Sebelas Penghapus Amalan Kebaikan

Sebelas Penghapus Amalan Kebaikan

Ketika kita mengerjakan suatu ibadah dan amal kebaikan, tujuannya adalah untuk mendapatkan rida dan pahala dari Allah Ta’ala.  Semoga dengan pahala yang kita harapkan tersebut, dapat menjadikan rahmat dan tiket untuk masuk ke dalam surga-Nya. Namun, harus kita sadari, pahami, dan waspadai bahwa ada amalan-amalan (perbuatan) yang bisa membuat pahala-pahala yang kita kumpulkan menjadi hilang, musnah tak tersisa.

Di antara hal yang dapat menghilangkan pahala seseorang, bahkan seluruh amal kebaikannya adalah sebagai berikut.

Pertama, murtad (keluar dari agama Islam)

Siapa saja yang keluar dan agama Islam atau mengganti agamanya menjadi agama lain, maka seluruh amal dan pahala yang ia kerjakan sebelumnya menjadi terhapus dan tak bernilai di hadapan Allah Ta’ala. Di akhirat kelak, ia akan dimasukan ke dalam neraka dan kekal di dalamnya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِۦ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُو۟لَٰٓئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَٰلُهُمْ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ

“Barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya kemudian mati dalam keadaan kafir, maka mereka itulah orang-orang yang terhapus amalannya di dunia dan akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal berada di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 217)

Kedua, syirik

Menyekutukan Allah dengan berbagai model dan bentuknya merupakan bentuk kezaliman yang paling besar dan penghinaan kepada Allah Ta’ala. Bahkan, orang yang mati membawa dosa syirik tidak akan diampuni oleh Allah jika belum bertobat darinya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوْ أَشْرَكُوا۟ لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

”Seandainya mereka menyekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am: 88)

Di antara kesyirikan yang banyak terjadi di masyarakat kita adalah mendatangi dukun, peramal, tukang sihir, atau memakai jimat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal dan bertanya kepadanya tentang suatu perkara, maka salatnya tidak akan diterima selama 40 hari. (HR. Muslim)

Dalam sabda yang lain,

مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal dan dia membenarkan ucapannya, maka dia berarti telah kufur pada Al-Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammad. (HR. Ahmad)

Dalam riwayat lain disebutkan,

مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat), maka ia telah berbuat syirik. (HR. Ahmad, 4: 156. Lihat As-Silsilah Ash-Shahihah no. 492)

Ketiga, riya’ dan sum’ah

Riya’ adalah memperlihatkan suatu amal ibadah agar dipuji orang lain. Sedangkan sum’ah adalah menceritakan amal ibadah dan kebaikan yang ia kerjakan dengan tujuan agar dipuji.

Allah Ta’ala berfirman,

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ ﴿٤﴾ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ﴿٥﴾الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ﴿٦﴾

“Maka, celakalah bagi orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat riya’.” (QS. Al Ma’un: 4-6)

Dalam firman-Nya yang lain,

كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

“Seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka, perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadikan ia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunujuk kepada orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 264)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ

Siapa yang memperdengarkan amalannya (kepada orang lain), Allah akan memperdengarkan (bahwa amal tersebut bukan untuk Allah). Dan siapa saja yang ingin mempertontonkan amalnya, maka Allah akan mempertontonkan aibnya (bahwa amalan tersebut bukan untuk Allah).” (HR. Bukhari)

Keempat dan kelima, durhaka kepada kedua orang tua dan mengungkit pemberian

Allah menggandengkan perintah untuk mentauhidkan-Nya (mengesakan-Nya) dengan amalan berbakti kepada kedua orang tua, sebagaimana firman-Nya,

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.(QS. Al-Isra: 23)

Durhaka kepada kedua orang tua dapat mengapuskan amal. Selain durhaka, al-mann (mengungkit-ngungkit sedekah), dan al-adza (menyakiti perasaan penerima) juga dapat membatalkan amal dari sedekahnya.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى

“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (QS. Al-Baqarah: 264)

Demikian juga, yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam riwayat berikut,

ثلاثة لا يقبل اللّٰه منهم صرفا ولا عدلا : عاق ،ومنان ومكذب بالقدر

Tiga golongan yang Allah tidak terima amal ibadahnya, yang wajib dan yang sunah: anak yang durhaka kepada orang tuanya, orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya, dan orang yang mendustakan takdir. (Hadis hasan, HR. Ibnu Abi ‘Ashim dalam kitab As-Sunnah no. 323, Ath-Thabrani dalam Al-Kabir no. 7547, dengan sanad yang dihasankan oleh Al-Mundziri dan Syekh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 1785)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

لايدحل الجنة عاق لوالديه

Tidak akan masuk surga orang yang durhaka pada kedua orang tuanya, …. (HR. ‘Abdurrazzaaq no. 13859; Ahmad, 2:203; Ath-Thabaraniy dalam Majma’uz-Zawa’id, 6:257; Al-Khathib, 11:191; dan yang lainnya. Lihat Silsilah Ash-Shahihah no. 673)

Keenam, meninggalkan salat wajib, terutama salat Asar

Meninggalkan salat fardu (wajib) merupakan dosa besar dan dapat menghapuskan semua amal ibadahnya, baik berupa puasa, zakat, haji, maupun ibadah lainnya. Bahkan, jika ia dalam hari tersebut meninggalkan salat Asar, maka amalnya pada hari itu akan terhapus.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ، فَإِنْ صَلَحَتْ صَلَحَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ

“Yang pertama kali dihisab dari hamba pada hari Kiamat adalah salat. Jika salatnya baik, maka seluruh amalnya menjadi baik baginya, dan jika salatnya jelek, maka menjadi jelek seluruh amalnya.” (HR. Ath-Thabrani, no. 1859)

Dalam sabda beliau yang lain,

بَكِّرُوا بِصَلاَةِ العَصْرِ، فَإِنَّ النَّبِيَّ  قَالَ: «مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ العَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ»

“Bersegeralah kalian melakukan salat Asar! Karena Nabi bersabda, ‘Siapa yang meninggalkan salat Asar, maka gugur amalnya (pada hari itu, pen.).’” (HR. Al-Bukhari no. 553)

Ketujuh, mengkonsumsi khamr (minuman keras)

Khamr adalah segala yang memabukkan, baik sedikit atau banyak, baik bentuknya cair, gas, atau padat.  Allah telah mengharamkan segala jenis khamr di dunia dan menghalalkannya di surga kelak, sebagai ujian bagi hamba-Nya, dan melindungi kesehatan manusia itu sendiri.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ شَرِبَ الخَمْرَ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا، فَإِنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَإِنْ عَادَ لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ لَهُ صَلَاةً أَرْبَعِينَ صَبَاحًا، فَإِنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَإِنْ عَادَ لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ لَهُ صَلَاةً أَرْبَعِينَ صَبَاحًا، فَإِنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَإِنْ عَادَ الرَّابِعَةَ لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ لَهُ صَلَاةً أَرْبَعِينَ صَبَاحًا، فَإِنْ تَابَ لَمْ يَتُبِ اللَّهُ عَلَيْهِ، وَسَقَاهُ مِنْ نَهْرِ الخَبَالِ

“Siapa yang minum khamr, maka salatnya tidak diterima selama 40 hari. Jika ia bertobat, maka Allah terima tobatnya. Jika ia mengulanginya, maka salatnya tidak diterima selama 40 hari. Jika ia bertobat, maka Allah terima tobatnya. Jika ia mengulangi, maka salatnya selama 40 hari tidak Allah terima. Jika ia bertobat, maka Allah terima tobatnya. Jika ia mengulangi keempat kalinya, Allah tidak menerima tobatnya dan memberinya minuman dari sungai Khabal.”

Ibnu Umar ditanya, “Wahai Abu Abdirrahman, apa itu sungai Khabal?” Dia menjawab,

نَهْرٌ مِنْ صَدِيدِ أَهْلِ النَّارِ

Yaitu, sungai dari nanah penduduk neraka.(HR. At-Tirmidzi no. 1862)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

وَثَلاَثَةٌ لاَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَالْمُدْمِنُ عَلَى الْخَمْرِ، وَالْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى

“Ada tiga orang yang tidak masuk surga, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua, pecandu khamr, dan mann dalam sedekah.” (HR. An-Nasai no. 2562)

Kedelapan, memelihara anjing

Memelihara anjing dapat mengurangi pahala seseorang setiap harinya satu qiroth, kecuali anjing untuk menjaga ladang, menjaga ternak, dan berburu.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من أمسك كلبا فإنه ينقص كل يوم من عمله قيراط إلا كلب حرث أو ماشية

“Barangsiapa memelihara anjing, maka amalan salehnya akan berkurang setiap harinya sebesar satu qirath (satu qirath adalah sebesar gunung uhud), kecuali anjing untuk menjaga tanaman atau hewan ternak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Satu qirath adalah pahala sebesar gunung yang besar sebagaimana ada sahabat yang bertanya kepada Nabi,

وَمَا القِيرَاطَانِ؟ قَالَ: مِثْلُ الجَبَلَيْنِ العَظِيمَيْنِ

“Apa itu dua qirath?” Jawab beliau, “Seperti dua gunung yang besar.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kesembilan, bid’ah: mengada-adakan dalam agama

Berbuat suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah dan para sahabatnya, maka amalan tersebut tidak ada nilainya, tiada pahalanya, bahkan pelakunya akan mendapatkan dosa.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

“Barangsiapa yang beramal tanpa ada perintah dari kami, maka tertolak.” (HR. Muslim)

Jika bid’ah tersebut dilakukan di Madinah, maka selain amalannya tertolak, ia juga akan mendapatkan laknat. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

المَدِينَةُ حَرَمٌ مِنْ عَيْرٍ إِلَى كَذَا، فَمَنْ أَحْدَثَ فِيهَا حَدَثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ صَرْفًا وَلاَ عَدْلًا

“Madinah adalah haram dari ‘Air hingga tempat ini. Siapa yang melakukan bid’ah di dalamnya, maka dia mendapatkan laknat Allah, para malaikat-Nya, dan seluruh manusia (mukminin). Allah tidak menerima ibadah sunahnya dan wajibnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Kesepuluh, bermaksiat ketika sendiri atau sepi, menganggap dosa tersebut legal, dan menceritakannya

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا، فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا، قَالَ ثَوْبَانُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا، جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لاَ نَكُونَ مِنْهُمْ، وَنَحْنُ لاَ نَعْلَمُ، قَالَ: أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ، وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ، وَيَأْخُذُونَ مِنَ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ، وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا

“Aku benar-benar tahu sekelompok umatku yang datang para hari kiamat dengan membawa pahala sepenuh gunung Tihamah yang putih, lalu Allah jadikan itu laksana debu yang beterbangan.”

Tsauban bertanya, “Wahai Rasulullah, jelaskan siapa mereka agar kami tidak menjadi seperti mereka tanpa disadari.”

Beliau menjawab, “Mereka saudara kalian dan sejenis dengan kalian. Mereka salat malam seperti kalian, tetapi mereka adalah kaum yang apabila bersendirian dengan larangan Allah, maka mereka melanggarnya.” (HR. Abu Dawud no. 4245)

Namun, orang yang menyembunyikan maksiatnya memiliki kemungkinan Allah ampuni selagi tidak membeberkannya kepada manusia,

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا المُجَاهِرِينَ، وَإِنَّ مِنَ المُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَيَقُولَ: يَا فُلاَنُ، عَمِلْتُ البَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

“Setiap umatku diampuni, kecuali orang-orang yang menampakkan. Di antara contoh orang yang menampakkan adalah seseorang berbuat dosa di malam hari, lalu di pagi hari membeberkannya, padahal sudah Allah tutupi. Dia berkata, ‘Hai Fulan, tadi malam aku berbuat ini dan itu.’ Di malam hari, ia ditutupi oleh Rabb-nya. Tetapi, di pagi hari, ia justru menyingkap tutupan Allah tersebut.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Terkadang, seseorang muncul syahwat yang mana mereka dikalahkan olehnya, sehingga ia melakukan maksiat di saat sendirian. Tetapi, orang yang beriman, maka hatinya membenci maksiat dan mengingkarinya, muncul rasa penyesalan dan ia pun bertobat setelahnya. Ia tidak suka orang lain mengetahuinya dan tidak pula membeberkannya kepada siapa pun, kecuali kepada ahli ilmu untuk meminta nasihat.

إِنَّ اللَّهَ يُدْنِي المُؤْمِنَ، فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ، فَيَقُولُ: أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا، أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ فَيَقُولُ: نَعَمْ أَيْ رَبِّ، حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوبِهِ، وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ، قَالَ: سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا، وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ اليَوْمَ، فَيُعْطَى كِتَابَ حَسَنَاتِهِ

“Sesungguhnya Allah mendekatkan orang beriman lalu memasang satir yang menutupinya (sehingga tidak dilihat banyak orang), seraya berfirman, ‘Apakah kamu mengakui dosa ini? Apakah kamu mengakui dosa ini?’ Dia menjawab, ‘Ya, wahai Rabb.’ Hingga tatkala ia mengakui dosa-dosanya dan menyangka akan binasa, Allah berfirman, ‘Di dunia, kututupi dosamu. Dan hari ini, kuampuni dosamu.’ Lalu, kitab kebaikannya diberikan kepadanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lainnya,

“Ada seorang hamba berbuat dosa lalu ia berkata, ‘Ya Rabbi, aku berbuat dosa, maka ampuni aku.’ Allah menjawab,. ‘Hamba-Ku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menyiksanya. Kuampuni hambaKu.’ Kemudian, berlalu masa yang Allah kehendaki. Lalu, ia kembali berbuat dosa, lalu berkata, ‘Ya Rabbi, aku berbuat dosa, maka ampuni aku.’ Allah menjawab, ‘Hamba-Ku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menyiksanya. Kuampuni hamba-Ku.’ Kemudian, berlalu masa yang Allah kehendaki. Lalu, ia kembali berbuat dosa lalu berkata, ‘Ya Rabbi, aku berbuat dosa, maka ampuni aku.’ Allah menjawab, ‘Hamba-Ku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menyiksanya. Kuampuni hambaKu (tiga kali), silahkan berbuat sesukanya.’” (HR. Al-Bukhari no. 7507 dan Muslim no. 2758)

Sebelas, membunuh

Membunuh seorang muslim tanpa hak dan syariat yang dibenarkan (qishash, rajam, murtad) adalah haram dan termasuk dosa besar. Begitu pula, nonmuslim (kafir) yang tidak memerangi kaum muslimin juga dilarang untuk dibunuh.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahanam. Ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa: 93)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ قَتِيلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal, sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. (HR. An-Nasa’i)

Dalam sabda yang lain,

مَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا فَاعْتَبَطَ بِقَتْلِهِ، لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ مِنْهُ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا

“Siapa yang membunuh orang beriman dengan perasaan gembira, maka Allâh tidak menerima ibadah sunahnya dan wajibnya.” (HR. Abu Dawud no. 4270)

***

Penulis: Arif Muhammad

Sumber: https://muslim.or.id/90422-penghapus-amalan-kebaikan.html
Copyright © 2024 muslim.or.id