Rasulullah SAW mendapat pujian dari intelektual Barat dan Ulama Muslim.
Sosok Nabi Muhammad SAW memang sungguh mulia, agung, dan terpuji. Kemuliaan akhlaknya digambarkan dalam Alquran sebagai akhlak yang mulia (wa innaka la’ala khuluqin adhim, Sesungguhnya engkau Muhammad mempunyai akhlak yang mulia).
Bahkan, ketika Aisyah RA ditanya seorang sahabat tentang akhlak Rasulullah SAW, Dia mengatakan, akhlak Rasulullah adalah Alquran, artinya senantiasa berpedoman pada apa yang diperintahkan Alquran.
Rasulullah SAW juga merupakan pribadi yang santun dan pemaaf. Beliau tidak membalas orang-orang yang dahulu mencaci maki (mencela) dirinya.
Dan, ketika si pencela mengalami sakit, Rasulullah SAW adalah orang pertama yang datang menjenguknya. Karena itu pula, tak heran, bila Michael H Hart, seorang guru besar bidang astronomi dan fisika pada Universitas Maryland AS, dalam bukunya, The 100 Most Influential Persons in History (100 Tokoh Berpengaruh dalam Sejarah), menempatkan Nabi yang Ulul Azmi (tak bisa membaca dan menulis) ini pada ranking pertama.
Dia mengatakan, ”Muhammad SAW adalah orang yang paling berpengaruh di antara miliaran penduduk dunia, karena ia dianggap sebagai satu-satunya manusia yang berhasil, baik dalam bidang keagamaan, kemasyarakatan, dan pemerintahan.”
Karena kemuliaan akhlak dan pribadi Rasulullah yang agung itu, banyak penyair-penyair ternama mengungkapkan dan memberikan pujian pada Rasulullah SAW. Salah satunya adalah syair Burdah (Jubah, Red) karya Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abdullah al-Shanhaji al-Bushiry (610-695 H/1213-1296 M).
Dalam syair itu, Imam al-Bushiry melukiskan sosok Rasulullah sebagai ‘Penguasa Dua Alam; Jin dan Manusia’ (Muhammad Sayyidu al-Kaunainy wa Tsaqalain). Dan, beliau juga dianggap sebagai ‘Pemimpin Dua Kaum, Arab dan non-Arab (Fariqainy Araby wa min ‘Ajamy).
Ungkapan ini terdapat pada bait ke 34-59 dalam syair al-Burdah. Menurut Bushiry, Rasulullah diutus ke dunia ini untuk menjadi lampu penerang bagi umat manusia untuk menggapai rida Allah SWT.