Pengamat Haji dan Umrah dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dadi Darmadi, menyebut upaya Kementerian Agama mendorong sertifikasi pembimbing haji oleh BNSP merupakan hal yang bagus. Namun, program tersebut perlu sosialisasi yang baik.
“Secara umum respon saya positif dan menyambut baik usulan ini. Sepengetahuan saya, rencana ini sudah diusulkan sejak sebelumnya, dimana ada keinginan dari pemerintah memformilkan profesi pembimbing haji dan meningkatkan kapasitas maupun layanan kepada jamaah,” kata dia saat dihubungi Republika, Kamis (21/10).
Sebelumnya, pelaksanaan sertifikasi pembimbing haji dilakukan bekerja sama dengan UIN. Meski sudah berlaku, namun sifatnya belum absolut atau mengikat dan wajib. Kali ini, ia menyebut pemerintah rasanya ingin lebih formil dengan menggandeng lembaga pemberi sertifikasi yang bonafit. Untuk sebuah kebijakan yang penting seperti ini, ia mempertanyakan kesiapan dari Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) maupum pembimbing haji.
Selanjutnya, ia mempertanyakan seberapa siap dan bersedia pemerintah maupun lembaga sertifikasi dalam melakukan proses sertifikasi ini. Dalam kondisi normal, dimana Indonesia mengirimkan 220ribu jamaah haji ke Saudi, maka diperlukan 5ribu pembimbing haji setiap tahunnya.
“Hal-hal seperti ini harus benar-benar dipikirkan. Kebijakan baru yang bagus ini harus disiapkan sematang mungkin. Sejauh ini saya belum melihat turunan dari gagasan ini,” lanjutnya.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) memiliki kepedulian yang sangat tinggi kepada jamaah. Namun, sudah siapkah lembaga menyiapkan sertifikasi ini dalam kurun waktu yang tidak sebentar, jika mengejar haji tahun depan berjalan kembali normal.
Dadi Darmadi lantas memberikan saran agar Dirjen PHU melakukan sosialisasi dan menyampaikan pentingnya sertifikasi ini. Jangan sampai, di kalangan masyarakat maupun KBIH, muncul ketakutan atau keresahan baru yang menganggap sertifikasi ini sebagai kebijakan yang rumit.
“Kebijakan yang bagus ini perlu didukung, namun juga perlu disosialisasikan dengan baik, agar tidak memunculkan kebingungan dan keresahan yang tidak perlu,” kata dia.
Selain itu, ia menyoroti keberadaan pembimbing haji, dimana sejak dulu biasanya ditunjuk berdasarkan kepercayaan. Mereka ditunjuk bukan oleh lembaga penjamin mutu, atau dalam konteks modern saat ini.
Hal ini disebut serupa dengan Ustaz atau Kiai di dalam negeri. Para tokoh agama ini diberi label oleh masyarakat, yang dipengaruhi oleh kredibilitas atau kepercayaan dari masyarakat.
Pembimbing haji dimana berhubungan dengan ibadah, lebih banyak berdasarkan kenyamanan jamaah. Jangan sampai, program sertifikasi yang bagus ini menghilangkan unsur kenyamanan yang ada.