Percakapan Nabi Ketika Isra’ Mi’raj Berjumpa Allah

Percakapan Nabi Ketika Isra’ Mi’raj Berjumpa Allah

Ada peristiwa penting dalam ajaran Islam di penghujung bulan Rajab. Peristiwa ini adalah Isra’ Mi’raj. Suatu perjalanan terindah yang dilalui Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW). 

Tidak ada manusia di muka bumi yang diberi nikmat bisa bertemu langsung dengan Zat Maha Kuasa, Allah ‘Azza wa Jalla. Isra’ wal Miraj menjadi momen paling berkesan bagi Rasulullah SAW . Tidak heran umat Islam di dunia ikut memperingati peristiwa ini setiap tanggal 27 Rajab yang tahun ini jatuh pada Kamis 08 Februari 2024. 

Percakapan Nabi Muhammad dan Allah dalam Isra’ Mi’raj

Isra’ Mi’raj memang bisa dilihat dengan kacamata akal dan pikiran manusia. Namun itulah keistimewaan Rasulullah SAW, berjumpa dan melihat Allah Ta’ala ketika Mik’raj, maka cara melihatnya pun harus menggunakan hati dan iman. Dimulai dari kebingungan Rasulullah SAW untuk bersalam kepada Allah Ta’ala, hingga Allah mewahyukan salam yang tepat dari hamba kepada-Nya yaitu:

التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ ِللهِ

Artinya :  Salam sejahtera yang penuh barokah dan salam sejahtera yang amat baik adalah milik Allah Ta’ala. 

Saat itu Allah menjawab: 

Artinya : Salam sejahtera, barokah dan rahmat Allah dilimpahkan kepadamu wahai Nabi Muhammad SAW. 

Tiga Makna Khusus Bacaan Tasyahud dalam Sholat

Hingga kinipun salam ini diabadikan dalam perintah sholat yang dibawa oleh Rasulullah SAW dari perjalanan Isra Mi’raj. Pesan yang bisa dibaca dari bacaan Tasyahud ini adalah seorang hamba yang melakukan sholat sebenarnya adalah melakukan perjalanan menuju Allah dengan berbekal diri dengan 3 bentuk kebaikan. Pertama adalah hubungan baik dengan Allah. Kedua, hubungan baik dengan Rasulullah S AW. Ketiga, hubungan baik dengan sesama manusia.

Pesan Buya Yahya Tentang 3 Pesan Kebaikan Bacaan Sholat

Buya Yahya, salah satu ulama ternama Indonesia dalam tausiyahnya pernah berpesan sholat merupakan ibadah yang digambarkan sebagai penghadapan khusus seorang hamba kepada Allah, akan tetapi justru di saat lagi khusuk-khusuknya kepada Allah, seorang hamba harus mengingat makhluk agung Rasulullah SAW di dalam sholatnya.

Ternyata tidak cukup hanya mengingat akan tetapi harus mengucapkan salam dengan salam yang seolah-olah berdialog langsung dengan Rasulullah SAW. Artinya, sebanyak apapun seseorang beribadah kepada Allah dengan sujud puasa dan haji yang tidak terhitung ternyata tidak ada maknanya jika tidak diiringi kecintaan kepada Rasulullah SAW dan banyak membaca sholawat untuknya. 

Pesan selanjutnya, yang sudah baik kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW saja ternyata belum dianggap benar seperti yang digambarkan dalam bacaan tasyahud. Yaitu jika seorang hamba dalam sholatnya berhenti pada salam kepada Rasulullah SAW dan tidak melanjutkannya maka penghadapannya kepada Allah pun tidak dianggap sah.

Maka demi kesempurnaan sholatnya, seorang hamba harus mengucapkan “Assalamu alaina wa’ala ’ibadillahish sholihin” (kesejahteraan semoga terlimpah kepada kami semua hamba Allah dan hamba-hambaNya yang saleh).

Maknanya ini adalah sebuah upaya menciptakan keindahan kepada sesama yang diikrarkan oleh seorang hamba disaat seorang hamba lagi khusuk menghadap kepada Allah. Hal itu menunjukkan begitu besarnya kewajiban kita kepada sesama manusia. Sehingga belum dianggap baik seorang hamba yang banyak sholat, puasa dan membaca sholawat kepada Rasulullah SAW jika belum bisa menjalin hubungan baik kepada orang tua, saudara, tetangga dan masyarakatnya.

Ketika kita hendak keluar dari sholat pun kita harus mengucapkan kalimat “Assalamualaikum” dan bukan zikir-zikir lainnya seperti Laailaaha illallah dan Subhanallah. Itu artinya kita diingatkan kembali bahwa setelah sholat kita akan berhadapan dengan sesama kita. 

Demikian semoga bermanfaat.

BINCANG SYRAIAH