Peristiwa besar lain yang menyangkut Hajar Aswad adalah pencurian dan penyanderaan Hajar Aswad yang dilakukan oleh kelompok atau golongan Qaramithah.
Pada akhir abad ke-9 M mereka memberontak kepada pemerintahan Islam Dinasti Abbasiyah yang sedang berada dalam periode kemunduran dan perpecahan.
Pada tahun 317 H Pasukan Qaramithah di bawah pimpinan Abu Thahir Al-Qurmuthi berhasil mengobrak-abrik kota Makkah, mencuri Hajar Aswad dan membawanya ke pusat gerakan mereka di belahan timur semenanjung Arabia di kawasan Teluk Persia. Kemudian Hajar Aswad mereka bawa ke Kufah dan mereka sandera dalam tahun-tahun 930-951 M (317-339 H).
Mereka meminta uang tebusan untuk mengembalikan Hajar Aswad tersebut. Jumlah uang tebusan yang mereka minta sangat besar sehingga sulit dipenuhi oleh pemerintah ketika itu.
Setelah 22 tahun Hajar Aswad di tangan para penyandera tersebut, akhimya kaum Qaramithah di bawah Abu Ishak Al-Muzakki mengembalikan Hajar Aswad ke tempat asalnya di Ka’bah. Konon, Khalifah Al-Muthi’ Lillah dari Dinasti Abbasiyah harus mengeluarkan uang sebanyak 30.000 dinar sebagai imbalan pengembalian Hajar Aswad tersebut.
Hajar Aswad dalam ibadah haji
Hajar Aswad mempunyai peranan yang penting dan menentukan dalam pelaksanaan haji dan umrah. Fungsi Hajar Aswad akan terlihat terutama dalam pelaksanaan thawaf yang merupakan salah satu rukun haji. Dalam pelaksanaan thawaf, para ulama sepakat bahwa salah satu syarat sahnya thawaf adalah harus dimulai dari posisi yang lurus sejajar dengan Hajar Aswad.
Ulama Syafi’iyah menetapkan bahwa apabila akan melaksanakan thawaf, harus memulainya dengan menempatkan badan sejajar lurus dengan Hajar Aswad di mana posisi Hajar Aswad berada di sebelah kiri pelaku thawaf.
Tidak boleh ada anggota badan sedikit pun yang melebihi posisi sejajar dengan Hajar Aswad. Mengakhiri putaran thawaf juga harus memposisikan badan lurus sejajar dengan Hajar Aswad, tidak boleh ada anggota badan yang berada di belakang garis sejajar tersebut.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa memulai thawaf harus pada posisi lurus sejajar dengan Hajar Aswad. Bila seseorang memulai thawaf pada sebelum garis sejajar Hajar Awad, maka dia wajib menyempurnakan thawaf putaran akhir sampai ke garis sejajarHajar Aswad. Tidak boleh hanya sampai ke tempat dia memulai thawaf.
Jika dia tidak menyempurnakan akhir putarannya sampai ke garis sejajar Hajar Aswad, dan telah berlangsung waktu yang lama atau telah batal wudhunya, maka dia wajib mengulangi thawafnya dari awal kembali. Jika dia telah kembali ke negerinya sebelum menyempurnakan thawaf tersebut, maka dia wajib membayar dam berupa seekor hewan korban.
Ulama Hanabilah menyatakan bahwa putaran thawaf harus dimulai dari Hajar Aswad. Putaran thawaf yang tidak dimulai dari Hajar Aswad dianggap tidak sah dan tidak dihitung sebagai satu putaran. Ulama Hanafiyah juga berpendapat bahwa wajib memulai thawaf dari Hajar Aswad. Jika tidak memulai dari Hajar Aswad, wajib diulangi selama masih berada di Makkah. Jika telah pulang, maka wajib membayar dam.