Khutbah Istisqa
Khutbah istisqa hukumnya sunnah, sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Aisyah dan hadits Ibnu ‘Abbas. Namun para ulama berbeda pendapat apakah lebih dahulu shalat kemudian khutbah ataukah sebaliknya:
Pendapat pertama, shalat dahulu kemudian khutbah lalu berdoa. Diantara dalilnya adalah hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anahu:
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا يَسْتَسْقِي فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ بِلَا أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ ثُمَّ خَطَبَنَا وَدَعَا اللَّهَ وَحَوَّلَ وَجْهَهُ نَحْوَ الْقِبْلَةِ رَافِعًا يَدَيْهِ ثُمَّ قَلَبَ رِدَاءَهُ فَجَعَلَ الْأَيْمَنَ عَلَى الْأَيْسَرِ وَالْأَيْسَرَ عَلَى الْأَيْمَنِ
“Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam keluar untuk melakukan istisqa`. Beliau shalat 2 raka’at mengimami kami tanpa azan dan iqamah. Lalu beliau berkhutbah di hadapan kami dan berdoa kepada Allah. Beliau mengarahkan wajahnya ke arah kiblat seraya mengangkat kedua tangannya. Setelah itu beliau membalik selendangnya, menjadikan bagian kanan pada bagian kiri dan bagian kiri pada bagian kanan” (HR. Ahmad 16/142, hadits ini dinilai dhaif oleh Al Albani dalam Silsilah Adh Dha’ifah, 5360)
Dalil lain yang menunjukkan hal ini adalah riwayat lain dari hadits Abdullah bin Zaid Al Mazini Radhiallahu’anahu:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج بالناس ليستسقي فصلى بهم ركعتين جهر بالقراءة فيهما وحول رداءه ورفع يديه فدعا واستسقى واستقبل القبلة
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam keluar bersama orang-orang untuk istisqa’. Beliau lalu shalat mengimami mereka sebanyak 2 raka’at dengan bacaan yang dikeraskan pada kedua raka’at. Kemudian beliau membalik posisi selendangnya, lalu mengangkat kedua tangannya dan berdoa meminta hujan sambil menghadap kiblat” (HR. Abu Daud no.1161, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Daud)
Pendapat kedua, khutbah dahulu, lalu berdoa, kemudian shalat. Diantara dalilnya adalah hadits ‘Aisyah dan hadits Ibnu ‘Abbas yang telah disebutkan.
Namun perbedaan ini adalah jenis khilaf tanawwu atau perbedaan dalam variasi, artinya dibolehkan mendahulukan shalat dulu ataupun khutbah dulu. Ibnu Hajar Al Asqalani berkata1 : “Apa yang diperselisihkan ini dapat digabungkan dari segi riwayat. Yaitu sebagian riwayat menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memulai dengan doa kemudian shalat 2 rakaat kemudian khutbah. Lalu sebagian rawi mencukupkan diri pada riwayat tersebut. Sebagian riwayat lagi menyebutkan dimulai dengan khutbah yang di dalamnya ada doa, sehingga terjadilah perbedaan pendapat”
Membalik Rida’
Memakai rida’ (semacam selendang) dan membalik posisi rida’ disunnahkan dalam istisqa, yaitu dengan menaruh kain yang disebelah kiri ke sebelah kanan, dan kain yang ada di sebelah kanan ke sebelah kiri. Hadits-hadits yang menyatakan dianjurkannya hal ini sangatlah banyak, diantaranya hadits Abu Hurairah, hadits Abdullah bin Zaid, hadits ‘Aisyah yang sudah disebutkan.
Membalikan rida’ ini dapat dilakukan setelah berdoa, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah, atau ketika hendak berdoa, sebagaimana hadits Abdullah bin Zaid Radhiallahu’anahu :
خرج رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى المصلى فاستسقى . وحول ردائه حين استقبل القبلة
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam keluar menuju lapangan untuk istisqa’. Beliau membalik rida’-nya ketika mulai menghadap kiblat” (HR. Muslim, no.894)
Namun para ulama berbeda pendapat apakah hanya imam yang melakukan hal tersebut ataukah makmum juga? Perbedaan pendapat ini terkait beberapa riwayat yang diperselisihkan keshahihannya, diantaranya hadits berikut:
رأيت رسول الله – صلى الله عليه وسلم – حين استسقى لنا أطال الدعاء وأكثر المسألة، ثم تحول إلى القبلة وحول رداءه فقلبه ظهرًا لبطن، وتحول الناس معه
“Aku melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika istisqa beliau memperpanjang doanya, memperbanyak permintaannya, lalu membalik badan ke arah kiblat dan membalik posisi rida’-nya, kain yang atas di perut dipindah ke punggung. Lalu orang-orang pun ikut membalik rida’ mereka” (HR. Ahmad, 4/41. Syaikh Al Albani dalam Tamaamul Minnah, 264, berkata: ‘Sanadnya qawi, namun lafadz ‘orang-orang pun ikut membalik rida’ mereka‘ adalah lafadz yang syadz‘).
Kebanyakan ahli hadits menilai hadits ini atau semisalnya sebagai hadits yang syadz. Wallahu’alam, yang lebih rajih, perbuatan ini hanya dianjurkan kepada imam.
Rida’ dalam hal ini bisa digantikan dengan yang semisalnya. Syaikh Shalih Fauzan Al Fauzan hafizhahullah berkata: “Disunnahkan membalikkan rida’ ketika mengakhiri doa. Ujung kanan diletakkan di sebelah kiri,yang kiri diletakkan di sebelah kanan. Demikian juga kain yang sejenis rida’, seperti abaya atau yang lain”2
Adab-Adab Istisqa
Pertama, karena tidak ada waktu khusus untuk melakukan shalat istisqa, maka hendaknya imam membuat kesepakatan dengan masyarakat mengenai hari pelaksanaan shalat. Sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah disebutkan:
ووعد الناس يومًا يخرجوا فيه
“lalu beliau membuat kesepakatan dengan orang-orang untuk berkumpul pada suatu hari yang telah ditentukan”
Kedua, keluar menuju lapangan tempat shalat dengan penuh ketundukan, tawadhu dan kerendahan hati. Sebagaimana dalam hadits Ibnu ‘Abbas disebutkan:
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ مُتَبَذِّلًا مُتَوَاضِعًا مُتَضَرِّعًا حَتَّى أَتَى الْمُصَلَّى
“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam berjalan menuju tempat shalat dengan penuh ketundukan, tawadhu’, dan kerendahan hati hingga tiba di lapangan”
Ketiga, mengajak semua orang untuk hadir, kecuali para wanita yang dapat menimbulkan fitnah. Ibnu Qudamah berkata: “Dianjurkan bagi semua orang untuk hadir. Lebih diutamakan lagi orang yang memiliki hutang, para masyaikh dan orang-orang shalih. Karena doa mereka lebih cepat diijabah. Para wanita, orang-orang yang sudah tua yang kecantikannya tidak menarik perhatian, tidak mengapa ikut keluar. Adapun para gadis atau wanita yang sangat cantik, tidak dianjurkan untuk keluar. Karena bahaya yang dapat terjadi dengan keluarnya mereka, lebih besar daripada manfaatnya”3.
Keempat, tidak ada adzan atau iqamah sebelum shalat istisqa. Berdasarkan hadits Abu Hurairah dan juga demikianlah praktek yang dilakukan oleh para sahabat, sebagaimana dikisahkan oleh Abu Ishaq:
خرج عبد الله بن يزيد الأنصاري ، وخرج معه البراء بن عازب وزيد بن أرقم ، رضي الله عنهم ، فاستسقى ، فقام بهم على رجليه على غير منبر ، فاستغفر ، ثم صلى ركعتين يجهر بالقراءة ، ولم يؤذن ولم يقم قال أبو إسحاق: ورأى عبد الله بن يزيد النبي – صلى الله عليه وسلم –
“Abdullah bin Yazid Al Anshari keluar. Barra bin Azib dan Zaid bin Arqam membersamainya. Semoga Allah meridhai mereka semua. Mereka lalu ber-istisqa’. Abdullah bin Yazid berdiri tanpa menggunakan mimbar. Ia beristighfar, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang dikeraskan, tanpa ada adzan dan iqamah”. Abu Ishaq berkata: “Abdullah bin Yazid pernah melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam” (HR. Bukhari no.1022)
Kelima, menasehati kaum muslimin untuk bertaqwa kepada Allah, meninggalkan maksiat, memperbanyak istighfar, puasa dan sedekah. Kebiasaan ini dilakukan oleh para salafus shalih, sebagaimana Abdullah bin Yazid Radhiallahu’anhu, juga yang dilakukan oleh Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rahimahullah dalam suratnya kepada Maimun bin Mihran4, beliau berkata:
إني كتبت إلى أهل الأمصار أن يخرجوا يوم كذا من شهر كذا؛ ليستسقوا، ومن استطاع أن يصوم ويتصدق؛ فليفعل؛ فإن الله يقول: {قَدْ أَفْلَحَ مَن تَزَكَّى * وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى} (5) ، وقولوا كما قال أبواكم: {قَالاَ رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْتَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ} (1) ، وقولوا كما قال نوح: {وَإِلاَّ تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُن مِّنَ الْخَاسِرِينَ} (2) ، وقولوا كما قال موسى: {إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ} (3) ، وقولوا كما قال يونس: {لا إِلَهَ إِلا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
“Aku menulis surat ini kepada para penduduk kota, supaya mereka keluar pada suatu hari yang mereka tentukan, untuk ber-istisqa’. Barangsiapa yang sanggup berpuasa dan bersedekah, hendaknya lakukanlah. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): ‘Sungguh beruntung orang yang mensucikan diri, menyebut nama Rabb-nya dan mengerjakan shalat‘. Dan berdoakan sebagaimana doa bapak kalian (Adam): ‘Keduanya berkata: “Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi‘. Dan berdoalah sebagaimana doa Nabi Nuh: ‘Sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi‘. Dan berdoalah sebagaimana doa Nabi Musa: ‘Ya Rabb-ku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku”. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang‘. Dan berdoalah sebagaimana doa Nabi Yunus: ‘Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim‘”
Keenam, bersungguh-sungguh dalam menengadahkan tangan ke langit ketika berdoa, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Sahabat Anas bin Malik Radhiallahu’anahu berkata:
كان النبي صلى الله عليه وسلم لا يرفع يديه في شيء من دعائه إلا في الاستسقاء ، وإنه يرفع حتى يرى بياض إبطيه
“Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasllam tidak mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, kecuali ketika istisqa. Beliau mengangkat kedua tangannya hingga terlihat ketiaknya yang putih” (HR. Bukhari no.1031, Muslim no.895)
Dalam riwayat Muslim:
أن النبي – صلى الله عليه وسلم – استسقى فأشار بظهر كفيه إلى السماء
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ber-istisqa dan mengarahkan punggung kedua tangannya ke langit”
Juga disebutkan dalam hadits ‘Aisyah.
Ketujuh, imam membalikan badan ke arah kiblat, membelakangi para jama’ah, ketika berdoa. Sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Aisyah :
ثم رفع يديه فلم يزل في الرفع حتى بدا بياض إبطيه ثم حول إلى الناس ظهره
“… kemudian beliau terus-menerus mengangkat kedua tangannya sampai terlihat ketiaknya yang putih, lalu membelakangi orang-orang…”
juga dalam hadits Abdullah bin Zaid disebutkan:
أن النبي صلى الله عليه وسلم خرج إلى المصلى ، فاستسقى فاستقبل القبلة
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam keluar menuju lapangan. Beliau meminta hujan kepada Allah dengan menghadap kiblat”
Doa-doa Istisqa
Berikut ini beberapa doa yang dipraktekkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika istisqa:
اللهم اسقنا، اللهم اسقنا، اللهم اسقنا
“Ya Allah turunkan hujan kepada kami. 3x” (HR. Bukhari, no. 1013, 1014, Muslim no.897)
Dalam riwayat Muslim:
اللهم أغثنا، اللهم أغثنا، اللهم أغثنا
“Ya Allah turunkan hujan kepada kami. 3x”
اللهم اسقنا غيثًا مغيثًا، مريعًا، نافعًا غير ضار، عاجلاً غير آجل
“Ya Allah, turunkanlah kepada kami hujan yang lebat, yang terus-menerus, yang bermanfaat serta tidak membahayakan, yang datang dengan segera dan tidak tertunda” (HR. Abu Daud no.1169, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Daud)
الحمد لله رب العالمين، الرحمن الرحيم، ملك يوم الدين، لا إله إلا الله يفعل ما يريد، اللهم أنت الله لا إله إلا أنت الغني ونحن الفقراء، أنزل علينا الغيث واجعل ما أنزلت لنا قوة وبلاغًا إلى حين
“Tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Dia, Dia melakukan apa saja yang dikehendaki. Ya Allah, Engkau adalah Allah, tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali Engkau Yang Maha kaya sementara kami yang membutuhkan. Maka turunkanlah hujan kepada kami dan jadikanlah apa yang telah Engkau turunkan sebagai kekuatan bagi kami dan sebagai bekal di hari yang di tetapkan” (HR. Abu Daud no.1173, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)
اللهم اسق عبادك، وبهائمك، وانشر رحمتك، وأحيي بلدك الميت
“Ya Allah, turunkanlah hujan kepada hamba-Mu, serta hewan-hewan ternak, tebarkanlah rahmat-Mu, serta hidupkanlah negeri-negeri yang mati” (HR. Abu Daud no.1176, dihasankan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)
اللهم اسقنا غيثًا مريئًا مريعًا طبقًا عاجلاً غير رائث ، نافعًا غير ضار
“Ya Allah, turunkanlah kepada kami hujan yang lebat, yang memberi kebaikan, yang terus-menerus, yang memenuhi bumi, yang datang dengan segera dan tidak tertunda, yang bermanfaat serta tidak membahayakan” (HR. Ibnu Maajah no.1269, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Maajah)
Demikian pembahasan singkat mengenai istisqa’, mudah-mudahan Allah Ta’ala mengabulkan doa orang-orang yang istisqa dengan diturunkannya hujan yang bermanfaat bagi semua orang. Amiin ya mujiibas sailiin.
Catatan kaki
1 Fathul Baari, 2/500
2 Al Mulakhas Al Fiqhi 289
3 Al Mughni, 3/335
4 Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam Mushannaf-nya, 3/87, dengan sanad yang shahih
Diringkas dari kitab Shalatul Istisqa Fii Dhau-i Al Kitab Was Sunnah, karya Syaikh DR. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al Qahthani, dengan beberapa tambahan.
—
Penyusun: Yulian Purnama
Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/6856-shalat-istisqa-2.html