JAKARTA — Kesakralan dan kemuliaan Ramadhan baru benar-benar terasa di dalam hati Reza Indragiri Amriel.
Pakar psikologi forensik itu mengaku sudah menerima ajaran tentang Ramadhan sejak kecil. Akan tetapi, ia merasa Ramadhan tidak hanya cukup ada di benak melainkan juga harus di hati.
“Ramadhan sebagai sebuah perasaan, bukan hanya sebagai pemikiran, itu baru saya alami seiring pertambahan usia. Harus saya akui kebeningan dan kesyahduan Ramadhan baru saya rasakan belakangan ini,” ujarnya belum lama ini.
Reza mengaku momentum yang paling fenomenal dalam Ramadhan adalah munculnya kesadaran bahwa anugerah, tantangan, sekaligus kesedihan terbesar dalam hidupnya berkaitan dengan anak-anaknya.
Ia mengaku, setiap Ramadhan doa yang paling khusyuk ia panjatkan adalah doa untuk kehidupan buah hatinya.
Reza mengaku menjadi orang tua adalah pekerjaan yang meletihkan. Namun, menurutnya rasa letih itu tidak berpamrih. “Di satu sisi memang sangat melelahkan tapi justru di sisi lain cinta terdalam saya ada pada mereka,” ujarnya.
Reza mengatakan, kesadaran itu lahir pada Ramadhan. Hal itu lantas mendorongnya untuk memberikan ikhtiar yang terbaik untuk anak-anaknya. Ikhtiar itu berupa wakaf atas nama anak-anaknya.
“Saya setiap hari punya kebiasaan menabung dalam sebuah celengan kecil seribu rupiah per hari. Hampir lima tahun celengan itu tak pernah luput dari perhatian saya,” ujar Reza.
Reza mengaku, dana yang terkumpul akan ia gunakan untuk menjadi wakaf.
“Saya sadar dalam Ramadhan beberapa waktu lalu, dengan segala keterbatasan saya, saya harus tetap berinvestasi untuk anak-anak saya. Investasi terbaik menurut saya adalah wakaf,” ujar Reza.