Titik Temu Syura dengan Demokrasi

Berikut penjelasan terkait titik temu syura dengan demokrasi. Sudah lumrah, dalam konteks Islam, kita sering melihat dan menyandingkan syura dengan demokrasi. Konsep syura adalah perintah Tuhan yang langsung diberikan kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai teladan untuk umat. Syura adalah suatu proses pengambilan keputusan dalam masyarakat yang menyangkut kepentingan bersama.

Bahkan, syura juga gambaran tentang cara kaum beriman menyelesaikan persoalan dan urusan sosial mereka. Syura dalam al-Qur’an dijelaskan dalam dua surat, yakni dalam surat Asy-Syura ayat 38, dan surat Ali Imran ayat 159. Allah Swt. berfirman:

وَالَّذِيْنَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَاَقَامُوْا الصَّلٰوةَ ۖ وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْ ۖ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ

Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan sholat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Asy-Syura [42]: 38).

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِ ۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

Artinya: “Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.” (QS. Ali Imran [3]: 159).

Salah seorang tokoh dan filsuf bernama Al-Farabi mensyaratkan adanya pemimpin yang tidak otoriter dan bisa membimbing masyarakat dengan cara menyelesaikan masalah secara bersama-sama.

Demikian juga shura menurut Muhammad Syahrur yang mengandung dua pengertian. Pertama, syura sebagai prinsip mutlak sebagaimana iman kepada Allah, shalat, dan zakat. Kedua, syura sebagai praktik sehari-hari yang mengikuti laju sejarah yang dihuni oleh masyarakat apa pun, atau dengan kata lain, shura yang terstruktur secara historis.

Makna syura

Tentu saja, pada pengertian pertama, syura merupakan bagian fundamental iman untuk menjawab seruan Tuhan, di samping shalat dan zakat.

Dari sini kita tahu bahwa, Islam datang untuk memahamkan manusia bahwa gerakan revolusi apapun yang berjuang dengan tujuan kebebasan berakidah dan berpendapat, sebenarnya merupakan perjuangan yang bertujuan pada syura

Begitu juga sebaliknya. Orang-orang yang mencegah syura, tidak percaya kepadanya, sama halnya dengan orang yang mencegah shalat dan zakat. Hal ini untuk mengokohkan shura dari sudut pandang akidah sebelum praktik-praktik lainnya.

Oleh karena itu, orang Islam tidak boleh mengganti syura dalam aspek prinsip-prinsipnya, karena syura termasuk dasar-dasar akidah dan ibadah.

Sementara, dalam pengertian yang kedua, syura sebagai praktik historis yang meliputi aspek politik dan sosial ekonomi umat. Artinya, Allah Swt. memerintah Nabi Muhammad Saw. untuk bermusyawarah dengan manusia dalam masalah-masalah yang tidak berkaitan dengan wahyu.

Jadi objek Ali Imran: 159 tersebut diarahkan kepada Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul yang berhubungan langsung dengan manusia yang semasa dengannya. Di sinilah, Nabi Muhammad mempraktikkan masalah ini dalam struktur masyarakat yang sarat dengan nilai-nilai sosial-kultural dan historis.

Kekuasaan Tuhan

Adanya kekuasaan manusia bukan berarti menafikan kekuasaan Tuhan, karena secara teologis manusia dituntut untuk “mengatur” kehidupannya sendiri di dunia.

Kita tahu, bahwa dalam teologi Islam, persoalan ini sudah menjadi persoalan klasik yang diperdebatkan oleh para mutakallimin. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa kehidupan manusia di dunia diatur dan dikontrol sepenuhnya oleh Tuhan (Jabariyah).

Artinya, manusia hanya sebagai “robot” yang semua gerak-geriknya sudah ditentukan dan diatur oleh Tuhan. Sebagian yang lain mengatakan bahwa segala perbuatan yang dilakukan oleh manusia tidak ada sangkut pautnya dengan Tuhan (Qadariyah). Tuhan hanya sebagai Pencipta, dan manusia diberi kebebasan mengatur kehidupan mereka.

Berbeda dalam konteks demokrasi (syura), umat Islam secara umum dan umat Islam Indonesia secara khusus, masih memperdebatkan dan mempermasalahkan kedaulatan mutlak Tuhan. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhammad Natsir.

Hanya saja, rakyat tetap mempunyai kedaulatan. Artinya, dalam negara Islam, rakyat mempunyai dua hak, yaitu hak untuk menyusun undang-undang dan hak untuk memilih kepala negara. Pemikiran ini didasarkan pada ayat al-Qur’an surat Ali Imran [3]: 159, An-Nisa’ [4]: 59.

Karena itu, menerapkan kedaulatan rakyat bukan berarti mengingkari kedaulatan Tuhan. Meskipun agama berasal dari Tuhan, tetapi pada pelaksanaannya tetap melibatkan peran manusia. Maka disinilah perlunya penafsiran secara terus-menerus terhadap teks-teks agama guna melestarikan alam ciptaan Tuhan.

Nah, yang diperlukan sekarang bukan mempersoalkan kedaulatan rakyat dengan kedaulatan Tuhan, tetapi usaha untuk melakukan kebaikan sesama manusia ciptaan Tuhan di dunia inilah yang sangat penting.

Penafsiran-penafsiran terhadap ayat-ayat Tuhan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, selalu diperlukan dan dibutuhkan sesuai dengan konteks kehidupan manusia.

Apakah syura hanya sebatas ajaran agama?

Bagi bangsa Indonesia, syura tidak hanya sebatas ajaran agama, tetapi juga sudah menjadi kebudayaan dan tradisi masyarakat Indonesia dalam memutuskan urusan-urusan bersama.

Secara teologis-sosiologis, masyarakat Indonesia tidak mempersoalkan muasal konsep tersebut dan tidak mempersoalkan kedaulatan Tuhan dengan kedaulatan rakyat. Dengan demikian, maka muncullah ungkapan “demokrasi Indonesia” atau “demokrasi Pancasila”.

Syahdan, salah satu ciri wacana politik abad ke-20 adalah kenyataan bahwa hampir semua gerakan politik mengklaim diri bersifat demokratis, dan mengembangkan demokrasi.

Dalam hal ini, hampir tak ada kelompok politik yang dapat menghindar atau menolak klaim ini. Alasan yang mendasari fenomena ini adalah gagasan sentral demokrasi, bahwa semua kekuasaan diberikan oleh rakyat, dan bahwa penggunaan kekuasaan hanya sah jika mewakili kehendak rakyat.

Dengan demikian, wajar jika dikatakan bahwa demokrasi merupakan konsep yang diterima secara universal, termasuk di dunia Islam. Banyak teoretisi atau politisi yang secara eksplisit menulis atau bertindak dalam kerangka Islam, menyatakan bahwa teori politik mereka juga bersifat demokratis. 

Bahkan, konsep negara dan pemerintahan Abu A’la al-Maududi dan Imam Khomeini selalu disebut teo-demokrasi Islam atau demokrasi Islam yang bersifat plebisit (plebiscitary Islam-democracy). Pun banyak juga penulis dari dunia Islam mengatakan bahwa Islam merupakan bentuk demokrasi yang sejati dan paling baik.

Akan tetapi, demokrasi yang menekankan pada suara rakyat mayoritas juga tidak terbebas dari kekurangan. Dalam demokrasi, legitimasi politik sering dipahami sebatas dalam koridor kehendak mayoritas, bukan pada pengetahuan tentang kebenaran, sehingga kesalahan dalam mengambil keputusan jarang dipersoalkan.

Catatan akhir

Kondisi ini akhirnya mengakibatkan benturan antara keadilan prosedural dan keadilan substantif. Bahwa kaum demokrat bisa dikatakan lebih mengutamakan keadilan prosedural yang berlandaskan suara mayoritas, yang dengannya keadilan substantif pun dapat tercapai.

Padahal, keadilan substantif hanya bisa diperoleh melalui pendekatan filosofis, yang menegaskan bahwa kebenaran tidak bisa diperoleh dari pengambilan keputusan yang salah.

Dua implikasi terkait dengan hal ini. Pertama, kekuatan rakyat seharusnya dibatasi oleh kebenaran tentang keputusan yang mereka ambil. Kedua, perlu adanya pengawasan kekuasaan evaluatif terhadap keputusan rakyat.

Ini bisa diwujudkan melalui pembentukan lembaga khusus yang terdiri dari orang- orang tertentu yang dinilai lebih memahami kebenaran dibanding kebanyakan orang. Artinya, lembaga ini kemudian diberi hak prosedural untuk mengintervensi pemerintah berdasarkan argumen substantif tentang kebenaran pengetahuan.

Sekalipun demikian, ada pula kalangan yang mendukung pemisahan demokrasi dari masalah kebenaran dengan mempertanyakan kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan objektif tentang kebenaran.

Misalnya seperti Robert Dahl salah satu yang menekankan bahwa demokrasi harus terbebas dari pertanyaan-pertanyaan epistemologis ontologis tentang sifat dasar penilaian moral. Menurutnya, kita harus mencurigai siapapun yang mengklaim memiliki pengetahuan objektif tentang kebaikan. 

Demikian penjelasan titik temu syura dengan demokrasi. Semoga titik temu syura dengan demokrasi bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawaab.

BINCANG SYARIAH

Hukum Zakat untuk Korban Palestina 

Rabu kemarin (08/11), Komisi fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) mengeluarkan Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan Terhadap Perjuangan Palestina. Pada poin nomor dua dan tiga, fatwa MUI tersebut adalah hukum boleh menyalurkan zakat untuk korban perang di Palestina. 

Hukum Zakat untuk Korban Palestina

Berdasarkan hasil fatwa MUI, dukungan terhadap kemerdekaan Palestina saat ini hukumnya wajib. Dukungan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk dengan mendistribusikan infaq, sedekah, dan zakat untuk kepentingan perjuangan rakyat Palestina

Pertama, dukungan di atas, termasuk dengan mendistribusikan zakat, infaq dan sedekah untuk kepentingan perjuangan rakyat Palestina. 

Kedua, Pada dasarnya dana zakat harus didistribusikan kepada mustahik yang berada di sekitar muzakki. Dalam hal keadaan darurat atau kebutuhan yang mendesak dana zakat boleh didistribusikan ke mustahik yang berada di tempat yang lebih jauh, seperti untuk perjuangan Palestina.

Kedua poin dalam fatwa itu, bagaimanapun, layak mendapatkan perhatian khusus, terutama dari para dai dan influencer. Agar bertambah dukungan kepada perjuangan rakyat Palestina dalam berbagai bidang.  Adapun para dai dan influencer merupakan diantara garda terdepan pemilik cerobong informasi untuk umat belakangan ini.

Tinjauan Fiqh

Dalam lembaran fatwa MUI tersebut, terkait hukum zakat boleh untuk korban Palestina,  salah satu kutipan yang menjadi poin bagian “memperhatikan” diambil dari catatan tambahan (Taqrir) al-Sayyid al-Bakri di pinggir kitab beliau, I’anah al-Thalibin. Berikut ini saya kutip langsung dari kitab tersebut:

وَمُقَابِلُ الْمَشْهُوْرُ جَوَازُ النَّقْلِ، وَهُوَ مَذْهَبَ الْاِمَامِ أَبِىْ حَنِيْفَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ وَكَثِيْرٌ مِنَ الْمُجْتَهِدِيْنَ، مِنْهُمُ اْلاِمَامُ الْبُخَارِيُّ فإنه ترجم المَسْألَة بِقَوْلِهِ باب أخْذِ الصَّدقة من الأغنياء وترد على الفقراء حيث كانوا قَالَ شَارِحُهُ الْقَسْطَلاَنِىُّ: ظَاهِرُهُ أَنَّ الْمُؤَلِّفُ يَخْتَارُ جَوَازَ نَقْلِ الزَّكَاةِ مِنْ بَلَدِ الْمَالِ

“Menurut lawan pendapat yang masyhur; boleh hukumnya memindahkan zakat dari wilayah asalnya. Itu adalah madzhab Imam Abu Hanifah ra dan banyak ulama mujtahid lain, diantaranya Imam al-Bukhari.

Imam al-Bukhari bahkan menjadikan persoalan ini sebagai salah satu judul bahasan dalam kitab hadits beliau, dengan menuliskan; Bab Tentang Memungut Zakat dari Orang-orang Kaya, Kemudian Didistribusikan Kepada Orang-orang Fakir di Manapun Mereka. 

Syaikh al-Qasthalani, salah satu pensyarah Shahih Bukhari, mengatakan; secara lahir, pengarang (Imam al-Bukhari) membolehkan untuk memindahkan zakat dari wilayah asalnya”. (Lihat Sayyid Bakri, Taqrir I’anah dalam I’anah al-Thalibin, 2/187)

Saya sengaja mengutip teks Taqrir dari kitab I’anah al-Thalibin itu lebih panjang, agar bisa menangkap kerangka persoalan. Meskipun kutipan saya itu belum menyeluruh, paling tidak dengan sebegitu telah membantu mengenali siapa ulama yang dimaksud oleh penulis Taqrir. Supaya pembaca mengenali pula para ulama tersebut.

Di dalam Kitab I’anah al-Thalibin sendiri, al-Sayyid al-Bakri juga menukil satu komentar penting tentang boleh memindahkan pendistribusian zakat dari wilayah asalnya. Pendapat itu berasal dari ulama Mazhab Syafi’i, Ibnu ‘Ujail al-Yamani (w. 696 H). 

Beliau mengatakan bahwa kebolehan mengalihkan distribusi zakat dari wilayah asalnya, ialah di antara topik zakat yang fatwanya boleh keluar dari pendapat yang kuat di jalur Mazhab Syafi’i (al-Mazhab). Begini kata beliau:

قال ابن عجيل اليمني ثلاث مسائل في الزكاة يفتى فيها على خلاف المذهب، نقل الزكاة، ودفع زكاة واحد إلى واحد، ودفعها إلى صنف واحد.  

“Ibnu ‘Ujail al-Yamani mengatakan; tiga permasalahan zakat yang difatwakan berbeda dengan pendapat yang kuat (al-Madzhab), kebolehan memindah zakat (dari wilayah asalnya), kebolehan menyerahkan zakatnya satu jiwa kepada satu orang (dari seluruh asnaf yang ada), dan kebolehan memberi zakat kepada satu golongan (dari yang delapan).” (Lihat Sayyid Bakri, I’anah al-Thalibin, jilid 2, halaman 187)

Ibnu ‘Ujail bukanlah satu-satunya ulama Mazhab Syafi’i yang mengatakan boleh memindahkan pendistribusian zakat dari wilayah asalnya. Selain beliau ada juga Ibnu Shalah (w. 643 H), Ibnu Firkah (w. 729 H) dan sekelompok ulama Mazhab Syafi’i lain. Pendapat ini bahkan menjadi pegangan banyak ulama dalam Mazhab Syafi’i, sebagaimana kutipan dari kitab Syekh ‘Amirah berikut ini:

قَوْلُهُ: (وَالثَّانِي يَجُوزُ إلَخْ) . هُوَ مَا أَفْتَى بِهِ ابْنُ الصَّلَاحِ، وَابْنُ الْفِرْكَاحِ عِنْدَ وُجُودِ مَصْلَحَةٍ مِنْ قَرِيبٍ، وَنَحْوِهُ، قَالَ الْبَغَوِيّ وَعَلَيْهِ أَكْثَرُ الْعُلَمَاءِ

“Kata pengarang (dan menurut qaul tsani boleh sampai akhir—yaitu boleh memindahkan pendistribusian zakat dari wilayah asalnya) itu adalah fatwa Ibnu Shalah dan Ibnu Firkah, ketika ada maslahat/kemanfaatan, seperti kerabat atau semisalnya. Imam al-Baghawi mengatakan; banyak ulama yang berpegang kepada pendapat itu. (Lihat Qulyubi dan ‘Amirah, Hasyiyah Qulyubi wa ‘Amirah, 3/203)

Meskipun banyak ulama mengizinkan untuk mengamalkan pendapat ini, tetap saja menurut pendapat yang kuat dalam Mazhab Syafi’i tidak boleh hukumnya memindahkan pendistribusian zakat dari wilayah asalnya. Berikut penjelasan Imam al-Mahalli dalam kitab beliau:

(وَالْأَظْهَرُ مَنْعُ نَقْلِ الزَّكَاةِ ) مِنْ بَلَدِ الْوُجُوبِ مَعَ وُجُودِ الْمُسْتَحِقِّينَ فِيهِ إلَى بَلَدٍ آخَرَ فِيهِ الْمُسْتَحِقُّونَ

“(Menurut qaul azhar tidak boleh memindahkan zakat) dari wilayah yang diwajibkan mengeluarkannya, serta ada orang-orang yang berhak menerima zakat di wilayah itu. Tidak boleh dipindahkan ke wilayah lain yang di sana juga ada orang-orang yang berhak menerima zakat.” (Lihat al-Mahalli, Kanz al-Raghibin dalam Hasyiyah Qulyubi wa ‘Amirah, 3/202)

Hukum Penyaluran Zakat Untuk Rakyat Palestina

Adapun kasus pendistribusian zakat kepada rakyat Palestina kali ini diurus oleh pemerintah atau oleh lembaga yang diberi izin oleh pemerintah, seperti Baznas (Badan Amil Zakat Nasional). Kondisi perang membuat akses orang luar atas nama pribadi terbatas ke wilayah Palestina. Bahkan untuk sekedar mengantarkan zakat bisa menjadi tragedi mengantarkan nyawa.

Karena yang memindahkan pendistribusian harta zakat dari wilayah asalnya adalah pemerintah atau lembaga yang mendapat izin pemerintah, persoalan hukumnya menjadi berbeda. 

Pendapat kuat yang melarang untuk memindahkan pendistribusian zakat dari wilayah asalnya itu, berlaku untuk kasus pendistribusian zakat secara personal. Sedangkan dalam hal pendistribusian zakat yang dikendalikan pemerintah, pendapat yang kuat adalah pemerintah boleh memindahkannya dari wilayah asal zakat.

وَفِي الرَّوْضَةِ كَأَصْلِهَا الْخِلَافُ فِي جَوَازِ النَّقْلِ وَتَفْرِيقُهُ ظَاهِرٌ فِيمَا إذَا فَرَّقَ رَبُّ الْمَالِ زَكَاتَهُ، أَمَّا إذَا فَرَّقَ الْإِمَامُ، فَرُبَّمَا اقْتَضَى كَلَامُ الْأَصْحَابِ طَرْدَ الْخِلَافِ فِيهِ، وَرُبَّمَا دَلَّ عَلَى جَوَازِ النَّقْلِ لَهُ، وَالتَّفْرِقَةِ كَيْفَ شَاءَ وَهَذَا أَشْبَهُ.  (قَوْلُهُ وَهَذَا أَشْبَهُ) وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ 

“Dalam kitab Raudhah al-Thalibin seperti kitab induknya (al-Muharrar); perbedaan pendapat tentang boleh memindahkan harta zakat dan mendistribusikannya tidak di wilayah asal adalah nyata pada kasus pendistribusian oleh pemilik zakat. Adapun kalau yang mendistribusikan pemerintah bisa jadi kesimpulan kalam tokoh-tokoh Mazhab Syafi’i menghalau perbedaan pendapat tersebut. 

Boleh jadi hal itu mengindikasikan kebolehan memindahkan dan mendistribusikan zakat sesuai keinginan pemerintah. Pendapat ini lebih kuat. ‘(Kata Imam Mahalli ‘wa hatza asybah) itu adalah yang mu’tamad (resmi)’—Komentar Imam Qulyubi.” (Lihat al-Mahalli, Kanz al-Raghibin dalam Hasyiyah Qulyubi wa ‘Amirah, 3/203)

Dasar Perbedaan Pendapat

Dasar perbedaan pendapat tentang memindahkan pendistribusian zakat itu adalah perbedaan persepsi tentang hadis dari Sahabat Ibnu ‘Abbas ra. Hadis ini menceritakan tentang pesan Rasulullah Saw. kepada Sahabat Mu’adz bin Jabal ra. ketika beliau diutus ke Yaman. Salah satu pesan Rasulullah Saw. kepada beliau adalah tentang pemungutan zakat. Berikut lafadz haditsnya dalam kitab Sahih Muslim, hadis nomor 19:

فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ في فُقَرَائِهِمْ

“Maka beritahulah mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shadaqah (zakat) yang dipungut dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang fakir mereka.” (Muttafaq ‘Alaih)

Ulama yang melarang untuk memindahkan zakat dari wilayah asalnya mendasarkan pendapatnya pada konteks hadis ini. Konteks hadis ini ialah Rasulullah Saw. tengah berpesan kepada Sahabat Muadz ra. tentang hal-hal yang mesti beliau ajarkan kepada penduduk Yaman. Sehingga seluruh lafaz yang bermakna “mereka” dalam hadis ini merupakan kata ganti dari orang-orang yang sesuai konteks hadis, yaitu penduduk Yaman. 

Dengan demikian kalau “zakat dipungut dari orang-orang kaya mereka (penduduk Yaman)” maka juga “diberikan kepada orang-orang fakir mereka (penduduk Yaman). Hukum yang seperti itu berlaku untuk pemungutan zakat di seluruh daerah kaum muslimin. Begitu uraian singkat tentang sisi pandang pendapat ini.

Namun, Imam Nawawi mengomentari cara pandang pendapat ini dalam kitab Syarh Hadis Muslim. Beliau menuliskan:

وَهَذَا الِاسْتِدْلَالُ لَيْسَ بِظَاهِرٍ لِأَنَّ الضَّمِيرَ فِي فُقَرَائِهِمْ مُحْتَمِلٌ لِفُقَرَاءِ الْمُسْلِمِينَ وَلِفُقَرَاءِ أَهْلِ تِلْكَ الْبَلْدَةِ وَالنَّاحِيَةِ وَهَذَا الِاحْتِمَالُ أَظْهَرُ

“Cara berdalil ini rancu. Karena dhamir yang ada pada ‘fu-qa-raa-i-him’ berpotensi mengandung maksud orang-orang fakir kaum muslimin, dan orang-orang fakir dari penduduk negeri atau wilayah itu. Dan potensi itu nyata.” (Lihat Yahya bin Syarf an-Nawawi, Sahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, 1/07). 

Demikian penjelasan terkait fatwa MUI tentang hukum boleh zakat untuk korban perang Palestina.Wallahu ‘a’lam.

BINCANG SYARIAH

Ini Daftar Produk Israel dan Pro-Israel, Banyak Barang Mewahnya!

Palestinian BDS National Committee memverifikasi produk-produk ini terlibat..

Palestinian BDS National Committee memverifikasi produk-produk ini terlibat dalam penjajahan dan apartheid oleh Israel. Produk ini jelas dan punya andil langsung atas kejahatan Israel. Berikut ini Republika rangkum beberapa produk yang terkonfirmasi terkait dan mendukung Israel.

REPUBLIKA

Qunut Nazilah untuk Palestina, Hukum, Cara, dan Bacaan Qunut Nazilah

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah merekomendasikan kepada umat Islam untuk membaca Qunut Nazilah untuk Palestina sebagai bentuk solidaritas terhadap perang dan bencana kemanusiaan di kawasan Gaza, Palestina. KH Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum PBNU, mengajak seluruh umat Islam, khususnya warga Nahdlatul Ulama, untuk juga menyelenggarakan shalat ghaib dan doa bersama. Tujuannya adalah untuk memohon pertolongan dan keselamatan bagi para syuhada dan korban jiwa akibat eskalasi kekerasan di Palestina. Doa Qunut Nazilah dijadikan sarana untuk mengekspresikan dukungan dan kepedulian terhadap saudara-saudara kita di Palestina.

Jusuf Kalla, Ketua Umum Dewan Mesjid Indonesia (DMI), juga mengimbau umat Islam di Indonesia untuk melaksanakan Doa Qunut Nazilah, khususnya dalam pelaksanaan Salat Jum’at. Hal ini menjadi langkah konkret dalam menunjukkan solidaritas dan dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina.

Pemerintah juga turut berperan dalam mengajak umat Islam untuk bersatu dalam doa. Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran yang menganjurkan umat Islam untuk melaksanakan doa bersama dan membaca qunut nazilah sebagai wujud kepedulian dan doa untuk saudara-saudara di Palestina.

Rekomendasi dari berbagai pihak ini mencerminkan keinginan bersama untuk menyuarakan keprihatinan dan solidaritas terhadap tragedi kemanusiaan yang tengah dialami oleh warga Palestina. Doa Qunut Nazilah menjadi sarana spiritual untuk menghaturkan harapan, keselamatan, dan keberkahan bagi mereka yang terdampak oleh konflik tersebut.

Lalu apa itu qunut nazilah dan bagaimana cara melaksanakannya?

Sejarah Qunut Nazilah

Qunut nazilah pertama kali dipraktikkan oleh Rasulullah pada saat beliau mendengar laporan dua tragedi Ar-Raji dan Bir Ma’unah. Dalam dua tragedi tersebut, para sahabat yang diutus oleh beliau untuk mengajarkan Islam kepada Suku ‘Adhal dan al-Qarahs, serta penduduk Nejd dibantai, sehingga Rasullah sangat sedih dan tepukul.

Kejadian itu merupakan musibah dan petaka bagi kaum muslimin. Atas terjadinya peristiwa tersebut Rasulullah membaca qunut selama satu bulan. Oleh karena itu, menurut para ulama’ qunut nazilah sangat dianjurkan saat terjadi musibah, bencana, atau mala petaka seperti serangan musuh, situasi kekeringan, musim paceklik, serangan wabah/epidemi yang mengancam jiwa kaum muslimin.

Dengan demikian, qunut nazilah untuk perang di Palestina yang mengancam tanah, nyawa dan harta umat Islam dan warga lainnya di wilayah Gaza sudah sangat memenuhi unsur untuk dilaksanakan qunut nazilah. Bahkan, umat Islam sangat dianjurkan untuk senantiasa memanjatkan qunut nazilah selama perang itu berkecamuk.

Pengertian Qunut Nazilah

Secara etimologi menurut Sayyid Abu Bakar bin Muhammad Syatha Qunut adalah berdoa untuk kebaikan atau kejelekan. (Hasyiyah I’anah al-Thalibin, Juz 1, hal. 158). Sementara menurut Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairimi bermakna pujian (al-tsana’). (Hasyiyah al-Bujairimi ‘ala al-Khtib, Juz 4, hal. 336).

Sedangkan secara terminologi syar’i Qunut adalah bacaan zikir tertentu yang mengandung doa dan pujian, seperti ungkapan allahumma ighfirli ya ghafur (Ya Allah, ampunilah aku wahai Dzat Yang Maha Pengampun). Jika tidak mengandung dua unsur doa dan pujian, maka tidak bisa dinamakan Qunut.

Ibnu ‘Allan dalam Al-Futuhat Al-Rabbaniyah ‘ala Al-Adzkar An-Nawawiyah qunut nazilah berarti do’a di dalam shalat yang dilakukan pada saat tertentu ketika berdiri. Sedangkan kata Nazilah, seperti definisi dalam Al-Mu’jam Al-Wasith bermakna musibah luar biasa.

Dengan demikian, qunut nazilah adalah doa yang dibaca ketika terjadi musibah luar biasa yang menimpa umat Islam yang bertujuan mendoakan kebaikan dan keselamatan bagi  umat Islam yang tertimpa musibah besar dan menjauhkan mereka dari bahaya musuh yang mengintai. Qunut nazilah juga diamalkan ketika umat Islam menghadapi persoalan keamanan, pertanian, bencana alam, bencana kemanusiaan, dan lain sebagainya, termasuk dalam hal ini adalah perang yang mengancam masyarakat di Palestina.

Hukum Qunut

Membaca qunut dalam shalat masih diperselisihkan di kalangan ulama’. Secara umum qunut dapat dikategorikan ke dalam dua bahasan. Pertama, qunut khusus shalat Subuh dan shalat witir. Dalam hal ini, masih terjadi khilafiyah di antara para ulama terkait qunut saat shalat subuh. Kedua, qunut yang terkait dengan mala petaka dan bahaya atau dalam situasi genting atau disebut dengan qunut nazilah.

Untuk Qunut Nazilah tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama. Namun, terdapat ragam pendapat di kalangan ulama madzhab tentang teknis melakukan qunut nazilah. Perbedaan tersebut pada seputar shalat apa saja qunut nazilah ini bisa dilakukan.

Menurut ulama madzhab Hanafi, seperti keterangan dalam kitab al-Bahru al-Ra’iq dan Hasyiyahnya Minhatu Al-Khaliq karya Ibnu ‘Abidin, dan kitab al-Dur al-Muntaqa Syarh al-Multaqa, qunut nazilah dikerjakan  pada shalat fardhu jahriyah, shalat-shalat di mana Imam mengeraskan bacaan yakni, subuh, Maghrib dan Isya’.

Sedangkan menurut Ulama Madzhab Syafi’i seperti diterangkan dalam kitab Raudhah Al-Talibin, qunut nazilah bisa dilakukan pada semua shalat fardhu baik jahriyyah maupun sirriyah. Adapun Ulama Madzhab Hanbali, dalam al-Mughni dan al-Mubdi’, berpendapat bisa dilakukan pada semua shalat fardhu kecuali pada saat shalat Jum’at.

Pelaksanaan dan Cara Baca Qunut Nazilah

Qunut nazilah ini dibaca sebelum sujud pada rakaat terakhir di setiap shalat wajib. Perbedaan ulama tentang qunut nazilah berimplikasi terhadap cara membacanya. Ketika qunut nazilah ini dilakukan pada shalat-shalat jahriyyah, para ulama sepakat, cara membaca doa qunut nazilah adalah dengan mengeraskan suara.

Namun, jika dilakukan pada shalat sirriyah seperti shalat Dhuhur dan Ashar, ada perbedaan. Bagi madzhab yang berpendapat bahwa qunut nazilah dilakukan di semua shalat fardhu, baik itu jahriyyah maupun sirriyah, maka cara membaca doanya dengan mengeraskan suara, baik shalat jahriyyah maupun sirriyah.

Cara ini sebagaimana yang diterangkan oleh Imam An-Nawawi dalam Raudhah at-Thalibin, ia mengatakan jika qunut dibaca pada shalat selain shalat subuh, menurut pendapat yang rajih sama seperti shalat shubuh, yakni dengan suara yang nyaring, baik shalat sirriyah maupun jahriyyah.”

Teks Bacaan Qunut Nazilah

Teks doa qunut nazilah ada beberapa versi. Di antaranya, adalah sebagaimana terdapat dalam riwayat Umar Ibn al-Khattab. Diriwayatkan oleh  Imam Baihaqi dalam Sunan al-Kubra, pada bab doa qunut, suatu ketika Umar membaca qunut dengan lafadh berikut :

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ، وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ ، وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ ، اللَّهُمَّ الْعَنْ كَفَرَةَ أَهْلِ الْكِتَابِ الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِكَ ، وَيُكُذِّبُونَ رُسُلَكَ ، وَيُقَاتِلُونَ أَوْلِيَاءَكَ اللَّهُمَّ خَالِفْ بَيْنَ كَلِمَتِهِمَ ، وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ ، وَأَنْزِلْ بِهِمْ بَأْسَكَ الَّذِى لاَ تَرُدُّهُ عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِينُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ وَنُثْنِى عَلَيْكَ وَلاَ نَكْفُرُكَ ، وَنَخْلَعُ وَنَتْرُكُ مَنْ يَفْجُرُكَ

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ ، وَلَكَ نُصَلِّى وَنَسْجُدُ ، وَلَكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ ، نَخْشَى عَذَابَكَ الْجَدَّ ، وَنَرْجُو رَحْمَتَكَ ، إِنَّ عَذَابَكَ بِالْكَافِرِينَ مُلْحَقٌ.

“Ya Allah berikanlah ampunan kepada kami, juga untuk orang-orang mu’min laki-laki maupun perempuan,dan orang-orang muslim laki-laki maupun perempuan. Satukanlah hati-hati mereka, perbaikilah hubungan mereka, tolonglah mereka atas musuh-Mu dan musuh mereka. Ya Allah berikanlah laknat para orang-orang kafir ahli kitab yang mendustakan utusan-Mu dan membunuh para wali-Mu. Ya Allah cerai beraikan kalimat mereka, goncangkan kaki-kaki mereka serta turunkanlah siksa-Mu yang tidak bisa dihindarkan untuk kaum yang melakukan kejahatan.

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagai Maha Penyayang. Ya Allah kami memohon pertolongan-Mu, memohon ampunan-Mu, memuji-Mu, tidak kufur terhadap-Mu, serta melepaskan dan meninggalkan orang yang bermaksiat kepada-Mu.

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah kami beribadah kepada-Mu, untuk-Mu kami shalat dan sujud, dan kepada-Mu lah kami menuju dan bergegas. Kami takut akan adzab-Mu yang keras, kami memohon rahmat-Mu, sesungguhnya adzab-Mu kepada orang-orang yang kafir itu pasti akan terjadi.”

ISLAMKAFFAH

Apakah Musibah itu Takdir Allah?

Apakah musibah itu takdir Allah? Pertanyaan ini muncul sebab ketentuan dan takdir dari Allah Swt. memberikan musibah bagi hamba-hambanya. Musibah berputar-putar di berbagai negeri dan negara. Melingkar di berbagai hamba-hambanya. 

Itu artinya, tidak ada manusia di permukaan bumi ini yang bebas dari musibah, dan tidak ada negara yang sepi dari musibah. Karena ini adalah ujian dari Allah Swt. Di dalam al-Qur’an dinyatakan:

لَـتُبْلَوُنَّ فِيْۤ اَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْ ۗ وَلَـتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُواالْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِيْنَ اَشْرَكُوْۤا اَذًى كَثِيْـرًا ۗ وَاِنْ تَصْبِرُوْا وَتَتَّقُوْا فَاِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ

Artinya: “Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu. Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan.” (QS. Ali Imran [3]: 186).

ٱلَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا ۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُ 

Artinya: “Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk [67]: 2).

Dalam hal ini, baik yang berlebihan harta maupun yang kekurangan harta itu adalah ujian dari Allah Swt. Tidak hanya harta, tetapi juga ujian bisa berupa jiwa-jiwa kalian.

Demikian halnya juga dengan kehidupan dan kematian adalah ujian dari Allah Swt. untuk mengetahui siapa yang baik amal ibadahnya diantara kalian. Pepatah Arab pernah menyatakan:

ثمانية لابد منها على الفتى# ولابد أن تجري عليه الثمانية

سرور وهم واجتماع وفرقة # ويسر وعسر ثم سقم وعافية

Delapan perkara yang tidak akan pernah lepas dari seorang manusia, dan delapan itu akan berjalan pada setiap individu. Adalah kebahagiaan. Namun, kebahagiaan tidak selalu ada pada setiap orang, melainkan kebahagiaan pasti akan selalu diiringi dengan kegelisahan.

Kita tahu, terkadang, orang gelisah terhadap peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu. Terkadang pula tidak sedikit orang akan merasa gelisah terhadap peristiwa yang akan datang.

Tak hanya itu, adakalanya manusia diuji oleh Allah Swt. atas sebuah perkumpulan-perkumpulan. Itu sebabnya, setelah adanya perkumpulan, maka perpisahan akan segera menyusulnya. Setelah itu ada kemudahan dan kesulitan. Ada kesakitan (sakit) dan kesehatan.

Imam Syafi’i pernah berkata:

تَزَوَّدْ مِنَ التَّقْوَى فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِي # إِذَا جَنَّ لَيْلٌ هَلْ تَعِيْشُ إِلَى الْفَجْرِ

Artinya: “Berbekallah ketakwaan karena sesungguhnya engkau tidak tahu. Jika malam telah tiba apakah engkau masih bisa hidup hingga pagi hari.”

Alkisah, suatu waktu Siti Zainab (putri Rasulullah Saw.), ketika putranya meninggal dunia, maka Siti Zainab merasa gelisah. Sebab, ada jiwa yang dicintainya diambil oleh Allah Swt.

Atas kejadian itu, akhirnya, Nabi menyampaikan mauidah kepada putrinya, “Sesungguhnya Allah Swt. Memiliki hak untuk mengambil dan memberi, dan semuanya telah ditetapkan oleh Allah Swt. Di dalam qada’ dan qadar-Nya. Tugas manusia hanya tinggal bersabar atas apa yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.”

Nabi Saw. bersabda:

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَت: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ (إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ) اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَجَرَهُ اللَّهُ فِي مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا، قَالَتْ: فَلَمَّا تُوُفِّيَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِي خَيْرًا مِنْهُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم

Artinya: “Diriwayatkan dari Ummu Salamah, istri Nabi Saw. Berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada seorang hamba pun yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan  innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un. allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa (Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik) melainkan Allah akan memberinya pahala dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.” 

Ummu Salamah kembali berkata: “Ketika Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun mengucapkan doa sebagaimana yang Rasulullah Saw. ajarkankan padaku. Maka Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah Saw.” (HR. Muslim, no. 1526).

Penting untuk dicatat, bahwa orang-orang yang beriman pasti akan mengembalikan ujian itu kepada Allah Swt. Kita hanya ingin mengambil pelajaran dari apa yang sudah diteladankan oleh Kanjeng Nabi Saw., diteruskan oleh para sahabatnya, tabi’in, hingga para tabi’ut tabi’in untuk bersabar menghadapi musibah yang telah ditetapkan. Kita semua pasti akan kembali kepada Allah Swt.

Syahdan. Bahwa sabar dalam menghadapi musibah adalah bagian dari bentuk ketaatan kepada Allah Swt., sebagaimana sabar untuk meninggalkan maksiat adalah bagian ketaatan kepada Allah Swt. 

Demikian jawaban atas apakah musibah itu takdir Allah? Sejatinya semua ini adalah takdir dan dalam kuasa Allah SWT. Wallahu a’lam bisshawab.

BINCANG SYARIAH

Aksi Sejumlah Negara Bela Palestina

Perang Israel-Palestina yang terjadi pada Oktober-November 2023 telah memicu aksi solidaritas dari berbagai negara di dunia. Aksi-aksi ini digelar untuk menunjukkan dukungan terhadap Palestina dan mengecam serangan Israel. Nah berikut ini aksi sejumlah negara bela Palestina. 

Aksi Sejumlah Negara Bela Palestina

Pertama, Bolivia tegas berpihak pada hak-hak Palestina.Bolivia, dengan tegas memutuskan hubungan diplomatik, Selasa waktu setempat. Alasannya, karena kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan terhadap rakyat Palestina.

Langkah tersebut resmi diumumkan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Freddy Mamani dan pejabat Menteri Kepresidenan Bolivia dan Menteri Luar Negeri sementar María Nela Prada. Pengumuman disampaikan satu hari setelah Presiden Bolivia Luis Arce bertemu dengan Duta Besar Palestina untuk Bolivia Mahmoud Elalwani. 

Kemudian dalam perwakilan Bolivia untuk PBB, Diego Pary, juga menegaskan kembali pendirian negaranya pada pertemuan darurat Majelis Umum PBB. Ia mengatakan bahwa negaranya berpihak pada hak-hak rakyat Palestina.

 “Rakyat dan pemerintah Bolivia telah mengambil keputusan untuk memutuskan hubungan diplomatik mulai hari ini dengan negara Israel karena kami menganggapnya sebagai negara yang tidak menghormati kehidupan masyarakat, hukum internasional atau hukum kemanusiaan internasional,” kata Pari Kamis (2/11).

Kedua, aksi Chile, Colombia, Yordania tarik duta besar dari Israel.  Selain Bolivia, Chile dan Kolombia dilaporkan telah memanggil duta besar mereka di Israel. Alasannya adalah apa yang dilakukan Israel ke Gaza adalah pembantaian ke warga Palestina. “Jika Israel tidak menghentikan pembantaian terhadap rakyat Palestina, kita tidak bisa berada di sana,” kata Presiden Kolombia Gustavo Petro.

Menurut keterangan kata Kementerian Luar Negeri Chile di sejumlah media, pelanggaran Kejahatan Kemanusiaan Internasional yang tidak dapat diterima yang dilakukan Israel di Jalur Gaza, Pemerintah Chile memutuskan untuk memanggil kembali duta besar Chile untuk Israel, Jorge Carvajal, ke Santiago untuk berkonsultasi.

Hal sama juga dilakukan Yordania. Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi mengatakan menarik duta besar di Israel dan menolak masuk kembali duta besar Israel di sana. 

“Kembalinya duta besar tersebut akan bergantung pada Israel yang menghentikan perangnya di Gaza, menghentikan bencana kemanusiaan yang diakibatkannya, dan menahan diri dari tindakan yang mengabaikan hak-hak dasar warga Palestina, termasuk akses terhadap makanan, air, dan obat-obatan, serta kehidupan yang aman dan stabil di tanah nasional mereka,” katanya seraya mengumumkan dimulainya proses evakuasi warganya dari Jalur Gaza pada Rabu lalu.

Ketiga, Rusia dan China Tak Mengecap Hamas Teroris. Meskipun sejumlah negara Barat seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, serta sekutu Israel telah melabeli Hamas dengan istilah teroris. Lain halnya dengan dua negara besar lainnya, Rusia dan China. 

Moskow dan Beijing telah memperkuat posisi mereka terhadap konflik di Gaza dalam beberapa hari terakhir dengan tidak mencap Hamas sebagai teroris dan terus mendorong perdamaian antara keduanya.

Menteri Luar Negeri China mengatakan pada akhir pekan lalu bahwa kampanye pemboman Israel telah melampaui ruang lingkup pertahanan diri. Beijing menegaskan bahwa mereka harus menghentikan hukuman kolektif terhadap rakyat Gaza.

Sedangkan Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengemukakan bahwa pengepungan intensif atas Gaza oleh Israel mungkin mirip dengan pengepungan Leningrad yang dilakukan tentara Jerman pada perang dunia kedua, sebuah referensi yang mungkin akan menyebabkan kebencian besar di Israel.

Keempat, aksi Indonesia bela Palestina. Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan bantuan Indonesia untuk Palestina merupakan bentuk solidaritas kemanusiaan. Kepala negara menyatakan Bangsa Indonesia akan terus bersama Rakyat Palestina. 

Bahkan dari awal konflik Israel dan Palestina bahkan hingga kini pun, Indonesia tak henti memberikan bantuan medis hingga keperluan sembako kepada saudara kita di Palestina. Hebatnya lagi, sejumlah warga asli Indonesia juga turun langsung ke lokasi memberikan support kepada saudara sesama muslim di Gaza Plestina.

Bahkan belum lama ini MUI telah mengeluarkan sejumlah fatwa sebagai bentuk dukungan pada Palestina. Dari mulai mewajibkan aksi pembelaan pada Palestina, hingga mengharamkan produk-produk pro Israel. 

Selain itu Indonesia juga telah menampung, dan mendatangkan langsung sejumlah pemuda-pemudi Palestina ke Indonesia untuk mendapatkan beasiswa pendidikan full hingga selesai. Semoga dengan bantuan dan dukungan dari sejumlah negara, Palestina segera mendapatkan  keadilan, keamanan, kebebasan, dan kemerdekaannya.

Demikian penjelasan terkait aksi sejumlah negara bela Palestina. Semoga perang yang telah menawaskan puluhan ribu nyawa masyarakat sipil dan anak-anak.

BINCANG SYARIAH

Hukum Memberikan Zakat kepada Orang Kaya dan Orang yang Masih Mampu Bekerja

Diriwayatkan dari sahabat ‘Ubaidillah bin ‘Adi bin Al-Khiyar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَخْبَرَنِي رَجُلَانِ أَنَّهُمَا أَتَيَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ وَهُوَ يُقَسِّمُ الصَّدَقَةَ فَسَأَلَاهُ مِنْهَا فَرَفَعَ فِينَا الْبَصَرَ وَخَفَضَهُ فَرَآنَا جَلْدَيْنِ فَقَالَ إِنَّ شِئْتُمَا أَعْطَيْتُكُمَا وَلَا حَظَّ فِيهَا لِغَنِيٍّ وَلَا لِقَوِيٍّ مُكْتَسِبٍ

Ada dua orang yang mengabarkan kepadaku bahwa mereka berdua telah menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada waktu haji wada’, sementara beliau sedang membagikan zakat. Mereka berdua meminta kepada beliau sebagian dari zakat tersebut. Lalu beliau mengangkat pandangannya kepada kami, kemudian menundukkannya, dan beliau melihat kami adalah orang yang kuat. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, ‘Kalau kalian berdua menginginkannya, maka kami akan memberikan kepada kalian berdua. Dan tidak ada bagian dalam zakat tersebut bagi orang yang kaya dan orang yang mampu untuk bekerja.’” (HR. Ahmad, 38: 162, Abu Dawud no. 1633, An-Nasa’i, 5: 99-100, sanadnya sahih)

Kandungan hadis

Kandungan pertama, hadis ini adalah dalil bahwa orang yang kaya itu tidak berhak menerima zakat. Jika orang kaya diberikan zakat, maka hal itu sama saja mencegah dan menghalangi orang lain yang berhak (misalnya, orang fakir miskin) dari menerima pembagian zakat. Demikian pula, hal itu sama dengan menihilkan hikmah disyariatkannya kewajiban zakat, yaitu untuk mencukupi kebutuhan orang-orang fakir miskin.

Akan tetapi, “kaya” adalah suatu istilah yang tidak memiliki definisi baku, karena berbeda-beda sesuai dengan keadaan zaman dan tempat (wilayah atau daerah tertentu). “Kaya” tidak bisa didefinisikan dengan orang yang memiliki harta dengan jumlah tertentu. Hal ini tidak sebagaimana pendapat sebagian ulama yang memberi batasan dengan orang yang memiliki harta sejumlah lima puluh dirham. (Lihat Ma’alim As-Sunan, 2: 226)

“Kaya” bisa diartikan sebagai seseorang yang mampu memenuhi kebutuhan dirinya dan kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungan nafkahnya. Baik karena dia memiliki tabungan, atau memiliki pekerjaan (profesi) tertentu, atau karena aktivitas perdagangan, atau semacam itu sehingga dia mampu mencukupi kebutuhannya. Inilah pendapat Imam Asy-Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad dalam salah satu riwayat, dan Ibnu Hazm rahimahumullah. (Lihat Fiqhuz Zakat, 2: 554)

Jika seseorang tidak memiliki harta dan tidak mampu memenuhi kebutuhannya, maka dia termasuk dalam fakir atau miskin yang berhak menerima zakat.

Kandungan kedua, hadis ini juga dalil bahwa orang yang secara fisik masih mampu bekerja, juga tidak berhak menerima zakat. Hal ini karena dia termasuk “kaya” dengan pekerjaan yang bisa dilakukannya. Namun, apabila ada penghalang sehingga dia tidak bisa bekerja, misalnya sakit kronis (menahun), atau tidak ada lapangan pekerjaan, atau sebab-sebab lainnya, maka dia bisa diberi harta zakat untuk memenuhi dan mencukupi kebutuhannya. Demikian pula, apabila dia sudah bekerja, namun penghasilannya tidak mampu untuk memenuhi dan mencukupi kebutuhannya dan kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungannya, maka dia pun boleh diberikan harta zakat.

Kandungan ketiga, hadis ini dalil bahwa siapa saja yang zahirnya menunjukkan bahwa dia bukanlah orang yang berhak menerima zakat, misalnya karena tampilan fisiknya, maka dia diberi nasihat dan dijelaskan bahwa dia tidak boleh mengambil atau meminta pembagian harta zakat.

Dalam hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berulang kali melihat kondisi dan keadaan dua orang tersebut. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menilai bahwa kedua orang tersebut secara fisik masih kuat dan mampu untuk bekerja. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan,

إِنَّ شِئْتُمَا أَعْطَيْتُكُمَا

Kalau kalian berdua menginginkannya, maka kami akan memberikan kepada kalian berdua.

Maka, beliau mengembalikan urusan tersebut kepada dua orang tersebut yang sudah diberikan penjelasan tentang keadaan mereka berdua yang masih kuat dan mampu bekerja. Sehingga, dosanya menjadi tanggungan mereka berdua apabila keduanya tetap ingin mengambil harta zakat, padahal sudah dijelaskan bahwa mereka sebetulnya tidak berhak menerimanya.

Dari sini, ada dua pelajaran yang bisa kita ambil, yaitu:

Pelajaran pertama, bahwa seseorang yang memberi zakat (muzakki) handaklah mengecek dan meneliti keadaan orang yang meminta pembagian harta zakat. Hendaklah dicek, apakah mereka memang betul termasuk orang yang berhak menerima zakat?

Pelajaran kedua, ketika seseorang mengaku dan mengklaim tentang kondisi atau keadaan dirinya, misalnya dia mengatakan bahwa dia sedang kesulitan dan butuh harta zakat, hendaklah klaim tersebut diterima. Jika ada orang yang bersikeras meminta zakat dan mengklaim bahwa dia berhak menerima zakat, dan kita tidak mengetahui benar atau tidaknya klaim tersebut, maka kita tetap memberikan zakat kepadanya. Namun, apabila kita mengetahui dan yakin bahwa dia berdusta, maka kita pun tidak memberikan zakat kepadanya.

Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat Wallahu Ta’ala a’lam.

***

@Kantor YPIA Pogung, 12 Rabi’ul akhir 1445/ 27 Oktober 2023

Penulis: M. Saifudin Hakim

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/89081-hukum-memberikan-zakat-kepada-orang-kaya.html

Jangan Berhenti karena Manusia

Jika sudah memulai karena Allah, janganlah menyerah karena manusia. Teruskan apa yang sudah di niatkan. Jikalau akhirat yang engkau niatkan, maka kemudian Allah akan mengatur dan menyertakan dunia untuk ikut hadir menyertai. Memang itu berat dan akan selalu terasa berat jika niat di awal salah. Maka, kemudian perlu meluruskan niat dan memupuk dalam memperbaharui niat yang lurus.

Niat itulah yang akan menjadi kekuatan yang besar dalam kita menjalani kehidupan sebagai seorang hamba. Niat yang ikhlas menuntun manusia pada jalan kebaikan dan keistikamahan. Seseorang yang ikhlas dalam menjalankan hidup dan beribadah akan memahami bahwa amalan dan ibadah yang ia lakukan itu akan diganjar pahala dan tidak akan mengejar penilaian manusia. Lalu dengan itu, semangat ibadahnya dan semangat hidupnya pun akan bangkit, baik itu ada dukungan maupun tidak adanya dukungan dari manusia. Sebagaimana dalam hadis disampaikan,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وإنما لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنكحها فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Sesungguhnya setiap amal itu (tergantung) pada niatnya. Dan sesungguhnya sesesorang itu hanya mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (dinilai) karena Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena harta dunia yang hendak diraihnya atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu hanyalah kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ikhlas itu berat, namun nilainya luar biasa

Niat karena Allah itu memang tidaklah mudah. Namun, jika kita ikhlas dalam menjalankan sesuatu, maka kemudian Allah akan menjadikan yang sulit menjadi mudah, yang jauh menjadi dekat, dan yang tidak mungkin akan menjadi mungkin jika sudah Allah kehendaki.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيْهِ بِـ : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ أَبْتَرُ

Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan ‘bismillahirrahmanirrahim’, amalan tersebut terputus berkahnya.” (HR. Al-Khatib dalam Al-Jami’, dari jalur Ar-Rahawai dalam Al-Arba’in, As-Subki dalam Tabaqat-nya)

Jika segala perbuatan dan ibadah yang kita kerjakan kita niatkan ikhlas karena Allah ‘Azza Wajalla, maka sudah semestinya kita tidak goyah sedikit pun jika ada ujian atau ada orang yang tidak suka dengan kita. Dari hal itulah kemudian kita sudah semestinya melaksanakan dengan bersungguh-sungguh dan istikamah dalam menjalankan setiap aktivitas dalam kehidupan kita. Jangan sampai karena penilaian manusia, kita berhenti berdakwah. Jangan sampai karena manusia yang minim dalam beribadah, dia berhenti istikamah dalam hal kebaikan serta berhenti istikamah dalam hal beribadah. Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah memberikan nasihat,

تَرْكُ الْعَمَلِ لِأَجْلِ النَّاسِ رِيَاءٌ وَالْعَمَلُ لِأَجْلِ النَّاسِ شِرْكٌ

Meninggalkan amalan karena manusia termasuk riya’ dan beramal karena manusia termasuk syirik.” (Majmu’atul Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 23: 174)

Semoga Allah ‘Azza Wajalla menjaga hidayah dan keistikamahan kita, mengaruniakan keberkahan dan keikhlasan dalam setiap amal yang kita perbuat. Dan jangan lupa untuk senantiasa berdoa dan meminta perlindungan pada Allah agar kita terhindar dari fitnah dan syubhat akhir zaman yang marak hadir di sekitar lingkungan, terutama maksiat yang diumbar dan dosa-dosa yang ditampakkan. Semoga kita dimudahkan dan dimampukan dalam menjaga niat diri ikhlas menjadi insan yang semakin bertakwa dan mengimani setiap syariat dan sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

***

Penulis: Kiki Dwi Setiabudi, S.Sos.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/89079-jangan-berhenti-karena-manusia.html

Dua Kunci Krusial dalam Mencari Jodoh dalam Islam

Dua hal perlu diperhatikan Muslim saat mencari jodoh.

Ketika seorang Muslim dihadapkan pada jodoh, maka ia dianjurkan untuk tidak acuh melainkan memperhatikan dua hal.

KH Faiz Syukron Makmun menjelaskan, ketika seseorang hendak melamar atau dilamar orang, maka sebaiknya ia melakukan dua hal. Pertama, hendaknya ia memantaskan diri. 

“Memantaskan diri ketika mau dilamar atau melamar orang. Atta’amul ma’al asbab, menjadikan kamu dilirik banyak orang. Jangan ketika kamu, misalnya perempuan, ketika dilamar, berpenampilan urakan bawa-bawa pacul,” kata Kiai Faiz dalam kajian alumni Daarul Rahman, Jumat (10/11/2023).  

Adapun kunci yang kedua, kata beliau, adalah tahu batas. Beliau memberikan analogi bahwa seekor macan jangan pernah bercita-cita untuk terbang, nanti ia bisa menjadi stress karena itu suatu yang mustahil. Sebab Allah memberikan kepadanya karunia cakar, auman besar, serta taring. 

“Itu artinya Allah kasih modal macan batasan-batasannya. Ini kalau ada macan tiba-tiba ambil wudhu kemudian sholat dua rakaat di masjid, kalian pasti berpikir bahwa macan ini minasholihin (bagian dari orang sholeh). Kalau macan begitu, nanti nggak ada keindahan dalam hidup,” kata Kiai Faiz. 

Sehingga beliau menekankan, setiap manusia harus tahu diri dan tahu batasannya. Begitu juga kepada orang yang dihadapkan jodoh padanya. 

Namun demikian seorang Muslim juga ditekankan untuk senantiasa memetik hikmah apabila telah melalui tahapan-tahapan tadi. Sebab, kata Kiai Faiz, wa ma min nafasin tubdihi illa walahu qadarun fika yumdihi/setiap tarikan nafas ada takdir. 

“Misalnya, saya mau bekerja, maka saya harus mandi bersih-bersih. Tapi kalau saya sakit, saya nggak marah dan gak kecewa, karena Allah ala kulli syaiin qadir. Allah yang memberikan takdir yang cocok kepada kita,” ujar beliau. 

ISLAMDIGEST

6 Narasi Sinisme Perjuangan Palestina = Propaganda Zionis

Ketika puluhan ribu saudara kita gugur dibom ‘Israel’, masih ada penggembos perjuangan Palestina yang narasinya mirip gembong Zionis, bahkan  lancar mengutip fatwa, mengapa narasinya sama?

Oleh: Fahmi Salim Zubair, MA

DI TENGAH gempuran jet-jet tempur penjajah ‘Israel’ ke Jalur Gaza yang telah menyebabkan puluhan ribu orang gugur, pemuda-pemuda Palestina yang berjibaku mengusir penjajah, di Indonesia sekelompok orang justru secara nyinyir melemahkan peran para pejuang Palestina.

Para pejuang kelompok pembebasan Palestina berbagai faksi, yang paling besar adalah Brigade Izzuddin Al-Qassam, sayap militer Hamas, telah bertempur mengusir penjajah 32 tahun lamanya.

Namun apapun faksinya, mereka memiliki peran besar membebaskan kembali tanah Palestina yang dirampas, dan yang paling penting bagi kita semua, adalah mewakili semua umat Islam dunia, menjaga kehormatan dan izzah untuk membebaskan Baitul Maqdis dan Masjidil Aqsha.

Terkait soal ini tidak ada persoalan para ulama dunia, bahkan sudah banyak Resolusi tentang Baitul Maqdis dikeluarkan para ulama. Alih-alih membela perjuangan, sekelompok kecil umat di Indonesia, justru melakukan penggembosan para pembebas Palestina dan Baitul Maqdis.

Belum lama ini, sebuah akun instagram bernama @Sunah Salafi secara gencar memuat propaganda untuk menggembosi perlawanan terhadap penjajah. Dalam berbagai pesannya, mereka rajin propaganda, bahwa antara perjuangan Palestina dan Hamas, dua hal berbeda.

Menariknya, narasi-narasi seperti ini, tidak hanyanya disebar di akun-akun media sosial, tetapi polanya sama dengan para ustad yang membranding diri “Ahlus Sunnah”. Menariknya, bahasa, istilah dan pola yang digunakan persis sama dengan propaganda-propaganda yang telah disebar Yahudi Internasional –baik di dunia Arab—atau yang sudah sampai ke Indonesia.

Dalam pesan berjudul “tidak sama pejuang Indonesia dengan Hamas, beda jauh bagaikan antara sümur dan arsy” mereka membuat narasi menyesatkan umat. Pertama, bahwa pejuang Indonesia mewakili rakyat, sedang Hamas tidak mewakili rakyat Palestina, tidak di Tepi Barat maupun di sebagian dalam Gaza.

Kedua, perang Indonesia dipimpin oleh pemimpin yang sah raja-raja, sementara Hamas dikendalikan partai politik, bukan presiden. Ketiga, pahlawan Indonesia mempunyai banyak diplomasi antar negara, sedang Hamas tidak di akui diplomasi di berbagai negara; kecuali Qatar, Turki dan Iran.

Empat, pemimpin Indonesia ikut berperang langsung bersama tentara-nya, pemimpin Hamas tidur di hotel Qatar bersama keluarga-nya. Kelima, tentara Indonesia berperang tidak di pemukiman warga, Hamas berperang dari dalam bawah tanah, dan menabrakkan roket ‘Israel’ di atas pemukiman warga.

Enam, jika pertempuran tidak bisa menghindar dari pemukiman warga, maka Indonesia mengungsikan warga dahulu seperti tragedi “Bandung Lautan Api” tapi Hamas tidak peduli keselamatan warga, meski sudah terjadi bertahun-tahun.

Narasi-Narasi Yahudi

Apa yang disampaikan para penggembos perjuangan Palestina ini diakusi atau tidak sama persis dengan narasi gembong Zionis ‘Israel’. Sekali waktu lihatlah youtube dan carilah propagandis gembong-gembong Zionis seperti Edy Cohen, wartawan sekaligus propagandis ‘Israel’ khusus dunia Arab, yang sangat fasih Bahasa Arab.

Juga Letkol Avichay Adraee, jubir pasukan penjajah (IDF), yang diangkat sebagai Kepala Devisi Media Berbahasa Arab. Dua orang –sebenarnya masih banyak wakil-wakil Zionis yang ditugaskan di media sosial–  lancar Bahasa Arab dan rajin mengutip fatwa-fatwa ulama Saudi, bahkan sering mengutip ayat-ayat Al-Quran sebagai dalih melarang umat Islam mendukung pejuang pembebasan Palestina dan Baitul Maqdis, termasuk melarang berdemo di pihak Palestina.

Pertanyaannya, mengapa kok sama? Antara propagandis Zionis yang tugasnya mengadu domba antar umat Islam dengan orang-orang di Indonesia ini?

Ada enam hal narasi Zionis Yahudi yang terus-menerus dilemparkan di tengah umat Islam, yang secara tidak sadar, antar umat satu dengan lainya saling bermusuhan dan saling mendengki.

Pertama. Hamas tidak mewakili rakyat Palestina.

Ketahuilah, ketika Barat meminta agar Palestina menggunakan demokrasi dan melakukan pemilihan umum (Pemilu), tahun Pemilu dilakukan tahun 2006-2007, Hamas meraih 76 kursi dan Al Fatah memperoleh 43 kursi dari 132 kursi Parlemen. Lebih dari 77% warga Palestina yang berhak memilih menggunakan hak pilih mereka.

Hamas menang telak dari suara nasional. Di semua negara modern hasil Pemilu adalah cermin aspirasi rakyat dan mereka mewakili rakyat Palestina secara sah dan legal.

Karena yang menang Hamas, maka Barat dan ‘Israel’ tidak menyukainya. Karena itu keduanya dibuat konflik.

Sejak itu Hamas memilih berkuasa di Jalur Gaza sejak 2007 sementara Barat dan sekutunya condong mengangkat kelompok Fatah dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang dipimpin Yasser Arafat kemudian berganti Presiden Mahmoud Abbas.

Agar Palestina tidak dikendalikan kelompok bersenjata yang berpotensi melawan penjajah maka Barat dan sekutunya atas izin ‘Israel’ membuat berbagai perjanjian-perjanjian.

Tahun 1993, dibuat Perjanjian Oslo, dimana penjajah ‘Israel’ mengakui tim negosiasi Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sebagai “wakili rakyat Palestina”, dengan imbalan PLO mengakui hak penjajah ‘Israel’ untuk eksis dalam damai, penerimaan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa 242 dan 338, dan penolakannya terhadap “kekerasan dan terorisme” (maksudnya tidak menentang penjajahan dan pemukim haram yang selalu berbuat dzalim penduduk asli Palestina).

Sementara penjajah ‘Israel’ menduduki wilayah Palestina, sebagai hasil dari Perjanjian Oslo, Organisasi Pembebasan Palestina atau PLO mendirikan sebuah badan administratif sementara, namanya Otoritas Nasional Palestina atau Otoritas Palestina, yang oleh ‘Israel’ dan Barat diakui sebagai ‘pemerintahan Palestina’, meski  tidak memiliki banyak fungsi.

DUA. Narasi perang Indonesia dipimpin raja-raja, perang Palestina dipimpin partai politik.

Nusantara sebelum ada proklamasi negara Indonesia dipimpin oleh raja atau sultan di tiap-tiap wilayah yang berdaulat. Mereka juga mengobarkan jihad perlawanan karena punya wawasan akidah anti penjajah dan dikawal ulama.

Hamas juga punya wawasan akidah yang sama anti-penjajahan, mereka dikawal ulama dan mereka ulil amri yang sah hasil Pemilu 2006. Sementara apa yang bisa diharapkan dari presiden Otoritas Palestina?

Fakta membuktikan Otoritas Palestina hanya bisa tunduk kepada “perjanjian damai”  yang menguntungkan penjajah dan mendzalimi bangsa Palestina. Wilayah semakin digerogoti dengan pembangunan masif pemukiman-pemukiman (settlements) baru warga Zionis, status pengungsi Palestina di luar negeri yang ingin kembali tidak ada jaminan, dan status Al-Quds ibu kota Palestina makin jauh dari harapan.

TIGA. Narasi menyesatkan Yahudi bahwa Hamas tidak punya perwakilan diplomasi, sementara Otoritas Palestina (didominasi kelompok sekuler Fatah dan PLO) punya perwakilan dan diplomasi di berbagai negara.

Salah satu bentuk diplomasi revolusi Indonesia adalah pengakuan luar negeri yang pertama dari negara Palestina dan negara Arab lainnya. Di masa revolusi dan pasca proklamasi, Indonesia juga dikucilkan dan tak diakui oleh banyak sekali negara Barat dan Timur.

Kondisi Palestina sekarang sama dengan Indonesia dahulu, bahkan kita berhutang budi kepada Palestina yang pertama kali mengakui kedaulatan RI. Hamas memang tidak diakui ‘Israel’, Amerika dan sekutu-sekutunya yang sekarang memberi izin mengembom Gaza.

Tapi Hamas diakui, Qatar, Turki, Iran, juga oleh negara lain: Suriah, Lebanon, Kuwait, Sudan, Libya, Yaman, Aljazair, Malaysia, juga Rusia, China dan Afghanistan. Jadi kalau kita sekarang tidak mengakui keabsahan perjuangan perlawanan Palestina, sama halnya kita mengingkari dan mengkhianati sejarah perjuangan revolusi Indonesia tahun 1945-1949, dan berada di pihak penjajah.

Mengapa sebagian dai-dai yang mengklaim ‘paling sunnah’ ini ‘anti-muqowwamah dan narasinya sama dengan narasi penjajah?

EMPAT. Narasi Hamas foya-foya di hotel bersama keluarganya, sedang pahlawan Indonesia banyak berjuang di hutan.

Pemimpin revolusi kemerdekaan Indonesia ada yang terjun di medan tempur bergerilya di tengah hutan, ada yang di dalam penjara Belanda, ada yang di istana mengatur siasat perang dan negosiasi dan banyak yang menjadi diplomat, tinggal di luar negeri.

Ada Mr. Agus Salim, Mr. Mohamad Roem, ada Prof Abdul Kahar Muzzakir para diplomat kemerdekaan RI yang banyak berjuang di kancah diplomasi internasional dan mengharuskannya sering ke luar negeri. Semua berjuang untuk Indonesia di semua lini.

Sama halnya para pemimpin Hamas, pembagian peran dan strategi, baik perang dan diplomasi dalam dan luar negeri, politik dalam dan luar negeri sudah diatur dan dibagi sesuai kapasitas masing-masing.

Pemimpin yang tinggal di luar negeri pun hidup wajar sederhana tidak seperti pejabat negara muslim yang kaya lainnya. Dan sebelumnya Ismail Haniya tinggal dan berjuang di dalam Gaza memimpin perjuangan politik dan militer.

Banyak keluarga dan kerabatnya syahid, dan dia jadi target rejim Zionis nomer wahid. Mengapa fitnah dan hinaan poin ini tidak diarahkan ke faksi politik Palestina lainnya?

Mengapa tidak ada yang mengkritik Fatah, PLO dan Otoritas Palestina yang diangkat Barat “mewakili rakyat Palestina”, yang selama Gaza diblokade lebih 16 tahun, sudah diserang ‘Israel’ lebih 5 kali, dan tidak ada satupun peluru atau perlawanan Otoritas Palestina menyerang ‘Israel’?

Karenanya, sejak 1993 PLO/Fatah sudah tidak bisa dikategorikan sebagai kelompok perlawanan terhadap penjajah. Setelah diberi mainan bernama “Otoritas Palestina”, secara otomatis,  pemerintahan administrative ini masuk provinsinya ‘Israel’.

Yang menarik, setiap perang berlangsung, Otoritas Palestina menggencarkan donasi Palestina, sementara yang dibom, yang dibunuhi rakyat Gaza. Oh ya, jangan lupa, karena Otoritas Palestina masuk propinsinya ‘Israel’, masa sampai hari ini, semua staf Otoritas Palestina digaji oleh pemerintah penjajah.

Jadi mengapa semua fitnah dan narasi diarahkan ke faksi Hamas? Mengapa ke Hamas yang tidak bersedia akui negara zionis ‘Israel’ dan terus lakukan perlawanan hingga Palestina merdeka?

Jawaban bagi yang punya hati pasti tahu.

LIMA. Narasi menyesatkan bahwa pejuang Hamas berperang dari bawah tanah dan mengakibatkan banyak korban warga sipil Gaza beda dengan pejuang revolusi Indonesia mengosongkan pemukiman terlebih dulu dan mengungsikan warga sebelum perang.

Situasi kondisi Indonesia yang luas dan berbukit dan banyak hutan memungkinkan perang gerilya, berbeda dengan kondisi Gaza dan negeri Arab umumnya wilayah terbuka.

Wilayah Indonesia begitu luas tak bisa disamakan dengan Gaza yang hanya 365 km2. Semua wilayah ini dikepung dengan tembok tinggi, dimana besi, batu, dan semua bahan-bahan yang menghawatirkan penjajah dilarang masuk selama 16 tahun lebih.

Saya ulangi, selama 16 tahun dikepung dari darat, laut, udara. Dengan semua hal dikontrol dan dikendalikan Zionis, berbeda jauh dengan suasana di Tepi Barat dibawah Otoritas Palestina, tapi tetap dikontrol Zionis.

Karena itu tidak banyak pilihan lokasi di Gaza dan mereka bertekad tidak akan mengungsi ke luar Gaza. Narasi agar Gaza dikosongkan, dan warganya pindah keluar adalah narasi yang sudah lama dibangun dan diinginkan penjajah ‘Israel’.

Zionis sudah lama menginginkan agar Gaza dikosongkan penuh dan semua warganya dipindahkan paksa ke Gurun Sinai di bawah otoritas negara Mesir. Yang terbaru, Zionis dan Amerika memberi iming-iming Mesir agar dibebaskan hutangnya di IMF jika mau menampung rakyat Gaza.

Karena itu narasi agar Gaza dikosongkan dahulu, adalah narasi yang sudah lama dibangun Zionis. Jika Gaza dikosongkan maka mudah bagi penjajah menurunkan bom-bom kaliber berat, dan setelah itu mereka akan memperluas penjajahannya dan wilayahnya.

Harap tahu, mayoritas rakyat Gaza tidak sudi meninggalkan tanahnya. Jika kita Tanya mereka, mereka akan mengatakan, ini tanah ribath, yang tidur saja di dalamnya sudah diberi kemuliaan oleh Allah Subhanahu Wata’ala.

Faktanya selama lebih sebulan Gaza digempur, rakyat yang mengungsi dari utara ke selatan, sesuai keinginan penjajah tetap dihujani bom. Seperti video di bawah ini;

Mengapa tipuan dan kedustaan janji-janji Yahudi ini sama dengan narasi-narasi yang dipakai sebagian yang mengklaim paling “ahlus sunnah”? Bahkan saya juga tidak pernah pernah berfikir ini dilakukan pendakwah salafi, boleh jadi ada pihak ketiga yang memanfaatkan adu domba ini.

Sampai di sini sudah paham? Mana yang jelas fakta dan kondisi lapangan dengan imajinasi khayalan kelompok paling “ahlus Sunnah” yang tidak berdasarkan fakta, bahkan lebih banyak meneruskan propaganda Yahudi sebagaimana yang banyak diunggah Edy Cohen dan Letkol Avichay Adraee dari IDF yang fasih berbahasa Arab dan mengutip Al-Quran. Wallahu A’lam.*

Penulis adalah Tim Riset dan Founder Baitul Maqdis Institute

HIDAYATULLAH