Perbanyaklah Mengingat Kematian

Perbanyaklah Mengingat Kematian

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan kita untuk memperbanyak mengingat mati. Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ

Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian.” (HR. Tirmidzi no. 2307, An-Nasa’i no. 1824. Hadis ini dinilai hasan sahih oleh Al-Albani)

Di dalam hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan,

أَكْثِرُوا

Ini adalah perintah untuk memperbanyak melakukan sesuatu, yaitu perbanyaklah mengingat kematian, baik sendirian maupun ketika bersama orang lain. Hukum asal dari kalimat perintah ini adalah menunjukkan hukum wajib, selama tidak ada indikasi yang memalingkannya dari hukum wajib tersebut.

Adapun kata,

هَاذِمِ اللَّذَّاتِ

Maksudnya adalah pemutus kenikmatan. Hal ini karena dengan mengingat kematian, hal itu bisa memutus kenikmatan dunia dan bisa menjadikan seseorang zuhud dari kenikmatan duniawi.

Akan tetapi, bisa juga dibaca dengan,

هَادمِ اللَّذَّاتِ

Maksudnya adalah penghancur kenikmatan, semisal dengan kata,

هدم البناء

Bangunan yang hancur (runtuh).

Sehingga terdapat penyerupaan antara hancurnya kenikmatan duniawi dengan runtuhnya sebuah bangunan. Sedangkan yang menghancurkannya adalah kematian tersebut.

Lafaz tersebut diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melewati suatu kaum dari golongan Anshar yang sedang tertawa. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan,

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَادمِ اللَّذَّاتِ

Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan.” (HR. Al-Bazzar dalam Mukhtashar Zawaid, 2: 466; Ath-Thabrani dalam Al-Ausath, 1: 395; Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, 9: 252. Dinilai hasan oleh Al-Munziri dalam At-Targhib wa At-Tarhib, 4: 236. Namun, diingkari oleh Abu Hatim dengan mengatakan, “Hadis ini batil.” (Al-‘Ilal, 2: 131) Imam Bukhari berkata, “Hadis munkar.” Lihat Tahziibul Kamal, 29: 178.)

Diriwayatkan juga dengan,

هَازمِ اللَّذَّاتِ

Maksudnya adalah yang mengalahkan atau menaklukkan kenikmatan.

Baca juga: Ketika Kematian Disembelih

Kandungan hadis

Hadis ini merupakan dalil bahwa hendaknya seorang mukmin itu memperbanyak mengingat kematian dan tidak lalai darinya. Kematian itu pasti datang dan pasti terjadi, sehingga hendaknya senantiasa dalam benak seorang mukmin di setiap waktu dan dia pun mempersiapkannya dengan baik. Dengan mengingat kematian, seseorang menjadi zuhud dari kehidupan dunia dan menjadi bersemangat mengejar akhirat. Selain itu, bisa mengurangi ketergantungannya dengan dunia dan mengurangi dari sikap berlebih-lebihan dalam mengejar dunia.

Berbeda dengan orang-orang yang lalai dari mengingat kematian. Kita bisa melihat bahwa tujuan hidupnya hanyalah untuk mengejar dunia dan rakus untuk mengumpulkan materi duniawi. Dia mencurahkan waktu dan tenaganya untuk mengejar pencapaian-pencapaian duniawi.

Ketika di dunia, seseorang berada dalam dua keadaan, bisa jadi dia dalam kondisi lapang (mendapatkan nikmat) atau dalam kondisi kesusahan (mendapatkan musibah). Dalam dua keadaan tersebut, dia tetap butuh untuk mengingat mati. Jika dia senantiasa mengingat mati ketika sedang mendapatkan nikmat, maka dia tidak akan lalai. Sedangkan jika dia senantiasa mengingat mati ketika sedang mendapatkan musibah, maka dia tidak cemas dan berkeluh kesah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ: الْمَوْتَ، فَإِنَّهُ لَمْ يَذْكُرْهُ أَحَدٌ فِيْ ضِيْقٍ مِنَ الْعَيْشِ إِلاَّ وَسَّعَهُ عَلَيْهِ، وَلاَ ذَكَرَهُ فِيْ سَعَةٍ إِلاَّ ضَيَّقَهَا عَلَيْهِ

Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian. Karena jika kematian itu diingat oleh orang yang sedang berada dalam kesusahan hidup, maka hal itu akan bisa meringankan kesusahannya. Dan jika diingat oleh orang yang sedang dalam kelapangan (senang), maka akan bisa membatasi kebahagiaannya itu (tidak membuatnya lalai, pent.).” (HR. Ath-Thabrani dan Al-Hakim. Lihat Shahih Al-Jami’ush Shaghir no. 1222 dan Shahihut Targhib no. 3333)

Dalam riwayat yang lain disebutkan,

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ، فَإِنَّهُ لَا يَكُونُ فِي كَثِيرٍ إِلَّا قَلَّلَهُ، وَلَا فِي قَلِيلٍ إِلَّا أَجْزَاهُ

Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan (yaitu kematian). Karena tidaklah dia mengingatnya ketika lapang (banyak mendapat nikmat, pent.), kecuali akan mempersedikit/memperpendek (angan-angannya). Dan tidaklah dia mengingatnya ketika sempit, kecuali dia akan mendapatkan balasannya.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Ausath no. 5780, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 10074. Hadis ini dinilai dha’if oleh Al-Albani dalam Dha’if At-Targhib wat Tarhib no. 1943 dan Dha’if Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 1112)

Selain itu, mengingat kematian juga akan memotivasi seseorang untuk memperbanyak amal ketaatan kepada Allah Ta’ala dan menjauhi berbagai kemaksiatan, karena dia khawatir bahwa bisa saja kematian itu tiba-tiba menjumpainya. Dia pun mempersiapkan bekal menuju kematian itu dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, benarlah bahwa mengingat mati adalah nasihat yang paling agung.

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ditanya, “Siapakah manusia yang paling cerdas?” Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Manusia yang paling banyak mengingat mati dan paling bagus dalam menyiapkan bekal setelah mati. Itulah manusia yang paling cerdas.” (Lihat Taudhihul Ahkam, 3: 134)

Tsabit Al-Banani berkata, “Beruntunglah orang yang mengingat waktu kematian. Tidaklah seorang hamba memperbanyak mengingat mati, kecuali dia akan melihatnya ketika beramal.” (Hilyatul Auliya’, 2: 326)

Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan bahwa seorang muslim tidak dianjurkan untuk menyiapkan (mengkapling) kubur sebelum meninggal. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya tidak melakukan hal tersebut. Selain itu, seorang hamba juga tidak tahu, kapan dan di mana dia akan meninggal dunia. Oleh karena itu, jika maksudnya adalah untuk menyiapkan kematian, maka hanyalah dengan memperbanyak amal saleh dan bertobat kepada Allah Ta’ala. (Lihat Taudhihul Ahkam, 3: 134)

Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam.

***

@Rumah Kasongan, 12 Shafar 1445/ 29 Agustus 2023

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber:

Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 230-232) dan Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram (3: 133-134). Kutipan-kutipan selain dari dua kitab di atas adalah melalui perantaraan kitab Minhatul ‘Allam.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87559-perbanyaklah-mengingat-kematian.html