Rasa yang Berpahala

Setiap manusia hidup dengan perasaan yang berbeda-beda. Tingkat kepekaan dengan sesama, mudah tidaknya dia kecewa, benci dan cinta pada suatu perkara, dan lain sebagainya. Satu di antara hal yang terkadang terlupakan di antara kita, bahwa Allah Ta’ala tidak pernah menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Ada makna di balik apa yang Dia ciptakan. Begitu pula dengan rasa.

Perasaan yang Allah Ta’ala telah anugerahkan kepada kita adalah sebuah kenikmatan yang mestinya kita syukuri. Kita jadikan perasaan dalam dada untuk semakin mendekatkan diri kepada Nya. Bisakah? Sangat bisa.

Mengenal apa itu ibadah

Jangan berpikir bahwa ibadah itu terbatas pada amalan badan semisal shalat dan puasa. Jangan berpikir pula bahwa ibadah itu terbatas pada amalan yang harus mengeluarkan uang semisal shadaqah dan zakat. Lantas apa saja yang termasuk ke dalam ibadah?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaahu menjelaskan,

اَلْعِبَادَة هِيَ اسْم جَامع لكل مَا يُحِبهُ الله ويرضاه من الْأَقْوَال والأعمال الْبَاطِنَة وَالظَّاهِرَة

“Ibadah adalah istilah yang digunakan untuk menyebut semua yang dicintai dan diridhai oleh Allah, baik berupa ucapan atau perbuatan, baik yang tersembunyi ataupun yang tampak.” (Al ‘Ubudiyyah, 1130)

Ibnul Qayyim rahimahullaahu menjelaskan,

فَالْعُبُودِيَّةُ تَجْمَعُ كَمَالَ الْحُبِّ فِي كَمَالِ الذُّلِّ، وَكَمَالَ الِانْقِيَادِ لِمَرَاضِي الْمَحْبُوبِ وَأَوَامِرِهِ، فَهِيَ الْغَايَةُ الَّتِي لَيْسَ فَوْقَهَا غَايَة

“Peribadahan itu menghimpun rasa cinta yang sempurna, dalam perendahan diri dan ketundukan yang sempurna pula, untuk mendapatkan ridha Allah serta ketundukan terhadap perintah Nya. Ini adalah puncak dari tujuan tertinggi.” (Madarijus Salikin, 3409)

Segala sesuatu yang Allah Ta’ala cintai merupakan suatu ibadah. Sesuatu yang dicintai oleh Allah Ta’ala dapat diidentifikasi dengan beberapa cara. Misalnya, Allah Ta’ala memerintahkan hal tersebut, memuji pelakunya, mengabarkan bahwa orang yang melakukannya berada dalam keridhaan-Nya, diberikan pahala atasnya, atau dengan janji berupa limpahan ganjaran dari Nya. (Tajriidut Tauhid, hal. 14)

Shalat dan menunaikan zakat merupakan ibadah karena Allah Ta’ala mencintai amalan tersebut. Bukti bahwa Allah Ta’ala mencintainya adalah adanya perintah untuk shalat dan zakat. Allah Ta’ala tidak akan memerintahkan hamba melakukan sesuatu yang tidak dicintai-Nya.

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرَّاكِعِيْنَ

Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk.” (QS. AlBaqarah: 43)

Berucap yang baik juga merupakan suatu ibadah karena Allah Ta’ala memerintahkannya dan menjelaskan bahwa bertutur yang baik adalah salah satu sebab selamat dari neraka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

“Jagalah kalian dari api neraka, walaupun dengan bersedekah sepotong kurma. Namun siapa yang tidak mendapatkan sesuatu yang bisa disedekahkannya, maka dengan (berucap) kata-kata yang baik.” (HR. Bukhari no. 6023 dan Muslim no. 1016)

Berbagi rasa itu ibadah

Selain amalan anggota badan dan ucapan lisan, ibadah juga mencakup amalan hati. Rasa takut, harap dan cinta bisa menjadi suatu ibadah apabila karena Allah Ta’ala. Begitu pula dengan tawakal, khusyu’ dan penyesalan terhadap maksiat juga termasuk ke dalam ibadah. Di antara bukti bahwa rasa takut kepada Allah Ta’ala merupakan suatu ibadah adalah firman Allah Ta’ala,

اِنَّ الَّذِيْنَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّاَجْرٌ كَبِيْرٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya yang tidak terlihat oleh mereka, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS. AlMulk: 12)

Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala memberikan kabar bahwa orang yang takut kepada Allah Ta’ala akan diberikan ampunan dan pahala yang besar. Allah Ta’ala tidak akan memberikannya kepada orang yang tidak dicintai-Nya. Rasa takut kepada Allah Ta’ala ini merupakan hal yang dicintai oleh Allah Ta’ala, sehingga hal ini termasuk ibadah.

Contoh lain adalah tawakkal. Tawakkal merupakan bentuk ibadah kepada Allah karena Allah Ta’ala berjanji bahwa barangsiapa yang bertawakal kepada Allah Ta’ala, maka Allah akan mencukupinya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُه

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. AthThalaq: 2)

Allah Ta’ala akan memberikan balasan berupa kecukupan hanya kepada hamba yang melakukan amalan yang Dia cintai. Sehingga tawakkal merupakan ibadah karena dicintai oleh Allah Ta’ala.

Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Muhammad Al-Qasim rahimahullahu menjelaskan bahwa ayat tersebut menunjukkan keutamaan rasa tawakkal kepada Allah Ta’ala. Tidak ada penyebutan secara khusus terhadap sebuah ibadah dari berbagai macam ibadah yang disebutkan dalam Al-Qur’an dengan redaksi “niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” kecuali ibadah berupa tawakkal ini. Hal ini menunjukkan agungnya ibadah tawakal dan keutamannya. (Taisiirul Wushul, hal. 90)

Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita semua dan menjadikan kita termasuk hamba-hamba yang senantiasa istiqamah dalam beribadah kepada-Nya di setiap waktu dan keadaan, baik dengan amalan hati, ucapan, maupun amal perbuatan.

Penulis: Apt. Pridiyanto

Artikel: Muslim.or.id