Istilah Tarawih itu sendiri baru muncul pada kekhalifahan Umar bin al-Khattab.
Setiap datangnya bulan suci Ramadhan, umat Islam biasanya akan melaksanakan sholat Tarawih berjamaah di masjid. Karena, sholat Tarawih dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW melalui hadits berikut,
“Dari Abu Hurairah, dia berkata, ‘Rasulullah menganjurkan supaya sholat di bulan Ramadhan, tetapi tidak memerintahkannya dengan jelas (azimah), beliau bersabda, ‘Barangsiapa yang berdiri sholat di malam Ramadan dengan iman dan perhitungan (alasan), akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR Jamaah).
Namun, Istilah Tarawih tidak dikenal di masa Nabi Muhammad SAW, begitu juga pada masa Abu Bakar Ra. Pada masa itu, Nabi hanya menyebutnya sebagai Qiyam Ramadhan yang dimaksudkan untuk menghidupkan malam Ramadhan.
Setidaknya ada 15 hadits yang menyebutkan tentang sholat malam (Qiyam). Pada tahun terakhir kehidupanya, Nabi Muhammad SAW pernah keluar pada suatu malam dan sholat. Pada malam Ramadhan itu, beberapa orang berdoa dan sholat bersamanya.
Pada malam kedua, berita itu kemudian menyebar dan lebih banyak orang bergabung dalam sholat malam itu. Bahkan, pada malam ketiga Ramadhan lebih banyak lagi orang yang hadir. Hingga pada malam keempat, masjid penuh sesak dan orang-orang menunggu kedatangan Nabi.
Pada malam itu, Nabi pun hanya berdoa sendiri di rumah. Setelah Subuh, beliau pun bersabda, “Tidak ada yang menghalangi saya untuk keluar kepada Anda kecuali kenyataan saya khawatir itu akan menjadi wajib bagi Anda.” (HR Muslim).
Istilah Tarawih itu sendiri baru muncul pada kekhalifahan Umar bin al-Khattab.
Hal senada juga disampaikan ulama ahli tafsir Indonesia, M Quraish Shihab dalam buku berjudul M Quriash Shihab Menjawab terbitan Lentera Hati. Dia menjelaskan Rasulullah SAW hanya sholat tiga malam di masjid. Karena, dari malam ke malam semakin banyak jamaah yang hadir dan beliau khawatir Tarawih itu dianggap wajib.
Istilah Tarawih itu sendiri baru muncul pada kekhalifahan Umar bin al-Khattab. Kata Tarawih itu adalah bentuk jamak (plural) dari asal kata Tarwiih. Tarwiih adalah bentuk masdar dari kata kerja rawwaha, yurawwihu.
Pengajar Rumah Fikih Indonesia Ustaz Ahmad Zarkasih dalam bukunya Sejarah Tarawih menjelaskan ada beberapa kemungkinan yang membuat nama Tarawih akhirnya banyak dipakai. Salah satunya adalah apa yang terjadi pada masa Umar bin Khattab.
Menukil penjelasan Imam al-Marwadzi dalam kitab Qiyam Ramadhan, Ahmad Zarkasih mengungkapkan bahwa shalat Qiyam Ramadhan disebut dengan istilah Tarawih karena pelaksaannya ketika zaman itu imam memberikan banyak Tarwiih, alias istirahat untuk para makmum di setiap selesai dua rakaat.
Dalam Buku Pintar Sejarah dan Peradaban Islam karya Salamah Muhammad Al-Harafi juga ditegaskan bahwa Umar bin Khattab adalah orang yang pertama kali menghidupkan sholat Tarawih pada tahun 14 Hijriyah.
Sementara itu, Buya Hamka dalam bukunya yang berjudul Tuntunan Puasa, Tarawih & Shalat Idul Fitri menceritakan saat Umar bin Khattab menghidupkan Ramadhan dengan memerintahkan umat Islam melaksanakan shalat Tarawih berjamaah.
Dia menuturkan, meskipun Rasulullah telah memberi peringatakan bahwa shalat Tarawih bukan suatu yang wajib, tampaknya pelaksanaan sholat Tarawih masih banyak dilakukan pada setiap malam di masjid sampai Nabi SAW wafat hingga pada zaman Abu Bakar.
Ketika itu, menurut Hamka, kaum Muslimin melaksanakan shalat berkelompok-kelompok, seperti yang dilakukan Nabi pada tiga malam di awal Ramadhan. Menurut riwayat, kata dia, Umar juga melihat kaum muslimin melaksanakan sholat Tarawih dengan berkelompok-kelompok seperti sediakala.
Dari Abdurrahman bin Abdul Qari, dia berkata, “Aku keluar bersama Umar bin Khattab di bulan Ramadhan ke dalam masjid. Kami dapati banyak orang berkelompok-kelompok, terpisah-pisah. Ada yang mengerjakan sholat seorang diri dan ada yang seorang saja, lalu diikuti saja oleh beberapa orang lain di belakangnya. Karena itu, Umar berkata, ‘Pada pendapatku, satu bacaan saja, begitulah yang lebih bagus’. Karenanya, beliau tegaskanlah pendapatnya sebagai satu perintah, yaitu supaya semua sholat di belakang satu imam saja. Beliau tentukan siapa yang jadi imam, yaitu Ubay bin Ka’ab.
Di malam yang lain, kami kembali masuk ke dalam masjid. Kami dapati jamaah telah sholat dengan satu qari (pembaca, yaitu satu imam). Berkatalah Umar bin Khattab, Ni’matil Bid’ah hazihi’, inilah sebaik-baik bid’ah. Orang tidur terlebih dahulu, lebih afdhal dengan orang yang sholat terlebih dahulu, yaitu dia sholat di ujung malam. Sedangkan orang di waktu itu sholat di awal malam.” (Riwayat Bukhari).
Dari uraian tersebut, menurut Buya Hamka, jelas sekali Umar bin Khattab dengan tegas memutuskan agar sholat Tarawih dilaksanakan secara berjamaah. Setelah Tarawih secara berjamaah berjalan lancar selama beberapa hari, beliau senang melihatnya.