Budaya konsumtif masyarakat Indonesia cenderung mengalami euforia dalam mengikuti tren kuliner baru dari luar negeri. Tak peduli apakah makanan tersebut haram atau syubhat. Makanan Korean, Japanese, western foodamat digemari termasuk di kalangan generasi muda.
Wakil Direktur LPPOM MUI Muti Arintawati menuturkan, penyuka makanan Korea, Jepang, maupun Barat tentunya harus mencari alternatif bahan halal jika di negara asalnya menggunakan bahan-bahan haram.
“Berdasarkan pengalaman kami ada yang mudah, tapi ada pula yang butuh waktu cukup panjang untuk mencari penggantinya,” ujar Muti di Jakarta, baru-baru ini.
Kendati demikian, kata Muti, masyarakat yang familiar dengan masakan khas luar negeri harus tetap mengedepankan prinsip halal agar thayyib dan berkah. Ditambah, kini banyak restoran luar negeri yang sudah mengantongi sertifikat halal MUI.
“Tapi bukan sesuatu yang mustahil karena terbukti resto-resto bermenu asing sudah mulai bermunculan yang bersertifikat halal,” katanya.
Sementara, pegiat halal Meilia Amalia, mengatakan resep-resep ini kadang menggunakan material berbahan daging babi. Menurut dia, perlu dicarikan substitusi bahan-bahan halal yang tepat, sehingga tersaji hasil masakan dengan tampilan, rasa, dan tekstur yang sekualitas. Ia mengatakan halal tetap menjadi prinsip dalam berbagai olahan makanan.
“Memang untuk versi Indonesia belum ada. Akar budaya makanannya berbeda. Namun, untuk standar misal menggunakan ayam atau sapi pun, jika itu produk olahan, harus tetap pilih yang bersertifikat halal,” ujar Meili di Jakarta kutip laman resmi LPPOM.*