Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang salah paham karena baca buku terjemah sendirian, apakah dosa?
selamat membaca.
Pertanyaan :
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Semoga Allah ‘Azza wa Jalla selalu menjaga ustadz dan keluarga. Saya mau bertanya ustadz.
Ustadz mau bertanya, apakah saya berdosa jika pernah salah paham dalam membaca suatu kitab terjemahan yang mana saya sendiri bermalasan dalam mendengarkan kajian namun lebih suka dengan membaca buku saja?
Kajian-kajian video atau audio sangat jarang diikuti. Apakah ada udzur atas kesalahan saya?
Tapi ana bertekad untuk suatu saat nanti belajar langsung dari asatidz saat saya masuk mondok, insyaa Allah.
Jazaakallaahu khairan katsiiraa..
(Disampaikan oleh Fulan, Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)
Jawaban :
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.
Sahabat Bias yang semoga Allah muliakan anda dan kita semua.
Tekad yang sangat baik, semoga Allah mudahkan keinginan anda dalam belajar untuk masuk pesantren.
pesantren atau tidak, kewajiban kita adalah belajar, karena tidak semua orang di tuntut masuk pesantren, tetapi yang dituntun adalah belajar islam. Sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim”
(HR. Ibnu Majah no. 224, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Al Albani dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir no. 3913)
kemudian dalam belajar maka hendaknya seorang mengikuti bagaimana para ulama belajar. Sehingga ada baiknya kita mencoba mencari tahu adab dan siroh mereka dalam balajar, supaya kita tergerak dan berjalan sesuai dengan apa yang dinasihatkan oleh para salaf.
Diantara yang banyak mereka wasiatkan dan mereka anjurkan adalah pentingnya talaqqi/duduk langsung dengan guru dalam berjalan, terlebih pada awal kita melangkah untuk menuntut ilmu. itu yang harus diusahakan, sehingga mau tidak mau, cobalah duduk mencari majelis ilmu secara riil/nyata.
Bila belum memungkinkan, karena alasan kesibukan dan minimnya kajian yang ada di sekitar, minimalnya mencoba belajar dari mendengar atau melihat dari audio atau video. Sekali lagi hal ini dilakukan karena keadaan darurat atau sebagai tambahan jadwal belajar, bukan belajar utama, karena utamanya kita duduk di majelis ilmu dengan raga dan pikiran kita, ilmu lebih berkah dan bermanfaat insyaallah.
Terkait dengan membaca otodidak tanpa ada guru yang mengarahkan sebelum kita mempunyai modal dasar ilmu maka ini akan membahayakan diri kita.
sebagaimana ungkapan yang sering kita dengar ,’
مَنْ كَانَ شَيْخُهُ كِتَابَهُ فَخَطَئُهُ أَكْثَرْ مِنْ صَوَابِهِ
“Barangsiapa yang gurunya adalah bukunya, maka kesalahannya lebih banyak daripada benarnya”.
Hal tersebut bila kita membaca ilmu tanpa dasar dasar ilmu yang benar atau kita membaca ilmu dari para penulis yang tidak kita kenal, sehingga banyak kesalahan kesalahan dalam memahami tulisan atau kita telan mentah mentah tulisan tersebut tanpa ada penimbang dengan pemikiran yang terlontar.
mengomentari pepatah diatas syekh Ibnu Utsaimin menjelaskan,
“Bahwa perkataan ini tidaklah benar maupun salah secara mutlak. Akan tetapi seseorang yang belajar dari sebuah buku dan orang-orang yang dikenal dengan ilmunya serta dapat dipercaya dalam menyampaikan ilmunya, secara bersamaan maka hal ini dapat meminimalisir kesalahan yang terjadi.”
Ringkasnya, bila kita lalai dan bermudah mudah dalam membaca dan buku bacaan, maka ada potensi dosa karena kelalaian kita. Namun bila sudah mencoba belajar dengan cara dan proses yang benar, walau ada kesalahan dalam memahami karena ijtihad kita, selama kita terus mengembangkan diri dan siap untuk berubah, insyaallah tidak mengapa.
Sebagaimana para ulama di beberapa pendapat pernah salah dan berubah setelah mendapatkan pendapat atau dasar yang lebih kuat.
Wallahu ta’ala a’lam.
Dijawab oleh :
Ustadz Ustadz Mu’tashim Lc., M.A. حفظه الله
Jum’at, 19 Rabiul Akhir 1442 H/ 04 Desember 2020 M