Sofyan Ats-Tsauri: Menolak Setiap Pemberian dari Penguasa

Sofyan Ats-Tsauri: Menolak Setiap Pemberian dari Penguasa

Karena nasihat-nasihat ulama besar Sofyan Ats-Tsauri, Khalifah Harun ar Rasyid tetap di jalan kebenaran

SOFYAN Ats-Tsauri dikenal sebagai ulama besar pada jamannya. Beliau seorang mujtahid mutlak,  al-hafidh adl dhabith (penghapal yang cermat),  yang memiliki sifat warak dan zahid.

Beliau dikenal cermat dalam periwayatan hadist sehingga Syu’bah bin al-Hajjaj, Sufyan bin Uyainah dan Yahya bin Ma’in menjulukinya sebagai “Amirul Mu’minin fi al-Hadits” (Tahdzibul-Kamal 11/164).

Beliau meriwayatakan 30 ribu hadits dari Al-A’masi, Abdullah bin Dinar, Ashim al-Ahwal, Ibn al-Munkadir dan lainnya. Demikian pula banyak ulama yang mengambil Hadits darinya.

Yahya bin Ma’in menukil darinya sekitar 20 ribu hadits. Abdullah bin Mubarak mengaku telah mencatat hadits dari 1.100 orang guru dan tidak pernah mencatat dari seseorang yang keutamaanya melebihi Sofyan Ats-Tsauri.

Dalam berfatwa dan meriwayatkan hadits, Ats-Tsauri dikenal sangat hati-hati. Tak jarang seseorang menunggu fatwanya selama berhari-hari.

Ini karena jika ragu-ragu terhadap hafalan haditsnya, beliau akan kembali mempelajari catatan haditsnya, termasuk juga memeriksa catatan murid-muridnya.

Di antara fatwanya yang cukup mashur yaitu mengenai kedudukan Sahabat, khususnya khulafaurrasidin. Ketika itu ada sekelompok orang yang sangat fanatik terhadap Imam Ali sehingga mereka berpendapat bahwa yang berhak menjadi khalifah setelah meninggalnya Rasulullah ﷺ dalah Imam Ali.

Berkaitan dengan hal ini, beliau mengatakan, ”Siapa yang menyangka bahwa Ali radhiyallaahu ‘anhu lebih berhak atas kekhalifahan dibanding Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu dan Umar radhiyallaahu ‘anhu, maka sungguh dia telah menyalahi Abu Bakar, Umar, kaum Muhajirin dan Anshar radhiyallaahu ‘anhum ajma’in. Dan aku melihat orang dengan keyakinannya yang salah itu, maka amal baiknya tidak akan naik ke langit.” (Riwayat  Abu Dawud).

Keahliannya dalam bidang ilmu hadits dan fiqih membuatnya termasyhur, sehingga para sejarawan mensejajarkan kedudukannya dengan Ibnu Abbas, tokoh di masa Sahabat Nabi  dan Amir bin Syarahil Asy-Sya’bi, tokoh di masa ulama tabi’in.

Bahkan Imam Ahmad bin Hanbal menyebutnya sebagai faqih (pakar ilmu fiqih) dan muhaddits (ahli hadits).

Al-Khatib al Baghdadi mengatakan bahwa Sofyan Ats-Tsauri adalah salah seorang di antara para imam kaum muslimin dan salah seorang dari pemimpin agama. Kepemimpinannya disepakati oleh para ulama, sehingga tidak perlu lagi pengukuhan terhadap ketelitian dan hafalannya.

Abbas ad-Dauri mengatakan, Yahya bin Ma’in tidak mendahulukan seorangpun darinya dalam masalah fiqih, hadits, zuhud, dan dalam setiap perkara. (Tahdzibul-Kamal 11/166).

Para ulama mengakui  Ats-Tsauri sebagai salah seorang perawi hadits yang dipercaya (tsiqah) oleh beberapa ulama hadits pada abad ke 2 dan ke 3 Hijriah, seperti Yahya bin Ma’in, Abu Hatim, Imam An-Nasai, Ali bin Abdullah bin Ja’far Al-Madini.

Sebagaimana Imam Malik, pendiri Mazhab Maliki dianggap sebagai tokoh Madinah dan Abdurrahman Al-‘Auzai sebagai tokoh Syam, maka Sofyan Ats-tsauri dicatat sebagai tokoh Kuffah.

Sekalipun lebih dikenal sebagai ahli hadits, namun beliau juga mengungguli rekan-rekannya dalam ilmu fiqih dan qiyas. Para ulama menilai pengetahuan fiqihnya  lebih mendalam ketimbang Imam Abu Hanifah, sementara penguasaan haditsnya lebih banyak daripada Imam Malik.

Sayangnya, karya tulis Ats-Tsauri dalam ilmu fiqih tak ada yang dibukukan, namun pemikirannya dapat dijumpai dalam kitab fiqih Mazhab Hanafi, Syafi’i dan lainnya. Selain itu, beliau juga terkenal dengan pandangan rasionalnya dalam hal berijtihad.

Ada pemikiran Ats-Tsauri yang tercatat dalam kitab Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid yang sangat terkenal dan menjadi pegangan dalam ilmu fiqih hingga kini, yaitu air yang tergenang tanpa perubahan pada salah satu sifatnya (rasa, bau dan warna ) hukumnya suci dan menyucikan.

Dalam keadaan dingin, berwudhu dengan mengusap sepatu sebagai ganti membasuh kaki, adalah sah. Beliau juga berpendapat, tertib dalam berwudhu sebagaimana tertera dalam ayat Al-Quran adalah sunah, bukan wajib.

Selain itu, beliau juga berpendapat, mengqadha puasa tidak wajib bagi mereka yang makan dan minum karena lupa dan dipaksa. Jika terdapat seorang faqih dan qari’ dalam sebuah jamaah, yang berwenang menjadi imam ialah qari’.

Soal zakat harta hamba sahaya, beliau berpendapat, ia menjadi tanggungan tuannya.

Pendapat Ats-Tsauri yang juga mashur dan diikuti oleh ulama lain adalah soal membaca qunut saat shalat Subuh. Menurutnya, orang yang membaca qunut itu baik dan yang tidak membaca juga bagus.

Pendapatnya ini diikuti oleh Ibnu Hajm, Ibnu Qoyyim Al Jauzi dan ahli Hadits lainnya.

Menasehati Khalifah Harun Al Rasyid

Ulama yang memiliki nama asli Abu Abdillah Sofyan bin Sa’id bin Masruq al Kufi ini lahir di Kufah pada tahun 97 H. Ayahnya salah seorang ulama Kufah, yang menjadi guru Imam Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi.

Sofyan mulai belajar pada usia yang masih muda, dibawah bimbingan orang tuanya. Kemudian menuntut ilmu fiqih kepada Imam Ja’far Ash-Shadiq. Sedang dalam ilmu Hadits belajar kepada ulama tabi’in terkenal seperti Amr bin Dinar, Salamah bin Kuhail, Abu Shakrah, dll.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ia berdagang demi menghindari pemberian orang, sekalipun dari teman sendiri, lebih-lebih dari para pejabat. Sebab, menurutnya, harta pejabat adalah harta negara, yang tentu saja juga merupakan harta rakyat, dan pemberian itu merupakan syubhat, meragukan, belum jelas.

Sikap teguh itu ia pertahankan secara konsisten.  Ia tidak takut mengemukakan pendapat, termasuk juga kritik terhadap penguasa.

Suatu hari, beliau mengkritik Khalifah Al-Manshur, khalifah kedua dinasti Abasyiah. Tapi, gara-gara kritik itu beliau dikejar polisi kerajaan.

Beliau pernah ditangkap oleh Muhammad bin Ibrahim, Gubernur Makkah, tapi dibebaskan tanpa sepengetahuan khalifah.

Untuk membungkam sikap kritisnya, Ats-Tsauri  pernah ditawari jabatan sebagai gubernur oleh Khalifah Al-Mahdi. Surat pengangkatannya sudah disiapkan, hari pelantikan juga sudah ditetapkan.

Beliau juga sudah menerima surat pengangkatan, tapi segera dibuangnya ke Sungai Dajlah. Beliau tidak gila pangkat, namun senang pada kebenaran.

Saat Harun ar Rasyid secara resmi diangkat sebagai khalifah, beliau tidak mau menampakkan dirinya di istana. Padahal para ulama lain menghadiri pengangkatan Khalifah Harun Al Rasyid untuk mengucapkan selamat.

Melihat hal itu, khalifah mengirim surat kepada ulama besar ini dan menanyakan kenapa beliau tidak hadir padahal sebelumnya mereka berdua memiliki hubungan yang dekat.

Mendapat surat dari khalifah, beliau dengan tegas menjawab bahwa dirinya telah memutuskan hubungan persaudaraan setelah tahu Harun Al Rasyid mulai berani memakai uang Baitul Mal untuk memberi hadiah kepada tamunya.

Dalam suratnya itu beliau menasehati Khalifah Harun Al Rasyid sebagai berikut, “Ya Harun Al Rasyid! Ketahuilah bahwa setiap manusia itu akan menemui ajalnya. Di antara mereka ada yang beruntung dengan membawa amal, dan ada pula yang merugi di dunia dan di akhirat. Engkaupun tentu akan mendapat giliran kematian itu. Ya Harun Al Rasyid! Berhati-hatilah dalam kehidupan di dunia ini. Ujian dan cobaan selalu mengintaimu. Dan nasehat yang paling baik adalah nasihat dari dirimu sendiri.”

Mendapat surat tersebut, Harun kemudian mengubah sikapnya. Karena sikap tegas dan teguh itulah, penguasa seperti Harun ar Rasyid tetap di jalan kebenaran.

Imam Sofyan Ats-Tsauri wafat di Basrah pada tahun 161 H.*/Bahrul Ulum, ditulis di Suara Hidayatullah  

HIDAYATULLAH