Serba-serbi Haji (26): Revolusi Industri 4.0 Haji

PAGI ini saya sedang di perjalanan menuju Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo untuk memberikan kuliah umum (studium general) dengan judul “Fourth Industrial Revolution and The Future of Islamic Education in Indonesia” (Revolusi Industri 4.0 dan Masa Depan Pendidikan Islam Indonesia). Temanya menarik, semoga saya bisa menjelaskannya juga dengan menarik.

Karena saya baru saja tiba dari luar kota dan sekarang berangkat lagi, tak sempat lagi saya untuk membuka literatur-literatur baru. Iseng-iseng saya telpon Mat Kelor untuk “konsultasi.” Memang dia bukan sarjana, namun saya suka ide-idenya yang kadang-kadang unik dan “out of the box” (di luar dugaan publik). Minimal, selalu saja saya mendapat contoh baru darinya.

Setelah saya sampaikan definisi sederhana revolusi industri 4.0 sebagai era di mana smartphone, smart computer dan smart technology menjadi instrumen utama semua aktivitas keseharian manusia, Mat Kelor tertawa terbahak-bahak. Saya kaget ada apa. Ternyata dia punya pengalaman unik kemaren sore saat mau isi bensin sepeda motornya (jenis MOGE Harley Davidson) di POM Bensin.

Mat Kelor menyodorkan uang ke petugas POM sambil berkata: “Pertamax Full Tank” (Tangki penuh, Pak). Petugas menjawab tidak bisa. Mat Kelor kaget mengapa tak bisa, apa karena tangkinya kebesaran atau apa Pertamaxnya kosong atau gimana. Petugas tetap geleng kepala. Lalu Mat Kelor dengan nada agak tinggi sedikit bertanya: “Memang kenapa?” Petugas menjawab: “Uang Bapak bermasalah, pertama karena itu uang real Arab, kami tak menerima uang asing. Kedua, ini uang hanya 10 real senilai 40 ribu, mana cukup?” Mat Kelor tersipu malu sambil minta maaf dan mengganti uang itu sambil berkata: “syukran.”

Mat Kelor menyampaikan kepada saya bahwa harusnya fasilitas umum di era revolusi industri itu semua bisa menerima dan membaca uang internasional. Katanya, Arab Saudi itu sudah lebih maju karena bisa bertransaksi memakai rupiah, real, dollar, ringgit dan lainnya. Hahaaa, rupanya pengalaman haji Mat Kelor sangat membekas.

Pendidikan Islam di Indonesia masa kini dan masa yang akan datang harus mampu mengakses semua sumber keilmuan dari berbagai tempat di dunia ini. Kecanggihan teknologi komunikasi dan jaringan harus dipelajari dan dimanfaatkan. Jika tidak, maka pendidikan Islam akan jalan di tempat di saat yang lain maju ke depan, sehingga akhirnya tertinggal jauh di belakang.

Mat Kelor lalu bertanya kepada saya: “Bolehkah pelaksanaan ibadah haji itu memanfaatkan kecanggihan teknologi? Misalnya, thawaf dan sai tanpa jalan kaki melainkan dibuatkan teknologi seperti eskalator datar yang jalan sendiri seperti di airport canggih itu? Bukankah itu lebih aman, rapi dan efektif? Bolehkah lempar jumroh memakai alat mainan elektronik pistol-pistolan? Ini kan bisa mengurang kemacetan karena bisa “melempar” dari jarak jauh?”

Saya terhenyak dengan pertanyaan canggih ini larena keluar dari mulut seorang Mat Kelor yang tak pernah lulus sekolah, SD sekalipun. Ketika saya jawab, dia ngakak dan saya pun tertawa. Salam, AIM. [*]