ADA sebuah kalimat: “Saya tidak mencuri uangmu tadi malam.” Cobalah ucapkan dengan penekanan nada tinggi di kata “Saya.” Lalu coba ucapkan dengan penekanan nada tinggi pada “mencuri,” coba lagi pada penekanan kata ” uang” dan akhirnya pada kata “tadi malam.” Rasakan beda makna dan kesan yang berbeda pada kata yang sama dengan intonasi berbeda.
Ternyata, makna komunikasi itu hanya 7% ditentukan oleh kata-kata verbal, 93% ditentukan oleg pesan non-verbal, bukan kata-kata. 93% itu adalah dari intonasi sebanyak 38% dan bahasa tubuh atau gesture sebanyak 55%. Muka masam akan mengurangi bahkan menghilangkan manisnya pilihan kata. Lebih jauh lagi bahkan kesan “masam”nya itu yang ditangkap lawan bicara.
Rasulullah Muhammad SAW adalah orang yang paling pandai memilih kata sekaligus pandai menyampaikannya dengan cara yang indah yang menyenangkan hati semua pendengarnya. Kata-kata dan caranya berbicara dipuji setinggi langit oleh para sejarawan sebagai bentuk komunikasi yang sejuk menyejukkan bukan panas dan memanas-manasi.
Melihat dari besarnya porsi faktor non-verbal (93%) dalam komunikasi, sangatlah penting kita belajar lebih banyak lagi menata intonasi dan bahasa tubuh kita saat berbicara. Nilai komunikasi kita sangat ditentukan oleh 93% itu. Sayangnya, banyak orang yang hanya fokus pada pilihan kata, padahal pesan penting bahkan fakta benar bohongnya berita adalah juga ada pada intonasi serta bahasa tubuh.
Kalau ada orang menyampaikan kepada kita ucapan atau kata-kata orang lain, bisa jadi susunan kata dan kalimatnya sama, tidak bohong. Namun jika kata atau kalimat itu disampaikan dengan intonasi dan bahasa tubuh yang berbeda sehingga memiliki kesan berbeda dengan yang dimaksud pembicara aslinya, maka hal ini adalah sebuah bentuk kebohongan. Berhati-hatilah dengan kebohongan intonasi dan bahasa tubuh.
Sepertinya, kapan-kapan kita perlu belajar khusus bagaimana Rasulullah berkomunikasi dengan keluarga dan ummatnya. Semoga ada waktu.
Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi |