Selamat Hari Ibu: Peran Ibu Sebagai Madrasah Pertama Dalam Pendidikan Anak

Selamat Hari Ibu: Peran Ibu Sebagai Madrasah Pertama Dalam Pendidikan Anak

Hari Ibu jatuh pada tanggal 22 Desember merupakan momen yang sangat istimewa dan penuh makna bagi masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Tanggal ini tidak hanya menjadi ajang untuk merayakan kasih sayang dan pengorbanan seorang ibu, tetapi juga sebagai penghormatan atas peran dan kontribusinya dalam membangun keluarga dan masyarakat.

Ibu merupakan Madrasah yang paling utama dalam pembentukan kepribadian anak. Disamping itu ia sangat berperan sebagai figur central yang dicontoh dan diteladani dengan perilaku atau moralitas melalui arahan dalam berbagai keutamaan yang mulia. Untuk mencapai keutamaan ini seperti menanamkan akhlak-akhlak terpuji baik terhadap keluarga maupun di kalangan masyarakat maka para ibu perlu sekali memperhatikan anak-anaknya sejak dini, setiap muncul sifat-sifat negatif seperti sombong, congkak, hendaknya mereka segera mengobatinya. Jika sifat ini dipelihara maka di masa yang akan datang perangainya akan cenderung tidak mau menerima nasehat dan tidak mau berkecimpung dengan kelompok-kelompok yang baik.

Dalam hal ini sering sekali terjadi bukan hanya pengaruh lingkungan masyarakat saja akan tetapi juga keluarga. Lebih-lebih lagi apabila anak-anak hidup dalam sebuah keluarga yang suasana tidak damai dan diliputi oleh nilai-nilai yang tidak teriringi akhlak mulia, maka psycologisnya akan tidak tertanam nilai-nilai moral yang berbasis Islami. Untuk mengatasi problema ini maka seorang ibu merupakan tokoh utama untuk mewujudkan suasana harmonis agar terwujudnya kesuksesan dalam mendidik anak.

Peran Ibu Sebagai Madrasah Dalam Mendidik Anak

Kata ibu dalam al-Qur’an disebut “umm” yang berasal dari akar kata yang sama dengan ummat yang artinya “pemimpin” yang dituju atau yang diteladani. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa ibu akan dapat menciptakan pemimpin-pemimpin dan bahkan dapat membina umat melalui perhatian dan keteladanannya dalam mendidik anak. Demikian juga sebaliknya, jika yang melahirkannya tidak berfungsi sebagai ibu (umm) maka akan hancur generasigenerasi selanjutnya dan tidak akan muncul pemimpin yang bisa diteladani. Selanjutnya kata “Madrasah” adalah istilah kata dari bahasa Arab yaitu nama tempat dari kata “darasa-yadrusu-darsan wa durusun wa dirasatun, yang berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadi usang, dan melatih.

Dilihat dari pengertian ini maka madrasah berarti tempat untuk mencerdaskan para peserta didik, menghilangkan ketidaktauan atau memberantas kebodohan peserta didik serta melatih kemampuan mereka sesuai dengan bakat dan minat dan kemampuannya. Dari pengertian tersebut di atas, maka dapat diberikan penjelasan yang mendasar bahwa ibu sebagai madrasah yaitu pembangun (fondamen) dasar perilaku atau moralitas melalui arahan dengan berbagai keutamaan, hasrat, kemajuan, tindak, dan keyakinan diri. Karena merubah perilaku anak sangat sulit hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah Ṣallallāh ‘alayh wa Sallam: “Anak adalah raja selama tujuah tahun pertama dan hamba pada tujuh tahun kedua, serta teman musyawarah pada tujuh tahun ketiga”.

Berdasarkan siklus kehidupan tersebut maka ibu merupakan penanggung jawab utama terhadap pendidikan baik mendidik akhlak maupun kepribadian mereka, dan harus bekerja keras dalam mengawasi tingkah laku mereka dengan menanamkan perilaku terpuji, serta tujuan-tujuan yang mulia. Sebagai contoh: ketika anak-anak muncul sifat negatif seperti sombong, congkak hendaknya para ibu segera mengobati mereka karena sifat-sifat ini akan meresap ke dalam jiwa anak-anak seiring dengan perjalanan waktu. Ibarat pohon yang akar-akarnya telah meresap ke dalam tanah sungguh sulit untuk mengobati penyakit tersebut bila sudah besar. Karena sifat-sifat ini bukan hanya dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat saja, akan tetapi sangat dominan di lingkungan rumah atau keluarganya.

Ibu Sebagai Suri Tauladan Dalam Rumah Tangga

Suri tauladan merupakan kurikulum yang diamanahkan Allah Swt kepada sosok manusia yang mengembangkannya, menerjemahkan, serta mengartikulasikannya kepada perilaku yang tektual dan dapat dirasakan. Oleh karena itu Allah mengutus Nabi Muhammad Ṣallallāh ‘alayh wa Sallam untuk menerjemahkan kurikulum ini agar menjadi suri tauladan yang baik bagi segenap umatnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt, yang artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik” (al-Ahzab:21).

Sesuai dengan ayat tersebut contoh mendidik anak sebagaimana yang dipraktekkan Rasulullah. Hal ini sesuai dengan karakteristik sosok teladan yang dimiliki Rasulullah sebagai landasan dan metode mendidik anak. Di samping itu pula, Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik terhadap keluargamu dan aku adalah yang paling baik dalam memperlakukan keluargaku. (HR. Ibnu Hibban) Penjelasan dari hadis tersebut di atas memberikan gambaran bahwa kehidupan Rasulullah Saw sebagai ayah kebaikannya berinteraksi dengan anakanak para sahabat dan tetangganya merupakan tauladan sesuai dengan karakteristik mulia yang beliau miliki.

Berdasarkan contoh diatas maka seorang ibu berperan sebagai madrasah dalam keluarga harus memiliki teladan yang dijadikan contoh oleh anak-anaknya. Di mana dalam kehidupan sehari-hari misalnya seorang ibu dapat membentuk norma-norma dan nilai-nilai serta dapat memperbaiki akidah anak-anaknya.

Contoh yang lain seorang ibu harus berlaku adil terhadap anak-anaknya dan mendidik mereka dengan hal-hal terpuji serta tumbuh dengan aqidah Islam yang kokoh, demikian pula seorang ibu mendidik bersikap amanah di depan anak-anaknya dan sebaliknya jika seorang anak melihat ibunya berdusta dan mimpi tidak mungkin sama sekali belajar kejujuran. Jika ibu bersikap angkuh, sombong, dan dengki maka anaknyapun tidak mungkin belajar keutamaan dan berakhlak baik.

Pengaruh Bahasa Dalam Mendidik Anak

Bahasa memiliki peranan penting dalam pertumbuhan seoran anak dari seluruh aspek kepribadiannya. Pedoman ini bisa merujuk pada masa dahulu yaitu pada zaman sejarah bangsa Arab. Dengan itu dapat diketahui pentingnya bahasa dalam pendidikan anak dan pengaruhnya terhadap bidang-bidang kehidupan.

Bangsa Arab dulu berusaha keras apabila ada anak-anak kecil dan bayi dilahirkan untuk mengirimkan mereka ke desa perkampungan dan di sana dicari ibu-ibu susuan dengan tujuan agar mendidik bahasa dengan baik dan berbicara dengan tutur kata yang indah dan bahasa Arab yang fasih yang dipergunakan oleh penduduk Arab pedalaman. Tujuan ini tidak lain agar anak-anak mereka memiliki sifat-sifat yang penuh keberanian, cerdik, perilaku terpuji, mulia, dan murah hati dan ksatrianya.

Berdasarkan sudut pandang tersebut maka pada zaman era globalisasi ini seorang ibu sangat sulit menggunakan yang demikian lebih-lebih cara kita memandang terhadap penduduk pedalaman telah berubah, diakibatkan oleh keterlambatan sampainya aliran peradaban yang membaca cara-cara pemeliharaan kesehatan, metode-metode pendidikan, dan program-program perubahan wawasan pengetahuan di kampung-kampung pedalaman.

Walaupun hal ini memang sulit untuk diciptakan paling tidak kita mampu mengusahakan untuk menciptakan lingkungan Islami yang mirip dengan lingkungan-lingkungan seperti itu dan mau berusaha menjadikan pergaulan dengan anak-anak kita secara terarah dan baik dengan menggali ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan hadis. Oleh karena itu ibu merupakan unsur asasi dan pokok dasar dalam keluarga maka kepadanyalah jatuh tanggung jawab tersebut untuk melakukan hal-hal baik.

Dan seorang anak yang dididik dalam pangkuan ibu yang penuh perhatian dengannya dan melaksanakan pendidikannya secara baik dengan ungkapan bahasa yang paling tepat dan indah maka tidak diragukan lagi anak-anak akan patuh dan akan mendapatkan pengalaman yang baik.

Sebagai contoh: “Anakku jangan ribut, karena ibu sedang capek mau beristirahat. Kalau ibu tidak beristirahat nanti ibu tidak bisa bekerja lagi”. Jika anak-anak kita memberikan respon positif dengan ucapan demikian, maka seorang ibu jangan pernah lupa mengucapkan terima kasih.

Pentingnya Hiburan Bagi Anak-Anak

Hiburan adalah suatu kata yang dipakai untuk menyatakan jenis kegiatan yang konstruktif yang dijalankan oleh seseorang pada waktu senggangnya. Hal ini bukan untuk memperoleh materi, akan tetapi dapat bersifat fisik, akal, sosial, etika, maupun seni. Jiwa manusia itu berbeda-beda sesuai dengan karakternya masing-masing dan cara untuk mendapatkan hiburan juga berbeda-beda. Sebagian anak-anak suka hiburan menaiki kuda. Hal ini untuk memperoleh ketenangan jiwa dan menghirup udara bebas yang bersih yang memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan badan. Sebagian yang lain ada yang suka berenang, berlari, berburu, dan lain sebagainya.

Ragam hiburan di sini perlu sekali diketahui oleh seorang ibu, karena di zaman modern ini terdapat beraneka ragam permainan yang menarik dan menggoda anak-anak sehingga perlu pelibatan para ahli pendidikan untuk mengawasi pembuatan mainan. Sehingga jenis permainan dapat dipisahkan untuk anak-anak dalam batas waktu tertentu. Jadi, peran ibu di sini adalah menggunakan waktu untuk mencarikan permainan yang sesuai dengan anaknya. Demikian pula, seorang ibu perlu menjelaskan kepada anak-anaknya bahwa hiburan yang dilakukan harus sesuai dengan ajaran Islam.

Apabila tujuannya untuk memperkuat jasmani dan membuat pikiran menjadi rileks dan bersemangat untuk melaksanakan tugas-tugas yang lain maka akan menjadi ibadah dan mendapatkan pahala. Sebagai contoh jika seorang ibu melihat kecenderungan anaknya untuk menggambar atau menulis huruf-huruf Arab berupa tulisan indah (kaligrafi) maka ia harus membantunya dan mengembangkan bakatnya itu dengan cara menyediakan berbagai jenis perlengkapan seperti buku pedoman kaligrafi, pena, pewarna dan sebagainya yang dianggap perlu. Namun sebaiknya hal itu dilakukan pada waktu-waktu senggang agar tidak mengganggu tugas-tugas lain yang lebih penting dikerjakan.

ISLAMKAFFAH