Terkadang kita berada di satu titik stress dan penat yang terlalu berat. Kejadian besar yang tidak kita inginkan menimpa kita dan kadang secara bersamaan. Bukan sekedar sedih, tetapi sangat menyedihkan. Seolah tak ada cahaya di luar sebagai tempat untuk mencari solusi dan jawaban.
Saat berada dalam kondisi itu, beberapa pilihan mungkin orang lakukan. Menerima secara pasif dan berpikir pesimis. Dengan hanya tidur dan menghindar dari keramaian dengan harapan akan menyelesaikan masalah.
Ada pula yang sudah tidak bisa menanggung beban. Hidup baginya adalah penyiksaan. Takdir itu sangat pahit dan menyiksa dirinya. Cara mengkahiri takdir buruk dalam hidup adalah menghapus kehidupan itu sendiri. Para pecundang melakukan solusi instan dengan bunuh diri.
Hampir jarang dan mungkin sangat sedikit, orang yang memilih jalan ketiga dengan melihat sebuah kejadian buruk sebagai jalan yang terbaik. Cara pandang ini memang membutuhkan kelegaan-dalam agama disebut ikhlas-untuk menghadapi kenyataan pahit. Menangis, tetapi tetap melangkah optimis ke depan. Karena kejadian buruk hari ini adalah tempaan terbaik untuk masa depan. Atau hal buruk di sini adalah penghentian sementara untuk menghindari hal terburuk yang di sana.
Belajar dari Luqman
Mari belajar dari orang bijaksana dalam menghadapi hidup. Salah satunya adalah Luqman al-Hakim, seorang yang dikenal bijaksana, bahkan karena spesial keteladanannya Al Quran mengabadikan nama surat tersendiri, Luqman. Di dalam al-Quran, sosok Luqman al-Hakim merupakan ahli hikmah yang keteladanannya digunakan sebagai acuan untuk mendidik keluarga terutama anak-anak. Ada beberapa nasehat yang diabadikan misalnya ayat 12-19.
Terkait nama aslinya, Ibnu Katsir berpendapat bahwa nama panjang Luqman adalah Luqman bin Unaqa bin Sadun. Luqman diceritakan sebagai sosok manusia yang memiliki hati yang bersih, akhlak terpuji, dan tutur kata yang penuh hikmah atau kebijaksanaan. Karena itulah ia diberikan julukan al-Hakim yang berarti penuh hikmah atau kebijaksanaan.
Di antara nasihat yang terkenal yang disampaikan oleh Luqman kepada anaknya adalah supaya selalu bersyukur kepada Allah, karena semua yang dijalani oleh manusia telah di perhitungkan dengan matang oleh Allah. Apapun takdir yang diberikan Allah kepada umatnya baik suka maupun tidak sesungguhnya itulah takdir yang terbaik baginya.
Mendengar penjelasan dari Luqman, anaknya pun ingin membuktikan sendiri kebenaran dari ucapan sang ayah. Ditulis oleh Imam Ibnul Jauzy dalam kitab ‘Uyunul Hikayat’ (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1971, halaman 109-110) menuliskan “Wahai ayah, saya belum bisa melakukannya sebelum saya membuktikannya sendiri,”
Maka Luqman pun mengajak anaknya untuk menemui seorang nabi yang ada pada zaman mereka hidup agar anaknya dapat langsung mendapatkan pemahaman lebih rinci. Setelah bersepakat dengan anaknya untuk menemui sang nabi, berbagai hal telah disiapkan mengingat perjalanan yang mereka lakukan cukup jauh, termasuk dua ekor keledai yang akan menjadi tunggangan masing-masing dari mereka.
Setelah melakukan perjalanan berhari-hari, keduanya pun sampai di gurun tandus. Rasa kelelahan dan kepanasan membuat keledai yang mereka tunggangi semakin lambat berjalan. Maka Luqman dan anaknyapun memutuskan untuk mulai berjalan kaki.
Dalam perjalanan mereka, Luqman dan anaknya melihat jauh di depannya ada sebuah penampakan awan hitam dan asap yang mengepul. Ketika mereka amati lebih jauh bayangan hitam tersebut terlihat seperti pohon dengan asap dari permukiman warga di daerah yang akan mereka lewati.
Luqman dan anaknya memutuskan tetap melanjutkan perjalanan mereka karena dirasa perjalanan mereka masih cukup jauh. Namun saat berjalan, sang anak menginjak tulang hingga ia terjatuh dan pingsan. Melihat anaknya jatuh pingsan, Luqmanpun bergegas menghampiri anaknya.
Sembari menangis, Luqman mencabut tulang tersebut dengan giginya kemudian menyobek surbannya untuk membungkus kaki anaknya yang terluka.
Saat menatap wajah anaknya, airmata Luqman pun menetes dan jatuh ke pipi anaknya sehingga membuat anaknya tersadar.“Ayah mengapa menangis, bukannya apa yang menimpa saya ini adalah yang terbaik?” ucap anaknya sambil mengeluh kepada Luqman, mengingat semua bekal sudah habis dan keduanya masih di tengah gurun pasir.
“Anakku, aku menangis karena perasaan sedih seorang ayah kepada anaknya. Mengenai pertanyaanmu, bagaimana bisa kejadian ini lebih baik bagimu, mungkin di depan nanti kita akan mendapatkan jawabannya. Bisa jadi musibah ini lebih ringan daripada musibah yang ada di depan sana, sehingga Allah menghentikan kita di sini dengan musibah ini,” jawab Luqman menenangkan anaknya.
Setelah keduanya merasa tenang, Luqmanpun menoleh kembali ke perkampungan tersebut. Ternyata bayangan hitam dan asap yang sebelumnya terlihat sudah tidak tampak lagi.
Tidak lama kemudian dari jauh muncul sosok berpakaian putih yang menunggangi kuda. Luqman terus memperhatikan sosok yang terus mendekatinya itu. Anehnya, saat sudah dekat sosok itu seperti menghilang namun suaranya tetap terdengar.
“Apakah kamu Luqman?” Tanya sosok yang tidak terlihat itu.
“Iya benar, saya Luqman. Wahai Hamba Allah, siapa engkau sebenarnya? Saya bisa mendengar suaramu tapi tidak melihat wujudmu,” Tanya Luqman“Aku Jibril, hanya malaikat Muqarrabun dan Nabi saja yang bisa melihatku,” jawab sosok itu.
“Jika kamu Jibril, tentu kamu mengetahui apa yang sebenarnya terjadi,” Jawab Luqman.
Jibril kemudian menjelaskan bahwa ia ditugaskan oleh Allah untuk menghancurkan kota yang ada di depan sana berikut penduduknya. Pada saat yang hampir bersamaan, Jibril mengetahui bahwa Luqman dan anaknya sedang berjalan menuju kota tersebut. Jibril kemudian memohon kepada Allah agar Luqman dan anaknya ditahan supaya tidak sampai kota dan tidak ikut luluh lantak bersama penduduk setempat.
Setelah memberikan penjelasan kepada Luqman dan anaknya, kemudian Jibrilpun mengusap kaki anaknya Luqman yang terluka, tidak lama kemudian kakinya sembuh seperti sedia kala. Dan bahkan tempat makanan dan minuman yang dibawa Luqman juga menjadi penuh setelah diusap oleh Jibril.
Selang beberapa waktu, Jibrilpun mengangkat Luqman beserta anaknya dan mengembalikan ke kota asalnya. Dari kisah ini dapat kita petik pelajaran bahwa sebenarnya tidak ada takdir yang buruk karena semuanya pasti ada hikmah tersembunyi.
Sudut Pandang Melihat Takdir
Dan hikmah yang bisa diambil dari cobaan yang telah di turunkan Allah kepada hambanya mungkin tidak akan dirasakan secara instan, namun baru akan bisa di sadari setelah beberapa waktu berlalu. Bisa dalam waktu satu minggu, satu bulan, satu tahun atau bahkan dalam waktu yang lebih lama.
Apa yang kamu alami hari ini sebagai hal buruk harus diambil dari kacamata yang berbeda. Semua peristiwa tergantung sudut pandang. Sakit dalam sudut berbeda adalah jeda diri badan untuk istirahat karena jika diteruskan akan fatal. Sakit dalam sudut pandang berbeda adalah cara kita menyadari nikmat besar tidak sakit yang sering kita abaikan.
Orang yang lolos ujian berat dari takdir yang dianggap buruk akan mengarifi semua peristiwa. Orang yang sakit lebih bijak menjaga kesehatan. Lebih menghargai badan dan waktu serta mensyukuri bahwa tidak sakit sejatinya nikmat.
Peristiwa buruk yang dialami harus dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Cara pandang yang optimis dan bijak dalam memahami kejadian. Tuhan mempunyai kehendak lain yang lebih baik saat menghadirkan kejadian buruk dalam hidupmu.