Ramadhan: Lautan Rahmat dan Ampunan

Ramadhan: Lautan Rahmat dan Ampunan

Ramadhan terkadang hanya identik dengan diskon dan takjil saja, bagi orang beriman, harus menjadi media pengampunan dan lautan rahmat

PERNAHKAH kita melihat seekor induk burung yang begitu menyayangi anak-anaknya hingga menyuapkan makanan lewat mulutnya? Itu hanya secuil saja dari satu tetes rahmat Allah SWT.

Dia masih menggenggam erat di sisi-Nya 99 dari seratus rahmat yang diciptakan-Nya. Menurut para ulama, Allah SWT baru menurunkan satu tetes saja ke seluruh makhluk dari rahmat-Nya yang begitu luas.

Itu berlangsung dari awal penciptaan makhluk hingga Hari Kiamat kelak.

Suatu hari Rasulullah ﷺ pernah melewati sejumlah orang yang sedang tertawa-tawa. Nabi lalu mengingatkan tentang surga dan neraka.

Maka turunlah ayat di bawah ini;

نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الألِيمُ

“Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku bahwa sesungguhnya Aku-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.” (QS: Al-Hijr [15]: 49-50).

Ibnu Katsir menyebut, hadits yang diceritakan Ibnu Abi Hatim tersebut predikatnya mursal. Dalam kisah yang lain, ada seorang Sahabat yang berkata bahwa Rasulullah ﷺ muncul dari pintu yang biasa dimasuki oleh Bani Syaibah dan bersabda,

“Jangan sekali lagi aku melihat kalian dalam keadaan tertawa-tawa.” Nabi lalu berpaling dan sesampai di Hijr Ismail, tiba-tiba ia kembali dengan langkah mundur. Nabi bersabda, “Sesungguhnya ketika aku keluar, Jibril datang dan berkata: ‘Hai Muhammad, sesungguhnya Allah berfirman: “Kami tidak akan membuat hamba-hamba Kami berputus asa. Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku bahwa sesungguhnya Akulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang dan sesungguhnya azab-Ku adalah sangat pedih.”

Rahmat dan Azab

Penulis tafsir Ruh al-Ma’ani, al-Alusi al-Baghdadi, menjelaskan mengapa kata “rahmat” lebih didahulukan daripada “azab” pada ayat di atas. Tak lain, sebagai isyarat kuat agar jiwa manusia kian terpanggil untuk bersegera menuju ampunan Allah SWT yang telah dibentang seluas-luasnya.

Rasulullah ﷺ bersabda,

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «لو يعلمُ المؤمنُ ما عند الله من العقوبة، ما طَمِع بِجَنَّتِهِ أحدٌ، ولو يَعلمُ الكافرُ ما عند الله من الرَّحمة، ما قَنَطَ من جَنَّتِهِ أحدٌ».

[صحيح] – [رواه مسلم]

“Seandainya seorang Mukmin mengetahui siksa yang ada di sisi Allah, maka pastilah dia akan begitu ambisi akan surga-Nya, dan seandainya seorang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah, maka pastilah dia tidak akan berputus asa dari rahmat-Nya.” (Riwayat Muslim).

Ahli tafsir ath-Thabari menerangkan, ayat ini juga seruan untuk bertaubat sekaligus kabar gembira bagi seluruh manusia. Allah SWT niscaya mengampuni seluruh dosa asalkan mereka bertaubat dari kemaksiatan tersebut dan kembali kepada-Nya.

Allah berjanji menghapus seluruh aibnya dan tidak menghukum atas perbuatan yang dilakukan. Namun senada, Allah SWT juga memperingatkan kepada seluruh makhluk-Nya agar tidak bermaksiat apalagi terang-terangan menampakkan dosa serta enggan bertaubat kepada-Nya.

Allah menegaskan bahwa azab-Nya sangatlah pedih dan tidak ada siksaan yang menyetarainya.

Ramadhan Karim

Di antara keberuntungan orang beriman adalah kehidupannya selalu dihampiri oleh bulan Ramadhan. Rutinitas selama 12 bulan dalam setahun senantiasa dicelup dengan rahmat dan berkah Ramadhan.

Beruntungnya, hal ini tidak dipunyai selain mereka, sebab Allah SWT mengkhususkan panggilan-Nya kepada orang-orang yang memiliki iman saja.

Apalagi Ramadhan adalah bulan yang dilimpahi keistimewaan yang dibutuhkan oleh orang beriman dalam kehidupannya.

Apa yang istimewa? Salah satunya karena turunnya al-Qur`an dan adanya Lailatul-Qadr. Hal ini hanya terjadi dalam asy-syahru al-karim (bulan mulia).

Al-Qur`an adalah rahmat terbesar bagi seluruh alam semesta. Sedangkan Lailatul-Qadr disebut lebih baik daripada seribu bulan. Ini menjadi isyarat kemurahan Allah SWT dengan ampunan-Nya yang tak terhingga kepada orang-orang yang bertaubat kepada-Nya.

 Tidak heran, Ramadhan selalu menjadi masa-masa paling indah bagi orang beriman. Bukan saja indah ketika dijalani dengan ragam kegiatan ibadah dan taqarrub, tapi orang-orang shalih terdahulu menyambutnya dengan munajat indah sejak berbulan-bulan sebelumnya.

Bagi seorang Muslim, kegembiraan menyambut Ramadhan tentu tak boleh berlalu begitu saja. Apalagi jika sekadar latah dan larut dengan gebyar media dan iklan di layar kaca semata.

Bagi sebagian orang, Ramadhan terkadang hanya identik dengan diskon produk yang diobral besar-besaran. Ramadhan dikenal hanya karena adanya pasar takjil yang murah meriah di setiap jelang waktu buka puasa.

Hendaknya seorang Muslim menyadari bahwa ia menyambut Ramadhan dengan suka cita karena bulan tersebut menawarkan urusan agung yang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia. Yaitu rahmat dan ampunan dari Allah SWT.

Motivasi al-Qur`an

Selanjutnya, atas dorongan imannya, seseorang akan bersungguh-sungguh beribadah di bulan Ramadhan, khususnya membaca dan mempelajari al-Qur`an. Ia sadar, membaca al-Qur`an bukan lagi sekadar mengejar pahala berlipat dari setiap huruf, sebagaimana dijanjikan oleh Nabi Muhammad ﷺ.

Tapi juga berburu syafaat dan ampunan Allah SWT dengan al-Qur’an. Dari Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah ﷺ bersabda;

يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِى الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا

“Dikatakan pada orang yang menjadi penjaga al-Qur`an: ‘Bacalah dengan tartil sebagaimana engkau dulu sewaktu di dunia membacanya dengan tartil, karena sesungguhnya kedudukanmu (tingginya derajatmu di surga) adalah tergantung pada akhir ayat yang engkau baca.” (Riwayat Abu Daud dan at-Tirmidzi).

Diriwayatkan ‘Aisyah, Ummu al-Mukminin, setiap satu ayat yang dibaca maka orang itu akan dinaikkan satu tingkatan surga hingga ia berhenti pada ayat terakhir hafalannya.

Beliau berkata,

إِنَّ عَدَدَ دَرَجِ الْجَنَّةِ عَدَدُ آيِ الْقُرْآنِ ‌فَمَنْ ‌دَخَلَ ‌الْجَنّةَ ‌مِمَّنْ ‌قَرَأَ القُرْآن لمْ يَكُنْ فَوْقَهُ أحَدٌ

“Tingkatan-tingkatan surga sejumlah bilangan ayat-ayat al-Quran. Maka penghuni surga dari kalangan pembaca al-Quran adalah penghuni tingkatan surga tertinggi, tidak ada penghuni surga di atasnya.” (Al-Jami’ ash-Shaghir, as-Suyuthi, 4690—Maktabah asy-Syamilah)

Motivasi lain dari al-Qur’an bagi pemburu rahmat dan ampunan-Nya adalah hadits Nabi ﷺ. Dari Abu Umamah Al Bahiliy, (beliau berkata), “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ الْبَقَرَةَ وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ وَلاَ تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ

“Bacalah Al Qur’an karena Al Qur’an akan datang pada hari kiamat nanti sebagai syafi’ (pemberi syafa’at) bagi yang membacanya. Bacalah Az Zahrowain (dua surat cahaya) yaitu surat Al Baqarah dan Ali Imran karena keduanya datang pada hari kiamat nanti seperti dua awan atau seperti dua cahaya sinar matahari atau seperti dua ekor burung yang membentangkan sayapnya (bersambung satu dengan yang lainnya), keduanya akan menjadi pembela bagi yang rajin membaca dua surat tersebut. Bacalah pula surat Al Baqarah. Mengambil surat tersebut adalah suatu keberkahan dan meninggalkannya akan mendapat penyesalan. Para tukang sihir tidak mungkin menghafalnya.” (HR. Muslim no. 1910. Lihat penjelasan hadits ini secara lengkap di At Taisir bi Syarhi Al Jami’ Ash Shogir, Al Munawi, 1/388).

Menurut Ibnu Jarir ath-Thabari, ayat di atas sedianya mengantar orang beriman untuk meyakini bahwa hanya satu yang mampu mengampuni dosa dan kesalahannya selama ini. Terlebih dengan datangnya Ramadhan sebagai bulan rahmat dan ampunan bagi orang beriman.

Jadi, apa lagi yang menghalangi kita untuk enggan merintih dan bermunajat kepada Dzat Maha Penyayang lagi Maha Pengampun kepada hamba-Nya?*/ Masykur, dosen STIS Hidayatullah Balikpapan

HIDAYATULLAH