Ayat kedua surah al-Fatihah menegaskan: Alhamdulillah Rabb al- A’alamin (Segala puji bagi Allah Tu han segenap alam). Allah SWT tidak mengatakan, Alhamdulli Rabb al-‘alamin (segala puji bagi Tuhan segenap alam).
Dalam artikel terdahulu sudah dijelaskan secara umum tentang Allah sebagai nama bagi Zat Yang Maha Agung (lafdh al-jalalah), tidak boleh ada sesuatu apa pun berhak menggunakan nama itu selain diri-Nya. Kata ini mutlak hanya nama-Nya Dia Yang Maha Tunggal (Ahadiyyah). Karena itu, kata Allah satu-satunya nama Tuhan yang tidak memiliki bentuk jamak.
Berbeda dengan kata Rabb yang mempunyai bentuk jamak (arbab) dan kata Ilah yang juga memiliki bentuk jamak (alihah). Kata Allah yang tergabung dari huruf alif, lam, lam, ha memiliki keunikan yang tidak terjadi pada nama-nama lain- Nya. Jika dibuang huruf alif masih tetap terbaca “lillah” berarti “un tuk Allah”. Jika dibuang satu huruf lam maka masih tetap terbaca “la hu” berarti “untuk-Nya”. Jika di buang se mua huruf lam maka ma sih tetap dapat dibaca “Hu” kata ganti (dhamir) dari Allah berarti “Dia”.
Nama ini sulit dilacak akar katanya dari mana. Ada yang mengatakan, dari bahasa Hebrew (Ibrani), “El” kemudian membentuk kata “Eloh” berarti Tuhan. Ada yang mengatakan dari bahasa Arab sendiri, seakar kata yang membentuk kata Ilah, yakni aliha-ya’lahu berarti menyembah, mengabdi, kemudian Ilah berarti Tuhan. Allah nama dari diri-Nya sebagai Ahadiyyah, sebagai entitas utama dan pertama (al-ta’ayyun alawwal).
Sedangkan kata Rab nama dari diri-Nya sebagai entitas kedua (al-ta’ayyun al-tsani). Nama Rabb selevel dengan al-Asma al-Husna. Meskipun dikatakan entitas kedua, tetapi masih tetap keberadaan-Nya (al-hadharat al-Ilahi), karena itu disebut entitas permanen (al-a’yran al-tsabitah). Entitas ini tidak termasuk kategori dalam dalam arti entitas-entitas selain Allah (kullu ma siwa Allah).
Entitas-entitas berikutnya, ya itu entitas ketiga (al-ta’ayyun altsalits) dan seterusnya itulah yang disebut alam. Meskipun bukan diri-Nya, alam merupakan manifestasi lanjutan (tajalli) dari diri-Nya.
Kata Rabb adalah nama Tuhan dalam level Wahidiyyah. Lafaz Rabb tidak termasuk dalam al- Asma al-Husna, tetapi mungkin bisa disebut sebagai cover dari totali tas nama-nama-Nya yang tergabung di dalam al-Asma’ al-Husna. Kata Rabb juga digunakan sebagai nama terhadap Tuhan lain selain Allah SWT. Rab juga mempunyai bentuk jamak, yaitu arbab (Tuhantuhan). Berbeda dengan kata Allah tidak memiliki bentuk mufrad, apa lagi jamak.
Penggunaan kata Rabb banyak digunakan di dalam Alquran, khususnya ayat-ayat Makkiyah. Ayat-ayat yang turun di Madinah lebih banyak menggunakan nama eksplisit Allah SWT.
Ayat-ayat pendek yang tergabung di dalam juz ‘Amma pada umum nya menggunakan kata “Rabb”. Ayat yang paling pertama Allah turunkan ialah Iqra’ biismi Rabbik (bacalah dengan nama Tuhanmu), bukannya menggunakan Iqra’ bi ism Allah (Bacalah dengan nama Allah).
Hal ini bisa dipahami karena kata Allah belum begitu familiar dalam masyarakat Arab saat itu. Yang lebih populer ialah Rabb. Contoh kasus terjadi ketika Perjanjian Hudaibiyah, sebagaimana diungkapkan dalam hadis Bukhari, yang menceritakan pimpinan delegasi kaum kafir Quraisy, menolak kalimat pembuka perjanjian: Bismillah al-Rahman al-Rahim, lalu mengusulkan gantinya: Bismik Allahumma.
Kata “Allahumma” biasa disinonimkan dengan “Ya Rabb”. Nabi pada akhirnya menerima usulan tersebut. Seolah-olah nabi tidak mempersoalkan kata Allah dan Rabb.
Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal