Bismillah walhamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,
Tiga prinsip istikamah
Untuk bisa sukses dalam kebaikan apapun, maka seorang muslim haruslah berpegang dengan tiga prinsip istikamah, termasuk kebaikan mempelajari ilmu terjemah. Yang dimaksud dengan ilmu terjemah di sini adalah menerjemah dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Ini adalah kebaikan yang besar, terutama apabila kita niatkan dengan ilmu tersebut agar bisa memahami dan mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan benar dan baik. Karena keduanya adalah wahyu Allah yang berbahasa Arab.
Tiga prinsip istikamah tersebut adalah:
Prinsip pertama: Ikhlas (mencari rida dan pahala-Nya)
Di dalamnya terdapat kaidah “multi niat, multi pahala”, maka niatkan mempelajari ilmu terjemah ini dengan beragam niat, seperti:
Pertama: Sarana untuk memahami dan mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Kedua: Untuk diajarkan kepada kaum muslimin dan muslimat, terutama diajarkan kepada para da’i sunnah.
Ketiga: Sarana menerjemahkan kitab-kitab para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menjelaskan tafsir Al-Qur’an dan syarah (penjelasan) Al-Hadits.
Keempat: Sarana menulis konten-konten ilmu syar’i yang tidak bisa dipisahkan dengan aktifitas menerjemah ucapan-ucapan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Prinsip kedua: Sesuai sunah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Pelajari dan terapkan adab-adab islami dalam beramal saleh, termasuk mempelajari ilmu terjemah, agar terpenuhi salah satu syarat diterimanya amal saleh.
Prinsip ketiga: Bertawakal kepada Allah semata dengan banyak berdoa kepada Allah semata, sambil berusaha dengan baik dan benar
Janganlah di dalam meraih kesuksesan mempelajari dan menggunakan ilmu terjemah ini, hati kita bersandar kepada selain Allah. Contohnya, kita bersandar kepada kecerdasan diri, kelengkapan literatur, kehebatan atau ketenaran guru, pengalaman panjang dan bersandar kepada selain Allah yang lainnya. Tawakallah dan sandarkanlah hati kita hanya kepada Allah semata dalam beramal saleh, termasuk dalam mempelajari dan menggunakan ilmu terjemah ini.
Status ilmu terjemah
Ilmu terjemah pada hakikatnya adalah:
Pertama: Disiplin ilmu tersendiri, berarti ada kaidah-kaidah dan pembagiannya, istilah-istilah dan definisinya, serta ada pula bab-babnya.
Kedua: Keterampilan (skills), berarti pemahaman dan plus butuh latihan berulang, sehingga butuh waktu dan kesabaran, sama seperti kita sedang belajar berenang, berkuda, dan keterampilan lainnya.
Ketiga: Seni, karena ada citra rasa bahasa (dzauq lughawi) yang bisa berbeda antar penerjemah yang satu dengan yang lainnya.
Baca Juga: Keutamaan Belajar Bahasa Arab dan Ilmu Nahwu
Definisi terjemah
Secara istilah, terjemah adalah:
التعبير عن الكلام بلغة أخرى
“Mengungkapkan amanat [1] ucapan (dari bahasa sumber) dengan bahasa lain (bahasa sasaran yang setara).” [2]
Atau dengan bahasa lain:
Mengungkapkan amanat ucapan dari bahasa sumber (bahasa yang diterjemahkan) ke dalam bahasa sasaran (bahasa penerjemah) dengan mengungkapkan keseluruhan maknanya dengan memperhatikan tata bahasa, struktur kalimat, dan gaya bahasa pada kedua bahasa tersebut.
Dalam KBBI, amanat adalah keseluruhan makna atau isi pembicaraan, sehingga ringkasnya, terjemah adalah mengungkapkan makna ke dalam bahasa lain.
Macam terjemah
Terjemah ada dua macam, yaitu [3]:
Pertama: Terjemah harfiyyah (leksikal), yaitu meletakkan terjemah setiap kata (dalam bahasa sumber) dengan kata yang sepadan (dalam bahasa sasaran) sesuai urutan kata dalam kalimat.
Kedua: Terjemah maknawiyyah atau tafsiriyyah, yaitu mengungkapkan amanat ucapan/teks (dari bahasa sumber) dengan bahasa lain (bahasa sasaran yang setara), tanpa harus terikat dengan kosakata dan urutannya.
Karena seringkali dalam menerjemahkan ucapan (teks bahasa Arab) itu tidak bisa secara harfiyyah, maka yang dipakai dalam menerjemahkan ucapan/ teks bahasa Arab adalah terjemah maknawiyyah. Oleh karena itu, butuh banyak disiplin ilmu sebagai pijakan dalam menerjemah, karena untuk menyampaikan makna ucapan (teks) bahasa Arab itu terkait dengan banyak hal.
Bahkan, hukum terjemah harfiyyah Al-Qur’an Al-Karim itu mustahil menurut sebagian besar ulama. Sedangkan sebagian ulama yang lain menyatakan bahwa menerjemah dengan jenis terjemah harfiyyah memungkinkan terrealisasi pada sebagian ayat Al-Qur’an. Akan tetapi, (walaupun memungkinkan) hukumnya tetap haram.
Mengapa dalam menerjemahkan ucapan (teks bahasa Arab) itu seringkali tidak bisa secara harfiyyah?
Karena perbedaan karakteristik yang besar antara dua bahasa, yaitu bahasa sumber (yang diterjemahkan = bahasa Arab), dan bahasa sasaran (penerjemah = bahasa Indonesia), baik dari sisi struktur kalimat, gaya bahasa, kekayaan kosakata, kaidah bahasanya, keluasan makna bahasanya (huruf, kata, kalimat tertentu), panjang pendek kalimatnya, pengulangan kata-kata tertentu, variasi bentuk kata dalam pengungkapan makna (contoh: pasif, aktif, mashdar, kata kerja, isim maf’ul), dan lain-lain.
Sehingga jenis terjemah yang bagus adalah terjemah maknawiyyah. Hal ini sesuai dengan definisi terjemah, yaitu: mengungkapkan makna dalam bahasa lain.
Apa saja yang dibutuhkan penerjemah dalam menerjemah?
Hal ini penting, karena setiap kesalahan dalam menerjemah rata-rata karena tidak atau kurang menguasai satu atau lebih dari tiga faktor berikut ini:
Pertama: Faktor penguasaan bahasa (maharoh lughowiyyah atau linguistik)
Hal ini berlaku baik itu bahasa sumber (bahasa Arab), maupun bahasa sasaran (bahasa Indonesia). Hal ini meliputi tata bahasa, struktur, dan gaya bahasa pada kedua bahasa.
Penguasaan bahasa Arab
Seorang penerjemah perlu menguasai nahwu, sharaf, kosakata, makna wazan, makna huruf, ilmu balaghah (ma’ani, bayan, badi’), ilmu imla’ wal kitabah, dan kaidah lughawiyyah. Di samping itu, seorang penerjemah ketika mendapatkan kesulitan memahami arti sebuah kata, ia perlu berusaha mengembalikan ke rujukan bahasa Arab, yaitu Al-Qur’an, al-hadits, dan sya’ir sebelum 150 H.
Ketiga rujukan itu banyak dinukilkan di kitab-kitab ulama, terutama di kamus-kamus besar yang berbahasa Arab, yaitu menjelaskan arti sebuah kata dalam bahasa Arab ke dalam bahasa Arab pula.
Penguasaan bahasa Indonesia
Rujukan bahasa Indonesia adalah PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia), KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), dan TBBI (Tata Bahasa Baku Indonesia).
Baca Juga: Keistimewaan Bahasa Arab
Kedua: Mengenal perbedaan karakteristik kedua bahasa dan mampu mengadaptasikannya
Perbedaan kedua bahasa itu setidaknya tampak pada beberapa hal berikut ini:
Perbedaan struktur kalimat kedua bahasa
Struktur kalimat bahasa Arab
Fi’il-Fa’il
Fi’il-Fa’il- Maf’ul bih
Fi’il-Fa’il-Hal
Fi’il-Fa’il-Tamyiz
Fi’il-Fa’il huruf jar-Isim majrur
Fi’il-Naibul Fa’il
Mubtada’-Khabar
Inna-Isim inna-Khobar inna-Khobar
Kaana-Isim kana-Khobar kana
Huuf Nida’ – Munada
Struktur kalimat bahasa Indonesia
SP, SPO, SPOK, SPK, SPPel, SPO Pel. K, SP Pel. K, dan masih banyak struktur kalimat pengembangan lainnya.
Perbedaan gaya bahasa kedua bahasa
Misalnya, gaya bahasa dalam menegaskan, bertanya, menjelaskan, sindiran, mengulang sesuatu, membandingkan, menyebutkan sesuatu yang mewakili, memuji, menghaluskan kata, membesarkan perkara, dan lain-lain. Banyak perbedaan gaya bahasa antar kedua bahasa tersebut.
Perbedaan kekayaan kosakata antara kedua bahasa [4]
Suatu hal yang wajar, jika terdapat perbedaan kekayaan kosakata antar dua bahasa. Demikian pula dalam bahasa kita, banyak kosakata yang ada dalam bahasa kita berasal dari bahasa lain, atau dikenal dengan istilah “kata serapan”.
Konon kabarnya, kosakata bahasa Indonesia dan bahasa Melayu yang berasal dari bahasa Arab (kata serapan) jumlahnya cukup banyak, bahkan ada yang memperkirakan jumlahnya dua sampai tiga ribuan kata.
Berikut ini beberapa contoh kata serapan dari bahasa Arab:
Lafal dan artinya masih sesuai dengan aslinya
abad, abadi, daftar, hikmah, halal, haram
Lafalnya berubah, artinya tetap
berkah, jenis, derajat, rezeki
Lafalnya tetap, artinya berubah
ahli, dalam bahasa Indonesia bermakna “orang yang mempunyai kemampuan”, berasal dari bahasa Arab yang bermakna “luas yaitu orang yang berasal dari sesuatu.”
kalimat, dalam bahasa Indonesia bermakna “rangkaian kata-kata”, berasal dari bahasa Arab yang bermakna “kata”.
Lafal dan artinya berubah dari lafal dan arti semula
logat dalam bahasa Indonesia bermakna dialek atau aksen, berasal dari kata lughah yang bermakna bahasa.
naskah dari kata nuskhatun yang bermakna secarik kertas.
Perbedaan kaidah kedua bahasa
Sehingga seringkali tidak bisa diterjemahkan leksikal dan harfiyyah, karena adanya perbedaan kaidah berbahasa pada kedua bahasa. Oleh karena itu, perlu adaptasi dalam menerjemahkan ke bahasa Indonesia, dalam bentuk misalnya:
– Pendahuluan dan pengakhiran
– Perluasan dan penyempitan
– Cara menerjemahkan isim, huruf, fi’il
– Persamaan atau perbedaan kedua bahasa dalam kata hubung, kata penegas, kata depan, dan semisalnya.
– Cara menerjemahkan maf’ul muthlaq, huruf ‘athaf, zharaf, hal, ما maushul mubhamah yang diikuti dengan منbayaniyah, na’at, huruf jawab, isim maushul, alif lam ta’rif, dll.
Problematika non-linguistik
Ilmu-ilmu selain bahasa yang mempengaruhi pemahaman makna sehingga seorang penerjemah seringkali tidak bisa menerjemahkan kata hanya dengan makna leksikal (makna kosakata) yang terdapat dalam kamus saja, namun membutuhkan ilmu-ilmu non-bahasa seperti:
Tafsir Al-Qur’an, kitab makna ayat Al-Qur’an yang musykil bagi banyak penerjemah, i’rob Al-Qur’an, Syarah Hadits, Gharibul Hadits, Ushul Fiqih, Ushul Tafsir, Syarah, Qowa’idut Tafsir/Fiqih, Sejarah, istilah, kaidah, bahkan budaya terkait dengan istilah budaya tertentu yang viral, dan lain-lain.
Kesimpulan:
Profil penerjemah yang profesional itu memiliki wawasan yang luas, bahasa maupun nonbahasa.
Menerjemah adalah aktifitas multidisiplin, ilmu syar’i dan ilmu alat bahasa dan ushul, sehingga diperlukan literatur dalam multidisiplin ilmu. Bekal dalam menerjemah itu tidak hanya kamus dan kemampuan berbahasa saja, namun juga perlu menguasai disiplin ilmu-ilmu lain, terutama disiplin ilmu yang sedang diterjemahkan. Sehingga dalam menerjemah diperlukan juga literatur kitab-kitab lain yang terkait dengan disiplin ilmu yang sedang diterjemahkan.
Unsur citra rasa seni bahasa (dzauq lughawi)
Hal ini juga memiliki peran besar untuk menghasilkan terjemah yang baik, karena menerjemah itu ada sisi seninya. Oleh karena itu, penerjemah juga hendaklah menjadikan bahasa sumber (bahasa Arab) tersebut sebagai bagian dari bahasanya, agar terbentuk citra rasa seni dalam berbahasa Arab (dzauq lughawi), bi’idznillah.
Lanjut ke bagian 2: Pengantar Ilmu Terjemah Bahasa Arab (Bag. 2)
***
Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Artikel: Muslim.or.id
—
Catatan kaki:
[1] Amanat adalah keseluruhan makna atau isi pembicaraan (KBBI)
[2] ……
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/83333-pengantar-ilmu-terjemah-bahasa-arab-bag-1.html