RASULULLAH shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan kepada kita, agar selalu waspada dalam menjaga lisan. Anggota badan yang satu ini, bisa jauh lebih berbahaya dari pada tangan dan kaki. Karena lepas kontrol lisan, bisa menyebabkan pelakunya terjerumus ke neraka jahanam.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan, “Sesungguhnya ada seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan murka Allah, diucapkan tanpa kontrol akan tetapi menjerumuskan dia ke neraka.” (HR. Bukhari 6478)
Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan dalam Fathul Bari ketika menjelaskan hadis ini, yang dimaksud diucapkan tanpa kontrol adalah tidak direnungkan bahayanya, tidak dipikirkan akibatnya, dan tidak diperkirakan dampak yang ditimbulkan. Hal ini semisal dengan firman Allah ketika menyebutkan tentang tuduhan terhadap Aisyah: “Mereka sangka itu perkara ringan, padahal itu perkara besar bagi Allah.” (QS. An-Nur: 15)
Terutama ketika orang sedang berkelakar, sering sekali dia tidak kontrol, sehingga keluar kalimat celaan atau kata yang tidak selayaknya diucapkan. Karena itulah, al-Quran menyebutkan, diantara sebab orang menghina Allah dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam, adalah ketika dia sedang bergurau.
Allah berfirman, “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman (QS. at-Taubah: 65 66)
Ayat ini turun berkaitan dengan sikap seorang munafiq yang menyebut Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat sebagai orang yang paling rakus ketika makan, jika bicara tak bisa dipegang, dan paling penakut ketika bertemu musuh. Lalu perkataan orang munafik ini dilaporkan kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Akhirnya orang ini berusaha untuk untuk meminta maaf kepada beliau, dan beralasan bahwa dia hanya bergurau, tidak ada maksud serius untuk menghina Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat.
Namun tidak dipedulikan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. Di saat itulah, Allah menurunkan firman-Nya di atas. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/171)
Selanjutnya anda bisa menilai, ketika ada yang menyebut Nabi Musa alaihis salam dengan preman, dengan maksud bercanda. Sekalipun tidak ada niat melecehkan, setidaknya dia melakukan kesalahan besar, tindakan kurang adab terhadap status kenabian.