RASULULLAH Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Yang pertama-tama diangkat dari umat ini ialah khusyuk, sehingga tidak terlihat seorang pun yang khusyuk. (HR. Ahmad dan Thabrani). Juga dalam hadis yang lain disebutkan, “Salatlah sebagaimana engkau melihat aku salat.”
Tumaninah artinya diam atau tenang. Adapun tumaninah dalam salat adalah diam, tenang atau menghentikan seluruh gerakan tubuh yang lamanya minimal seukuran membaca subhanallah sebanyak satu kali. Oleh karena itu, jika ingin melamakan tumaninah, tergantung diri masing-masing.
Tumaninah ketika kita mengerjakan salat adalah bagian dari rukun salat. Tidak sah salat kalau tidak tumaninah.
Para ulama mengambil kesimpulan dari hadis ini bahwa orang yang rukuk dan sujud namun tulangnya belum lurus, maka salatnya tidak sah dan dia wajib mengulanginya, sebagaimana Nabi Saw. yang berkata kepada orang yang tata cara salatnya salah ini.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, “Sesungguhnya seorang lelaki memasuki masjid, kemudian salat. Selanjutnya, ia menghadap dan memberi salam kepada Rasulullah Saw., dan Nabi pun membalas salamnya. (Lalu) Nabi bersabda, Kembalilah, dan kerjakan shalat, karena kamu belum mengerjakan shalat.”
Lelaki itu pun mengulangi salatnya kembali. Setelah selesai salatnya, ia kembali menghadap. Rasulullah pun lalu memerintahkannya untuk kembali berbuat seperti itu tiga kali. Selanjutnya, seorang lelaki tersebut mengatakan, “Demi Allah yang mengutusmu dengan seluruh kebenaran, bahwa aku tidak mampu lagi mengerjakan yang lain.
Jawab Rasul Saw, “Apabila kamu hendak menjalankan salat, maka sempurnakanlah wudu, lalu menghadap kiblat, lalu bacalah takbir (takbiratul-ihram), lalu bacalah ayat-ayat al-Qur’an yang gampang menurut kamu. Lalu rukuklah hingga tumaninah dalam rukuk, lalu bangkitlah kamu hingga lurus, lalu sujudlah kamu sampai duduk tenang. Lalu sujudlah sampai kamu sujud tenang, lalu bangunlah hingga bangkit tegak. Lalu, kerjakanlah shalat cara seperti itu pada semua salat-salatmu.”
Jika kita rukuk dan sujud, jangan sekali-kali kita melupakan tumaninah. Jangan hendaknya menjadikan salat kita seperti ayam mematuk padi. Salat seperti itu tidak sah, karena tidak ada tumaninah. Sedang tumaninah di dalam rukuk, Iktidal, kedua sujud, dan duduk di antara keduanya adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan di dalam salat. Baik shalat fardhu maupun sunnah.
Sholat tanpa tumaninah adalah batal. Orang yang tidak menyempurnakan rukuk, sujud dan khusyuk di dalam salatnya adalah orang yang mencuri shalat.
Dalam hal ini Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata, “Salat itu laksana timbangan. Barang siapa yang memenuhinya, maka ia akan menerima pahala secara penuh. Sedangkan barang siapa yang meringankannya, maka ia telah mengetahui firman Allah Swt, “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang curang.” (QS. Al-Muthaffifin, 83:1).
Sebab, bagi orang yang dalam salatnya tidak menyempurnakan rukuknya, sujudnya, dan kekhusyukannya, disebut sebagai pencuri yang paling buruk. Kita dianggap sebagai pencuri yang paling buruk karena kita mencuri di rumah Allah SWT. Padahal kita sedang berdiri di hadapan-Nya, tidak ada tirai manapun antara diri kita dan Rabbnya. Sebab tujuan salat adalah khusyuk dan hadirnya hati, sedang pahalanya tergantung kepada kedua hal tersebut.
Kita menjadi pencuri yang paling buruk karena pencuri harta dunia memanfaatkan dan bersenang-senang dengan harta yang dicurinya. Sedangkan kita mencuri pahala yang seharusnya menjadi milik kita sendiri dan menukarnya dengan hukuman di akhirat.
Rasulullah shallallahu Alaihi wasallam telah bersabda, “Apabila seseorang mengerjakan shalat dengan baik dan menyempurnakan rukuk serta sujudnya, niscaya salat berkata, “Semoga Allah memelihara dirimu seperti engkau memelihara diriku”, lalu salat itu dinaikkan (diterima). Dan apabila seseorang mengerjakan salat dengan buruk serta tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya, maka salat berkata, “Semoga Allah menyia-nyiakan dirimu sebagaimana engkau menyia-nyiakan diriku”, lalu salat itu digulung seperti pakaian yang lapuk digulung, kemudian salat itu dipukulkan ke muka pelakunya.” (HR. ath-Thayalisi melalui Ubadah ibnush Shamit r.a.).
Hadis ini menerangkan tentang keutamaan ibadah salat. Disebutkan bahwa salat yang dikerjakan dengan baik dan mendoakan pelakunya dengan doa yang baik pula, sedangkan salat yang dikerjakan dengan buruk, maka salat itu akan mengutuk pelakunya, yang digambarkan oleh hadis ini bahwa salatnya digulung seperti kain yang sudah lapuk, lalu dipukulkan kepada muka pelakunya. Atau dengan kata lain, salat tersebut kelak akan menimbulkan mudarat kepada pelakunya karena ia menyia-nyiakannya.