Kekhusyukan Shilah ibn Asyam al-Adawi, salah seorang tabiin, ketika shalat patut menjadi pemicu kita untuk mencontohnya. Meski terjaga dan sibuk ketika berperang, bahkan ia adalah komandan perang yang memiliki tanggung jawab kepada pasukan tak membuat shalat Shilah acak-acakan.
Shalat yang Khusyuk
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kekhusyukan Shilah ibn Asyam al-Adawi, salah seorang tabiin, ketika shalat patut menjadi pemicu kita untuk mencontohnya. Meski terjaga dan sibuk ketika berperang, bahkan ia adalah komandan perang yang memiliki tanggung jawab kepada pasukan tak membuat shalat Shilah acak-acakan.
Saking khusyuknya shalat yang ia lakukan, ia pernah diselamatkan Allah SWT dari ancaman terkaman singa. Shilah lolos dari terkaman singa tanpa beranjak sedikit pun dari shalatnya. Bahkan, dia tetap khusyuk sampai shalatnya selesai.
Riwayat ini seperti dinukilkan dari at-Tarikh al-Kabirdari Ja’far ibn Zaid, salah satu komandan perang. Ja’far mengisahkan ketika itu dia bersama pasukan lainnya, keluar bersama salah satu dari pasukan dalam sebuah perang menuju “Kabul” (ibu kota Afghanistan, terletak dekat sungai Kabul). “Dan, ada Shilah ibn Asyam berada di tengah pasukan kita,” katanya.
Ketika malam telah menutupkan tirainya dan para mujahid itu berada di tengah perjalanan dan para pasukan menurunkan bekalnya untuk menyantap makanannya lalu menunaikan shalat Isya. Mereka kemudian pergi menuju kendaraannya masing-masing untuk beristirahat, termasuk Shilah.
“Dia pergi menuju ke kendaraannya sebagaimana mereka pergi. Ia lalu meletakkan pinggangnya untuk tidur sebagaimana yang mereka lakukan,” ujarnya.
Melihat hal demikian, Ja’far lantas berkata dalam hati. Di manakah keberanan informasi ihwal kekhusyukan Shilah dan ibadahnya yang kuat hingga kakinya bengkak? Ja’far pun berkomitmen menunggunya malam ini hingga benar-benar melihat dengan mata kepala sendiri kebenaran kabar itu.
Tidak lama setelah para prajurit terlelap dalam tidurnya, hingga dirinya benar-benar melihatnya bangun dari tidurnya dan berjalan menjauh dari perkemahan, bersembunyi dengan gelapnya malam dan masuk ke dalam hutan yang lebat dengan pepohonannya yang tinggi dan rumput liar. Seakan-akan, belum pernah dijamah sejak waktu yang lama.
“Melihat itu aku berjalan mengikutinya,” kata Ja’far.
Sesampainya Shilah di tempat yang kosong, ia mencari arah kiblat dan menghadap kepada-Nya. Ia bertakbir untuk shalat dan ia tenggelam di dalamnya.
“Aku melihatnya dari kejauhan. Aku melihatnya berwajah berserah dan anggota badan serta jiwanya tenang. Seakan-akan, ia menemukan seorang teman dalam kesepian, (menemukan) kedekatan dalam jauh dan cahaya yang menerangi dalam gelap,” kata Ja’far yang mengintip di semak-semak belukar.
Namun, ketika Ja’far sedang memperhatikan gerak-gerik shalat al-Adawi tiba-tiba muncul di hadapan mereka seekor singa dari sebelah timur hutan. Melihat singa sedang mengendap-ngendap di hadapannya mengarah kepada al-Adawi, Ja’far kaget merasa takut singa itu akan memangsa mereka berdua.
Seketika itu, Ja’far langsung terperanjat pada sebatang pohon yang tinggi untuk melindunginya dari serangan singa. Ja’far masih melihat singa tersebut terus mendekati Shilah yang tengah menikmati shalat. Dia seakan tidak menghiraukan singga yang jaraknya tinggal beberapa langkah lagi.
“Dan demi Allah Shilah tidak menoleh kepada singa itu. Ia tidak memedulikan singa yang sedang ada di hadapannya,” kata Ja’far
Ketika mata singa sudah menantap dalam-dalam Shilah, Ja’far mengira ketika sujud pasti Shilah diterkam singa yang terlihat lapar itu. Namun, dugaannya salah, ketika Shilah bangkit dari sujudnya dan duduk, singa itu berdiri di hadapannya seakan-akan memperhatikannya.
“Ketika ia salam dari shalatnya, ia memegang singa itu dengan tenang dan bibirnya mengucapkan sesuatu yang tidak aku dengar. Dan tiba-tiba saja singa tersebut berpaling darinya dengan tenang dan kembali ke tempat semula.”
Pada saat fajar telah terbit, Shilah bangkit untuk menunaikan shalat fardhu dan kemudia dia berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar menyelamatkan aku dari neraka. Apakah seorang hamba yang berbuat salah seperti aku ini berani untuk memohon surga kepada-Mu?!”
Ia terus saja mengulang-ulangnya hingga menangis dan membuatku ikut menangis. Kemudian, ia kembali ke pasukannya tanpa ada seorang pun yang tahu. Tampak di mata orang-orang, seakan-akan ia baru bangun dari tidur di kasur.
“Sedangkan, aku kembali dari mengikutinya dan aku merasa (lelah dari) begadang malam. Badan ku menjadi penat. Di tambah ketakutan terhadap singa,” ujar Ja’far.
Keberkahan
Allah SWT telah memberikan banyak keberkahan dalam hidupnya, salah satu di antaranya, yaitu memiliki istri ahli ibadah dan seorang putra yang pemberani. Menjadi suatu kebanggaan kala itu di kalangan umat Islam jika memiliki putra berani berperang melawan musuh Islam.
Kisah ini membuktikan bahwa Allah menjadikan shalat sebagai media untuk menolong hamba-Nya. “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS al-Baqarah [2]: 45).
Dalam bahasa Imam Qatadah, orang-orang yang khusyuk adalah mereka yang merendahkan diri, menundukkan jiwa yang diperlihatkan oleh anggota badan dengan diam dan pasrah. “Khusyuk di dalam hati maksudnya adalah sungguh-sungguh dalam melaksanakan shalat dengan memasrahkan diri sepenuhnya,” tuturnya.
Manfaat shalat khusuyuk tersebut, juga akan diperoleh kelak pada hari kiamat. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA Rasulullah SAW bahwa di antara tujuh golongan yang mendapat naungan Allah pada suatu hari yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah adalah yang berzikir (ingat) kepada Allah dalam kesendirian (kesunyian), kemudian air matanya mengalir.