjudul “Fiqih Asmaul Husna“. Dan kitab karya Syekh Abdul Aziz bin Nashir Al-Jalil hafidzahullah nama kitabnya “Mukhtashar Kitab Walillahil Asmaul Husna Fad’u Biha“. Begitu pula, kitab “Walillahi Al-Asma Al-Husna Fad’u Biha” milik Syekh Muhammad Musthafa Bakri As-Sayyid. Dan masih banyak lagi yang bisa dijadikan referensi untuk mempelajari nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya

Ketiga, mengamalkan di dalam kehidupan sehari-hari. Seperti seseorang mengetahui bahwa Allah Maha Melihat (Al-Bashir), maka ia amalkan dalam kehidupan dengan terus merasa diawasi oleh Allah di mana pun dan kapan pun.

Atau seseorang mengetahui bahwa Allah adalah Zat Yang Maha Mendengar (As-Sami’), maka ia berusaha untuk senantiasa tidak mengucapkan, kecuali hal-hal yang baik saja.

Begitu juga, ketika seorang hamba mengetahui bahwa Allah adalah Al-Qadir (Mahamampu mentakdirkan), ia akan terus menyandarkan segala urusan dan kesulitannya kepada Allah karena tidak ada kata mustahil bagi Allah, sedangkan ia adalah hamba yang lemah faqir. Tidak memiliki daya dan upaya, kecuali atas izin Allah.

Keempat, senantiasa mengawali doa dengan memuja-muji Allah, dengan menggunakan nama-nama Allah yang Husna. Mengawali setiap doa kita dengan memuji Allah, dengan menyebutkan nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang mulia yang merupakan sesuatu yang sangat ditekankan di dalam berdoa. Karena itu adalah di antara wasilah yang diperbolehkan di dalam syariat Islam, bahkan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ

Hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu.” (QS. Al-Araf: 180)

Seperti ketika kesulitan dalam perekonomian atau diuji dengan sulitnya mencari pekerjaan untuk menopang kehidupan, kita bisa memuji Allah terlebih dahulu dengan menyebut, “Ya Razzaq, ya Allah Zat Yang Maha Memberi rezeki, berikanlah kemudahan untuk bisa mengais rezeki sebagai penopang kehidupanku.”

Atau ketika seseorang ia ingin bertobat dari kemaksiatan yang pernah ia lakukan, ia mengawali doa tobatnya dengan mengatakan, “Ya Tawwab, Zat penerima tobat seorang hamba, ampunilah segala dosa-dosaku”, dan semisalnya.

Dengan keempat ini, maka ia telah merealisasikan ihsha‘ yang disampaikan oleh Nabi dalam hadis dan ia pun akan mendapatkan keistimewaan dengan akan dimasukkannya hamba tersebut kedalam surga-Nya.

Dengan mengenal Allah, selain ia akan mencintai-Nya, maka hamba tersebut akan semakin bahagia di dalam menjalani kehidupan. Mengapa ia bahagia? Karena ia akan selalu merasa ada Zat yang selalu menjadi sandaran, Zat yang akan selalu menolong hamba-hamba-Nya, Zat yang Mahamampu mentakdirkan sesuatu yang menurut akal dangkal manusia itu adalah mustahil. Ia akan selalu yakin bahwa apa yang ia putuskan dan takdirkan itu adalah yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya, walaupun setiap hamba (dengan kelemahannya) ia tidak mengetahui rahasia dari setiap yang Ia gariskan.

Oleh karena itu, benarlah “Mengenal Allah akan membuka pintu kebahagiaan.” Hal ini pernah diungkapan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya yang berbunyi,

لاسعادة للعباد ولاصلاح لهم ، ولانعيم إلا بأن يعرفوا ربهم ويكون وحده غاية مطلوبهم ، والتعرف إليه قرة عيونهم ، ومتى فقدوا ذلك كانوا أسوأ حالا من الأنعام ، وكانت الأنعام أطيب عيشا منهم في العاجل وأسلم عاقبة في الآجل

Tidak ada kebahagiaan, kebaikan, dan kenikmatan hidup pada diri seorang hamba, kecuali mereka mengenal Rabb mereka. Sehingga Rabbnya akan selalu menjadi satu-satunya tujuannya. Dan mengenal Rabbnya akan menjadi penyejuk jiwanya. Dan kapan pun seseorang tidak mengenal Rabbnya serta tidak menjadikan-Nya sebagai tujuan, maka keadaan mereka lebih jelek daripada hewan, bahkan kehidupan hewan lebih indah di dunia ini serta lebih selamat di kehidupan akhirat kelak.”

Lantas, berapakah jumlah Asmaul Husna yang dimiliki oleh Allah subhanahu wa ta’ala? Apakah jumlahnya hanya 99 atau lebih?

Ini adalah pertanyaan yang sering dilontarkan oleh sebagian kaum muslimin. Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan 99 yang ada di dalam hadis tersebut bukanlah pembatasan atas nama Allah subhanahu wa ta’ala. Karena nama Allah subhanahu wa ta’ala sangatlah banyak tak terbatas. Akan tetapi, sebagai bentuk kasih sayang Allah subhanahu wa ta’ala, Ia menyediakan dan menyiapkan 99 nama untuk hamba-hamba-Nya yang apabila ia mampu meng-ihsha‘-nya, maka Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan jaminan kepada dia untuk bisa masuk ke dalam surga-Nya.

Hadis di atas senada dengan seorang bernama Abdul yang mengatakan, “Aku menyiapkan uang 100.000 untuk belanja ke warung Paijo.” Ketika orang tersebut mengatakan ia menyiapkan 100.000, bukan berarti bahwa Abdul tersebut tidak memiliki uang yang lainnya. Bisa jadi ia memiliki uang yang sangat banyak, baik itu di rumahnya, di ATM, dan yang ia siapkan untuk belanja hanya senilai 100.000 saja.

Adapun dalil yang menunjukkan bahwa nama-nama Allah itu tidak terbatas hanya 99, akan tetapi lebih daripada itu adalah doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi,

أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ
الغَيْبِ عِنْدَكَ

Aku memohon kepada-Mu dengan segala nama-Mu yang Kau sebut untuk diri-Mu, (nama) yang Kau turunkan dalam kitab-Mu (Al-Qur’an), (nama) yang Kau ajarkan pada segelintir hamba-Mu (hadis), atau (nama) yang hanya Kau sendiri yang mengetahuinya dalam pengetahuan gaib.

Dari doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kita bisa mengetahui bahwa nama Allah terdapat di beberapa tempat.
Yang pertama yaitu di dalam Al-Qur’an Karim. Yang kedua di dalam hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Yang tentunya kita mampu untuk menghitung nama-nama dan sifat Allah yang ada dalam Al-Qur’an dan hadis.
Adapun nama-nama dan sifat-sifat Allah yang Allah subhanahu wa ta’ala simpan, kita tidak bisa untuk menghitungnya.

Ya Allah, mudahkanlah kami untuk terus mempelajari dan mentadaburi nama-nama-Mu Yang Agung nan Mulia.

***

Penulis: Agung Argiyansyah

Sumber: https://muslim.or.id/90260-kenalilah-allah-hidupmu-akan-bahagia.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Kehebatan Air Hujan dalam al-Quran dan Sains

Air merupakan sumber utama bagi kehidupan makhluk. Air telah menguasai kurang lebih 71% permukaan bumi sehingga planet satu ini mendapatkan julukan planet biru. Air juga merupakan unsur pokok pembentukan makhluk hidup. Sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. al-Anbiya’: 30

وَجَعَلْنَا مِنَ ٱلْمَآءِ كُلَّ شَىْءٍ حَىٍّ

Artinya: Dan kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air.

Pada mulanya, air berasal dari dua tempat, yaitu air yang berasal dari langit dan air yang berasal dari bumi. Air yang berasal dari langit seperti air hujan. Air yang berasal dari bumi seperti air sumur, air sungai,  air laut, air gunung, dan lain sebagainya. Seluruh air tersebut memberikan manfaat bagi keberlangsungan hidup makhluk-makhluk Allah.

Namun disisi lain, ada perbedaan diantara sumber-sumber mata air tersebut. Tanpa kita sadari, mayoritas air hujan sering disebut sebagai sumber utama kehidupan dibanding air yang berasal dari bumi. Seperti ketika terjadi musim kemarau, air dari dalam bumi tidak mampu memberikan  nutrisi kepada tanaman-tanaman agar dapat tumbuh subur. Disisi lain, saat terjadi hujan dalam waktu beberapa hari, bumi terasa lebih ternutrisi sehingga tumbuhlah tanaman yang berada di dalamnya.

Kejadian tersebut ternyata telah disinggung dalam al-Qur’an. Al-Qur’an telah menyampaikan banyak keterangan tentang kehebatan air hujan. Seperti air hujan yang dapat menghidupkan kembali negeri yang tandus, menyuburkan tumbuhan-tumbuhan, memberi minum hewan-hewan ternak,  bahkan hingga proses terjadinya pertambangan. Segala manfaat tersebut telah diterangkan dalam al-Qur’an. Sebagaimana dalam QS. al-A’raf: 57

وَهُوَ الَّذِيْ يُرْسِلُ الرِّيٰحَ بُشْرًاۢ بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهٖۗ حَتّٰٓى اِذَآ اَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالًا سُقْنٰهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ فَاَنْزَلْنَا بِهِ الْمَاۤءَ فَاَخْرَجْنَا بِهٖ مِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِۗ كَذٰلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتٰى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

Artinya: Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmatNya (hujan), sehingga apabila rahmat itu membawa awan mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah kami, Mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.

Disamping yang dijelaskan dalam al-Qur’an, dalil-dalil tersebut telah dibuktikan dari segi sains. Rupanya, air hujan lebih dominan dalam menghidupkan sesuatu yang mati daripada air di bumi karena kandungan yang terdapat di dalamnya. Jika dibandingkan, air di bumi atau air sumur memiliki kandungan endapan senyawa logam sedikit. Sedangkan air hujan memiliki kandungan uap air, karbon, asam nitrat, asam sulfat, dan garam. Campuran-campuran yang terkandung dalam air hujan inilah yang menyebabkan percepatan pertumbuhan tanaman di bumi. Seperti asam sulfat yang mengandung pupuk alami. Garam mengandung magnesium yang berfungsi untuk membantu produksi klorofil sehingga terjadi fotosintesis, dan manfaat lainnya yang terkandung dalam air hujan.

Berbeda dengan air hujan, air dari bumi seperti kandungan air sumur lebih condong kepada tekstur buah. Hal yang terpenting pula bahwa tanaman dapat tumbuh dengan baik apabila terdapat unsur hara dan air dalam tanah yang dapat dijadikan penopang akar untuk perkembangan tanaman. Salah satu pembantu keseimbangan unsur hara adalah adanya curahan air hujan agar tanah tidak mengalami kekeringan.

Begitu yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan sains tentang air hujan. Al-Qur’an sebagai dalil tentang kerahmatan air hujan bagi kehidupan di bumi. Sedangkan sains memberikan data bukti Al-Qur’an yang dapat diteliti oleh para ilmuwan sebagai manusia pada umumnya yang dapat menjawab firman-Nya dari sisi sains. Wallahu a’lamu.

ISLAMKAFFAH

Makna Ayat “Tangan Allah di Atas Tangan Mereka”

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ

Terjemahan Departemen Agama RI:

“Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Nabi Muhammad), (pada hakikatnya) mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka.” (QS. Al-Fath: 10)

Ayat ini adalah salah satu dalil yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala memiliki sifat tangan. Namun, tangan Allah adalah tangan yang layak bagi-Nya, tidak sama dengan tangan makhluk. Dan tidak boleh mendeskripsikan atau membayangkan bagaimana bentuk tangan Allah.

Allah Ta’ala memiliki sifat tangan

Dalil-dalil Al Qur’an serta hadis yang menunjukkannya sangat banyak sekali. Dalil-dalil Al-Qur’an yang menunjukkan sifat tangan bagi Allah di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,

وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ ۚ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا ۘ بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ

“Dan orang-orang Yahudi berkata, “Tangan Allah terbelenggu.” Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. Padahal kedua tangan Allah terbuka lebar, Dia memberi rezeki sebagaimana Dia kehendaki.” (QS. Al-Maidah: 64)

Allah Ta’ala berfirman,

قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ

“Wahai Iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Aku ciptakan dengan tangan-Ku (yaitu Adam). Apakah kamu menyombongkan diri atau kamu (merasa) termasuk golongan yang (lebih) tinggi?” (QS. Shad: 75)

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Dan mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman tangan-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Dia dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Az-Zumar: 67)

Allah Ta’ala berfirman,

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Mahasuci Allah yang di tangan-Nya lah (segala) kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Mulk: 1)

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Katakanlah, “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan segala sesuatu. Dia melindungi, dan tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab-Nya), jika kamu mengetahui?”” (QS. Al-Mukminun: 88)

Allah Ta’ala berfirman,

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ

“Dan tidakkah mereka melihat bahwa Kami telah menciptakan hewan ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan tangan-tangan Kami, lalu mereka menguasainya?” (QS. Yasin: 71)

Adapun dalil-dalil dari hadis lebih banyak lagi. Di antaranya, hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

يمينُ الرحمن ملأى سحَّاءُ لا يغيضُها اللَّيلَ والنَّهارَ، قالَ: أرأيتُم ما أنفقَ منذُ خلقَ السَّماواتِ، فإنَّهُ لم يغِضْ ما في يمينِهِ، وعرشُهُ على الماءِ، وبيدِهِ الأخرى الميزانُ يخفِضُ ويرفعُ

“Tangan kanan Ar-Rahman penuh dengan karunia yang tak akan pernah berkurang karena siang maupun malam. Tahukah kalian, apa saja yang telah diberikan-Nya sejak diciptakannya langit dan bumi? Sesungguhnya dengan semua itu, karunia yang ada di tangan kanan-Nya tidak berkurang. Dan ‘Arsy-Nya berada di atas air. Dan tangan-Nya yang lain terdapat timbangan yang terkadang naik dan terkadang turun.” (HR. Bukhari no. 4684, Muslim no. 993)

Hadis dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ’anhu, bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

تَكُونُ الْأَرْضُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ خُبْزَةً وَاحِدَةً يَتَكَفَّؤُهَا الْجَبَّارُ بِيَدِهِ كَمَا يَكْفَأُ أَحَدُكُمْ خُبْزَتَهُ فِي السَّفَرِ نُزُلًا لِأَهْلِ الْجَنَّةِ

“Pada hari kiamat, bumi bagaikan sekeping roti. Kemudian Allah Al-Jabbar membolak-baliknya dengan tangan-Nya sebagaimana salah seorang di antara kalian bisa memutar-mutar rotinya dalam perjalanan safar. Untuk diberikan kepada para penghuni surga (di padang mahsyar).” (HR. Bukhari no. 6520, Muslim no. 2793)

Hadis dari Abu Musa radhiyallahu ’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

إِن اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِالليْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ الليْلِ حَتى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا

“Sungguh, Allah membentangkan tangan-Nya pada malam hari untuk menerima tobat dari hamba yang bermaksiat di siang hari. Dan Allah membentangkan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima tobat dari hamba yang bermaksiat di malam hari. Sampai matahari terbit dari barat.” (HR. Muslim no. 2759)

Dan ini adalah akidah para sahabat Nabi, akidah para salaf, dan imam Ahlussunnah, tidak ada khilaf di antara mereka.

Abul Hasan Al-Asy’ari rahimahullah mengatakan,

وأجمعوا على أنه عزَّ وجلَّ يسمع ويرى، وأنَّ له تعالى يدين مبسوطتين

“Para ulama sepakat bahwa Allah ‘azza wa jalla mendengar dan melihat. Dan Allah Ta’ala memiliki dua tangan yang terbuka lebar.” (Risalah ila Ahlits Tsughur, hal. 225)

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan,

أنَّه سميعٌ، وأنَّ له يَدينِ بقَولِه: بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ، وأنَّ له يمينًا بقَولِه: وَالسَّمَوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ

“Allah Maha Mendengar, dan Allah memiliki dua tangan berdasarkan ayat (yang artinya), “Bahkan kedua tangan-Nya terbuka lebar.” (QS. Al-Maidah: 64) Dan kedua tangan Allah adalah kanan, berdasarkan firman-Nya (yang artinya), “Dan langit-langit dilipat oleh Allah dengan tangan kanan-Nya.” (QS. Az-Zumar: 67)” (Thabaqat Al-Hanabilah, 1: 282)

Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah mengatakan,

قَلبُ العَبدِ بين أُصبُعَين، وخَلَق آدَمَ بيَدِه، وكلَّما جاء الحديثُ مِثلُ هذا قُلْنا به

“Hati manusia ada di antara jari-jemari Allah, Allah menciptakan Nabi Adam dengan tangan-Nya. Setiap hadis yang menyebutkan semisal ini, maka itulah akidahku.” (Ibthalut Ta’wilat, karya Abu Ya’la hal. 45)

Ibnu Khuzaimah rahimahullah mengatakan,

بابٌ: ذِكرُ إثباتِ اليدِ للخَالقِ البارئِ جلَّ وعلا، والبيانُ أنَّ اللهَ تعالى له يَدانِ كما أعْلَمَنا في مُحكَم تَنْزيلِه

“Bab penyebutan dalil-dalil yang menetapkan sifat tangan bagi Allah jalla wa ‘ala, dan penjelasan bahwa Allah punya dua tangan sebagaimana telah diriwayatkan kepada kami (dari para salaf) dalam dalil-dalil yang muhkam (jelas).” (Kitabut Tauhid, 1: 118)

Ibnu Bathah rahimahullah mengatakan,

بابُ الإيمانِ بأنَّ للهِ عَزَّ وجَلَّ يدَينِ، وكِلْتا يَدَيه يمينانِ

“Bab mengimani bahwa Allah ‘azza wa jalla memiliki dua tangan, dan kedua tangan Allah itu kanan.” (Al-Ibanah Al-Kubra, 7:  295)

Ibnu Rusyd rahimahullah mengatakan,

لا اختِلافَ بينهم أيضًا في جوازِ إطلاقِ القَولِ بأنَّ للهِ يَدَين ووَجهًا وعينينِ؛ لأنَّ اللهَ وصَفَ بذلك نَفْسَه بكتابِه

“Tidak ada ikhtilaf di antara ulama tentang bolehnya mengatakan secara mutlak bahwa Allah Ta’ala punya dua tangan, punya wajah, dan punya dua mata. Karena memang Allah Ta’ala sebutkan demikian tentang diri-Nya di dalam Al Qur’an.” (Al-Bayan wat Tahshil, 16: 401)

Akidah Ahlussunnah itu sederhana. Apa yang ada dalam Al Qur’an dan hadis yang sahih, kita yakini apa adanya tanpa menambah dan mengurangi.

Menyamakan Allah dengan makhluk tentu terlarang. Namun, meyakini sebagaimana yang disebutkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan pemahaman salafus shalih bukanlah menyamakan Allah dengan makhluk. Nu’aim bin Hammad rahimahullah mengatakan,

من شبه الله بخلقه فقد كفر، ومن جحد ما وصف الله به نفسه فقد كفر، وليس ما وصف الله نفسه ورسوله تشبيهاً

“Siapa saja yang menyamakan Allah dengan makhluk-Nya, maka ia kufur. Siapa saja yang menolak menetapkan sifat yang Allah tetapkan untuk diri-Nya, maka dia kufur. Namun, menetapkan sifat yang Allah tetapkan untuk diri-Nya atau ditetapkan oleh Rasul-Nya, bukanlah menyamakan Allah dengan makhluk.” (Syarah Ushul I’tiqad Ahlissunnah, karya Al-Lalikai, 3: 532)

Makna ayat

Adapun makna ayat di atas, adalah tentang Bai’atur Ridhwan. Allah memuji para sahabat yang berbai’at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Namun, bukan berarti tangan Allah menempel di atas tangan para sahabat. Allah Ta’ala istiwa di atas Arsy, di atas seluruh makhluk-Nya. Maka tentu tangan Allah di atas tangan mereka. Namun Allah sebutkan demikian sebagai bentuk pujian dan dukungan kepada mereka.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan,

قوله تعالى: {يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ} ، وهذه أيضا على ظاهرها وحقيقتها، فإن يد الله تعالى فوق أيدي المبايعين، لأن يده من صفاته، وهو سبحانه فوقهم على عرشه، فكانت يده فوق أيديهم.

“Firman Allah Ta’ala (yang artinya), “tangan Allah di atas tangan mereka”, ayat ini juga tetap dipahami secara zahir dan secara hakiki. Karena tangan Allah Ta’ala tentu di atas tangan para sahabat yang berbai’at. Karena tangan Allah adalah sifat Allah, dan Allah ada di atas ‘Arsy, di atas orang-orang yang berbai’at. Sehingga tentu tangan Allah di atas tangan mereka.” (Al-Qawa’idul Mutsla, hal. 74)

Ath-Thabari rahimahullah menjelaskan makna ayat ini,

يد الله فوق أيديهم عند البيعة, لأنهم كانوا يبايعون الله ببيعتهم نبيه صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم

“Tangan Allah di atas tangan mereka ketika bai’at. Karena dengan berbai’at kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka sama saja berbai’at kepada Allah.” (Tafsir Ath Thabari, 22: 209)

Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan,

أي : هو حاضر معهم يسمع أقوالهم ويرى مكانهم، ويعلم ضمائرهم وظواهرهم

“Maksudnya, Allah hadir bersama mereka (para sahabat), mendengar perkataan mereka, dan melihat kedudukan mereka. Dan Allah mengetahui isi hati mereka dan perbuatan badan mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3: 199)

Kesimpulannya, ayat ini merupakan salah satu dalil yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala memiliki sifat tangan. Namun, tangan Allah adalah tangan yang layak bagi-Nya, tidak sama dengan tangan makhluk. Dan ayat ini sekaligus menunjukkan pujian dan dukungan kepada para sahabat yang berbai’at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Bai’atur Ridhwan.

Wallahu a’lam.

***

Penulis: Yulian Purnama, S.Kom

Sumber: https://muslim.or.id/90949-makna-ayat-tangan-allah-di-atas-tangan-mereka.html
Copyright © 2024 muslim.or.id