Ajaran Islam pertama kali masuk ke masyarakat suku Kirgiz sekitar abad ke-9 dan 12 M.
Namun, baru di abad ke-17 M, Islam benar-benar mengalami perkembangan yang pesat di wilayah Kirgistan ketika orang-orang Jungar (Dzungar) yang berasal dari suku bangsa Mongolia mengusir orang-orang Kirgiz yang bermukim di wilayah Tian Shan ke kawasan Lembah Fergana.
Pada abad ke-17, orang-orang Jungar berhasil mendirikan sebuah kerajaan nomadik yang wilayahnya meliputi sebelah barat negara Mongolia modern, sebagian Uighur, dan sebelah timur Kazakhstan.
Orang-orang Kirgiz yang bermigrasi ke Lembah Fergana ini adalah penduduk yang benar-benar Islam. Namun, ketika ancaman bahaya dari suku Jungar sudah mereda, mereka pun memutuskan untuk kembali ke wilayah mereka sebelumnya.
Sejalan dengan kepulangan mereka ke daerah asal, pengaruh Islam di kalangan orang-orang Kirgiz mulai melemah. Terlebih lagi ketika pasukan Quqon Khanate berhasil menaklukkan wilayah Kirgiz pada abad ke-18, secara perlahan praktik-praktik ajaran Islam mulai dijauhkan dari para Muslim suku Kirgiz.
Karenanya, tak mengherankan jika di akhir abad ke-19, banyak Muslim Kirgiz yang berpindah keyakinan, ataupun jika mereka tetap memeluk Islam tapi tidak lagi pernah mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Kendati ajaran Islam mulai ditinggalkan oleh sebagian besar orang Kirgiz, namun tidak demikian dengan saudara mereka yang bermukim di wilayah Osh. Pengetahuan dan minat mereka terhadap Islam justru meningkat. Kondisi tersebut berbeda dengan Muslim Kirgiz yang tinggal di wilayah bagian utara.
Meski sama-sama beragama Islam, namun orang-orang Kirgiz utara ini kerap mencampuradukkan antara ajaran Islam dengan ajaran-ajaran nenek moyang mereka, seperti animisme dan shamanism(perdukunan).