Hati senang sekali dapat bertemu kembali dengan bulan suci ramadhan. Dimana beberapa saat lagi seluruh umat Islam di dunia dan khususnya di Indonesia. Melaksanakan ibadah puasa wajib bagi yang mampu menjalankannya.
Tentunya tanpa terkecuali, selama tak ada halangan yang dibenarkan oleh syariat tetap harus melakukan ibadah tersebut. Termasuk tunanetra, juga harus menunaikan ibadah puasa ramadhan. Jika kondisi jasmaninya memang memungkinkan untuk menjalaninya. Karena siapapun orangnya baru dibolehkan tak melaksanakan puasa di bulan ramadhan apabila sedang sakit, dalam perjalanan jauh dan sebagainya.
Mau dia tunanetra ataupun bukan jika ada di dalam kreteria tersebut, dibolehkan untuk tak berpuasa. Tetapi tetap harus menggantinya sejumlah hari yang ditinggalkannya, di bulan lain.
Puasa di bulan ramadhan merupakan ibadah wajib untuk setiap umat Islam, dimanapun tempat tinggalnya. Demikian juga dengan tunanetra, yang mempunyai keterbatasan dalam penglihatan. Namun jika fisiknya atau tak mempunyai riwayat sakit apapun seperti magh misalnya, juga harus melaksanakan ibadah tersebut. Sesuai apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, terhadap sahabatnya Ummi Maktum. Dimana beliau adalah seorang tunanetra, yang hidup pada zaman Rasulullah. Tetapi Ummi Maktum tetap melaksanakan ibadah puasa di bulan ramadhan dan Rasulullah tak melarangnya mengetahui hal itu. Selama menunaikan ibadah puasa Ummi Maktum, juga sama dengan sahabat yang lainnya sejak pagi hingga waktu maghrib tiba. Jadi tak ada kompensasi untuk Ummi Maktum, dari mulai jadwal jam maupun jumlah harinya tetap sama dengan apa yang telah ditetapkan. Semangat tersebut yang ditiru oleh sahabat santri tunanetra muslim di Raudlatul Makfufin. Hal tersebut dapat diketahui jelas dari raut wajah para santri Makfufin, dalam menyambut momen bahagia yang ditunggu-tunggu yakni bulan suci ramadhan. Setiap selesai shalat subuh, secara bergantian kuliah tujuh menit Kultum selama bulan ramadhan. Dan membaca Al-quran bersama-sama sebelum waktu buka tiba. Dari kegiatan tersebut diharapkan agar nanti sahabat-sahabat tunanetra muslim yakni para santri Raudlatul Makfufin. Dapat mengaplikasikan apa yang telah dipelajarinya di tengah-tengah masyarakat. Lantaran selama tenggelam dalam arus pembelajaran para sahabat santri tunanetra Raudlatul Makfufin, bukan hanya diberikan ilmu duniawi saja. Tetapi pembekalan untuk menuju akhiratpun tak ditinggalkan. Karena setiap perjalanan hidup manusia akan berhenti di ujung cerita jalan kehidupan.
Bulan ramadhan merupakan ajang berlomba-lomba melakukan hal kebaikan, yang dimana segala amal dilipat gandakan. Sampai-sampai tidur juga mempunyai nilai ibadah. Apalagi dalam membaca Al-quran. Sehingga tak sedikit orang berusaha untuk menghatamkan keseluruhan isi Al-quran, juz 1 sampai juz 30 selama satu bulan penuh. Demikian juga dengan sahabat-sahabat santri tunanetra yang ada di Raudlatul Makfufin. Mereka juga tak mau ketinggalan sama teman-teman awas, yang notabennya dapat melihat.
Dengan huruf arab braille, sahabat santri tunanetra di Raudlatul Makfufin. Melakukan hal yang sama membaca arab braille huruf demi huruf, berusaha untuk menghatamkan isi Al-quran, juz 1 hingga juz 30.
Setiap sore sampai menjelang waktu buka puasa tiba. Membaca dengan bersama-sama walau surat dan juznya berbeda sesuai apa yang telah dipelajarinya dari ustad dan ustazah. Tetapi keterbatasan penglihatan tak menjadi penghalang bagi sahabat santri tunanetra yang ada di Raudltul Makfufin tersebut. Bisa karena mau belajar, namun tak bisa karena tak belajar. Semangat yang terus menyala dapat di lihat dari gerakkan jari, menelusuri huruf arab braille.
Dan lembaran kertas di balik untuk berpindah antar surat maupun ayat. Selain itu kehangatan kebersamaan di antara sahabat-sahabat seperti di tengah-tengah keluarga sendiri. Jadi dalam melaksanakan ibadah puasa di bulan ramadhan, di lalui dengan diwarnai hati yang gembira. Memang sebaiknya seperti itu, tetap berjalan sesuai tenaga yang dimilikinya.
Allah SWT, tak pernah melihat siapa dan bagaimana orang tersebut. Melainkan hanya di lihat dari pakaian taqwanya. Dan berlomba-lomba dalam lautan kebaikkan bebas untuk siapa saja.
***Aksara Wicara