Sibuk Mengoreksi Diri Sendiri

Sibuk Mengoreksi Diri Sendiri

Sungguh beruntung seseorang yang disibukkan dengan aibnya sehingga lalai dengan aib orang lain

Hidayatullah.com | SYEIKH IBNU ATHO’ILAH mengingatkan kepada kita pentingnya amal muhasabah alias mengoreksi diri sendiri.  Menurut beliau, usaha mengoreksi kekurangan diri sendiri adalah sebuah amal yang baik.

تشوفك إلى مابطن فيك من العيوب من تشوفك إلى ما تجب عنك من العيوب

“Usahamu untuk mengetahui beberapa kekurangan yang ada pada dirimu adalah lebih baik daripada engkau mencari sesuatu yang ghaib dan tersembunyi dalam dirimu.”

Hendaknya kita jangan terkonsentrasi hanya mencari sesuatu yang ghaib, yang tersembunyi di dalam diri kita. Jika kita tenggelam dalam kesibukan mencari yang tidak jelas hasilnya, maka sesuatu yang juga penting menjadi terabaikan.

Keghaiban yang tersembunyi di dalam hati kita akan dengan sendirinya dapat ditemukan jika kita telah membersihkan kotoran-kotoran yang berupa kesalahan diri. “Gajah di pelupuk mata tak kelihatan, “ itulah sifat manusia.

Kesalahan diri dan dosa-dosa yang melekat padanya tak pernah disadari karena lalai mengurusi sesuatu yang jauh tersembunyi. Bahkan manusia suka mengoreksi orang lain, sedangkan dirinya sendiri yang berlepotan kesalahan sama sekali tidak ditengoknya.

Allah telah memperingatkan;

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا اجۡتَنِبُوۡا كَثِيۡرًا مِّنَ الظَّنِّ اِنَّ بَعۡضَ الظَّنِّ اِثۡمٌ‌ۖ وَّلَا تَجَسَّسُوۡا وَلَا يَغۡتَبْ بَّعۡضُكُمۡ بَعۡضًا‌ ؕ اَ يُحِبُّ اَحَدُكُمۡ اَنۡ يَّاۡكُلَ لَحۡمَ اَخِيۡهِ مَيۡتًا فَكَرِهۡتُمُوۡهُ‌ ؕ وَاتَّقُوا اللّٰهَ‌ ؕ اِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيۡمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.”(QS: Al Hujurat: 12).

Sebagai orang yang ingin menjaga kesucian hati dan menempuh jalan makrifat, maka kita harus rajin mengoreksi diri sendiri. Mengapa harus menghabiskan tenaga untuk mengurus orang lain, sedang diri sendiri dibiarkan tak terurus.

Rasulullah ﷺpernah bersabda;

عَن أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيه وَسَلَّم طُوبَى لِمَنْ شَغَلَهُ عَيْبُهُ عَن عُيُوبِ النَّاسِ

Dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Sungguh beruntung seseorang yang disibukkan dengan aibnya sehingga lalai dengan aib orang lain.”(HR. Al Bazzar)

Jangan menghiraukan bisikan hawa nafsu yang terus mendorongmu dalam meneliti aib orang lain. Sementara aib sendiri ditutup-tutupi.

Memang demikianlah pekerjaan hawa nafsu. Bila dituruti, maka semakin lama kita akan kehilangan rasa takut kepada Allah, karena menganggap remeh kesalahan kita sendiri.

Jangan memberi kesempatan kepada hawa nafsu untuk bergolak. Kesempatan itu misalnya kita sering melanggar larangan Allah. Pelanggaran yang kita lakukan memicu binalnya nafsu.

Bisa juga karena kita membiarkan hati dalam kesenangan riya’, yaitu beranmal dengan niat bukan karena Allah. Atau, kita suka membuang-buang waknu dengan percuma dan malas mengerjakan perintahNya.

Inilah yang memicu hawa nafsu bergejolak dan mencengkeram kalbu. Sebingga mata hati menjadi kabur dalam menatap kebenaranNya.

Allah berfiman:

وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهٖ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوٰىۙ

فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوٰىۗ

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya).”(QS: An-Naziyat: 40-41).

Membesihkan jiwa hendaknya dengan selalu mengoreksi cela yang ada pada diri sendiri. Yang seharusnya cela-cela itu terbuang jauh dari diri manusia yang ingin mendekatkan diri kepada Allah.

Ketahuilah bahwa aib yang terdapat pada diri manusia itu ber- mula dari hawa nafsu. Oleh sebab itu tekanlah hawa nafsu itu jangan sampai jiwa kita dikuasai olehnya.

Hawa nafsu itu berasal dari empat perkara; gemar melanggar perintah Allah, gemar menjalankan amal baik namun disertai riya’, gemar mengulur-ngulur waktu, tidak ada semangat dalam menunaikan kewajiban terhadap Allah.

Empat perkara itu jika dibiarkan akan membutakan mata hati dan menumpulkan indra keenam. Oleh sebab itu untuk menghilangkannya, hendaknya kita mengisi jiwa dengan makrifat, tekun menjalankan perintahNya serta tekun mengikuti ajaran Rasulullah ﷺ.

Kalau kita mampu melakukan yang demikian, insya Allah semua keajaiban akan dapat kita lihat melalui mata hati. Janganlah kita mengejar keinginan untuk mengetahui perkara ghaib semisal takdir dan karomah sebelum membersihkan aib diri sendiri.

Jangan pula beramal dengan niat mengetahui perkara ghaib, agar hati kita tídak sibuk dengan perkara itu. Sebab jika tenggelam dalam hal demikian, sesuatu yang lebih utama, yaitu kewajiban kita kepada Allah jadi terabaikan.*/ Syeikh Ibnu Atho’ilah, Telaga Ma’rifat (MitraPress)

HIDAYATULLAH