Rabithah Haji Indonesia menyarankan Kementerian Agama (Kemenag) membangun komunikasi dengan jamaah yang tahun ini tidak bisa diberangkatkan meski sudah menunggu lama.
Seperti diketahui Pemerintah Arab Saudi membatasi usia maksimal 65 tahun yang bisa berangkat haji tahun ini.
“Yang perlu dipersiapkan bukan pengumuman nama-nama jamaah. Menurut saya adalah kaitan dalam pembinaan dan memberikan sebuah penguatan psikologis kepada jamaah itu yang perlu dilakukan kepada siapapun yang tidak bisa diberangkatkan,” kata Ketua Umum Rabithah Haji Indonesia Ade Marfuddin, saat dihhubungi Republika.co.id, Jumat (6/5/2022).
Ada yang mengatakan tidak semua jamaah haji Indonesia bisa menerima adanya aturan dari Pemerintah Arab Saudi, bahwa maksimal usia 65 tahun yang bisa diberangkatkan. Untuk itu Kemenag perlu membangun komunikasi kepada jamaah yang sudah menunggu lama namun tidak bisa diberangkatkan karena faktor usia.
“Karena tidak semua orang bisa menerima, mungkin saja orang yang sudah menunggu lama ternyata tidak keangkat,” ujarnya.
Misalnya, kata dia, di daerah Indramayu dari 1.400 calon jamaah haji yang siap diberangkatkan, rata-rata usianya sudah 52 tahun. Meski demikian usia tersebut belum tentu tahun ini bisa diberangkatkan semuanya.
“Di Indramayu mau disisir itu umur 65 tahun ke bawah itu ternyata mentok angkanya ke 52 tahun. Berarti orang yang akan berangkat besok itu rata-rata 52 tahun ke atas. Itu Indramayu dengan 1.400, itu pun kalau terangkat tahun ini,” katanya.
Jadi kata dia, dari 1.400 jamaah haji Indramayu itu otomatis orang yang masih di usia 52 sampai 65 tahun itu yang akan berangkat haji pada tahun ini. Sementara orang yang sudah usia 66-67 tidak bisa berangkatkan.
“Itu harus diberikan pemahaman karena psikologisnya terganggu kalau pemerintah tidak memberikan pencerahan, pembinaan, kemudian sosialisasi yang pas,” katanya.
Karena pasti di lapangan jamaah haji yang yang usia 66 baru lewat duq bulan akan bertanya-tanya, mengapa dia tidak bisa diberangkatkan. Padahal dia sudah menunggu bertahun-tahun lamanya, ditambah harus rela menunggu karena Covid-19.
“Mengapa sih kami yang 66 tahun tidak diangkat padahal hanya selisih dua bulan misalnya. Jadi kalau lebih dua hari saja itu sudah tidak ada toleransi,” katanya.
Kekecewaan dan penyesalan inilah yang perlu dibangun komunikasinya oleh Kemenag dan para penyelenggara bimbingan ibadah haji. Sehingga ketika mereka melihat jamaah yang diberangkatkan tidak depresi.
“Pasti psikologi jamaah terganggu. Maksud saya ini yang perlu diperhatikan skema-kema gangguan psikologis orang yang tidak berangkat. Ini yang perlu diperhatikan, itulah perannya para pembimbing haji di seluruh Indonesia,” katanya.
Untuk itu dia menyarankan Kemenag segera membentuk tim untuk memberikan edukasi kepada jamaah yang tahun ini tidak bisa diberangkatkan.
Kemenag harus bisa meyakinkan bahwa batas maksimal 65 tahun itu merupakan aturan dari pemerintah Arab Saudi bukan dari pemerintah Indonesia.
“Bagaimana memberikan pemahaman kepada jamaah bahwa ini aturan, kita harus taat dengan aturan. Karena yang mengatur bukan kita, yang mengatur adalah negara yang kita kunjungi, aturan ini tidak bisa di intervensi oleh siapapun,” katanya.