Sidratul Muntaha disebutkan sekali dalam Alquran yaitu pada surat An Najm ayat 14
Umat Islam akan memperingati Isra Mi’raj pada 27 Rajab 1443 Hijriyah atau bertepatan pada 28 Februari 2022. Secara harfiah, Isra Mi’raj berarti perjalanan malam Rasulullah SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha kemudian naik ke Sidratul Muntaha.
Pakar Tafsir Quran yang juga Dosen Quranic Studies Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ustaz Syahrullah Iskandar menjelaskan kata Sidratul Muntaha disebutkan sekali dalam Alquran yaitu pada surat An Najm ayat 14. Sidrah berarti sejenis pohon rindang sedangkan Muntaha bermakna tempat terakhir. Secara kebahasaan gabungan keduanya bermakna tumbuhan atau pohon sidrah yang tak terlampaui.
“Sidrah memang sejenis pohon yang kita di Indonesia mungkin menyebutnya dengan pohon bidara. Tentu saja, hakikatnya berbeda dengan yang kita ketahui ataupun bayangkan. Keterbatasan pengetahuan manusia tidak akan mampu menjangkau hakikatnya. Dalam sejumlah riwayat digambarkan daunnya lebar dan rindang, dan keindahannya sulit untuk dibahasakan. Sejumlah riwayat shahih lainnya menyatakan bahwa Sidratul Muntaha berada di langit ke enam, ada juga yang menyebutnya di langit ketujuh. Alquran tidak menjelaskan secara tegas tentang Sidratul Muntaha ini, kecuali dari sejumlah riwayat shahih tentangnya. Kita harus meyakini bahwa Sidratul Muntaha itu ada, namun mengetahui deksripsi detailnya bukanlah sebuah keharusan,” kata ustaz Syahrullah yang juga pengasuh pesantren Bayt Alquran Jakarta.
Imam al-Nawawi menjelaskan alasan penamaan dengan Sidratul Muntaha karena pengetahuan malaikat berakhir sampai di tempat itu, dan tidak ada lagi yang melampauinya kecuali nabi Muhammad SAW. Alquran pun menjelaskan Rasulullah tidak mengalihkan pandangan ke arah yang lain karena menyaksikan keindahan di dalamnya.
Ustaz Syahrullah menjelaskan di Sidratul Muntaha terdapat Jannah Ma’wa, sebuah tingkatan surga yang indah nan lengkap tiada tara yang disediakan bagi hamba Allah yang bertakwa. Ibadah shalat adalah satu-satunya kewajiban kepada Rasulullah secara lisan (musyafahah) langsung di tempat itu. Selain itu di Sidratul Muntaha Rasulullah melihat Jibril dengan rupa aslinya.
Tentang apakah Rasul melihat Allah ketika mendapat perintah shalat, Ustaz Syahrullah mengatakan terdapat perbedaan pendapat. Seperti Ibn Abbas mengiyakan, sedangkan Aisyah menolaknya. Syekh Mutawalli al-Sya’rawi menjelaskan bahwa Rasulullah hanya melihat cahaya secara langsung, karena melihat Allah secara hakiki itu hanya terjadi di akhirat kelak. Adapun Rasulullah melihat Allah dengan mata hatinya semasa di dunia, itu dapat terjadi.
Sementara itu, Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah berjumpa dengan nabi dan rasul lainnya Ketika dimi’rajkan, seperti Nabi Adam di langit pertama, Yahya dan Isa di langit kedua, Nabi Yusuf di langit ketiga, Nabi Idris di langit keempat, Nabi Harun di langit kelima, Nabi Musa di langit keenam, dan Nabi Ibrahim di langit ketujuh.
“Harus kita ingat bahwa para nabi dan rasul, meski lahir dari ibu yang berbeda, mereka bersaudara sama penyeru ketauhidan kepada Allah dan meneladankan kebaikan. Pengalaman mengemban dakwah oleh para nabi dan rasul sebelumnya adalah pelajaran bagi Nabi Muhammad. Itulah salah satu hikmah kisah nabi-nabi di dalam Alquran, agar menjadi motivasi bagi diri Rasulullah dalam menghadapi tantangan menebar dakwah Islam,” kata dia.