Kasus perceraian di Indonesia cukup tinggi, dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Banyak faktor yang melatarbelakanginya. Penyebabnya antara lain adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), masalah ekonomi, perselingkuhan dan lain-lain.
Ada pula karena suami di penjara, kemudian istri minta cerai. Misal, suami terjerat kasus korupsi kemudian dipenjara. Istri, entah karena malu, atau tidak betah menunggu, kemudian menggugat cerai suaminya (faskhu an nikah) ke pengadilan.
Kasus seperti ini sering terjadi. Oleh sebab itu, bagi yang beragama Islam hendaknya mengakaji terlebih dahulu hukum fikihnya sebelum melakukan gugatan cerai. Karena seandainya tidak boleh, tindakan tersebut merupakan dosa besar.
Sayyid Muhammad bin Alawi al Maliki dalam Adabu al Islam fi Nidzam al Usrah, menjelaskan bahwa perceraian disamping memutus tali kekeluargaan, juga melemahkan persatuan umat dan memanaskan hati.
Sebagaimana dimaklumi bersama, perbuatan halal yang sangat dibenci oleh Allah, salah satunya adalah mentalak istri tanpa alasan yang dibenarkan oleh hukum Islam.
Lalu, bolehkah istri gugat cerai suami karena terjerat kasus hukum kemudian dipenjara?
Dalam al Fiqh al Islami (13/49; maktabah syamilah al ishdar al Tsani), dijelaskan bahwa tidak boleh menuntut cerai gara-gara suami dipenjara karena tidak ada dalil syar’i yang membolehkan, kecuali kalau nafkah istri tidak terpenuhi, itupun harus menunggu selama satu tahun. Ini pendapat mayoritas ulama.
Hal ini diperkuat oleh pendapat madhab Hanbali yang mengatakan, orang yang dipenjara dan sejenisnya tidak dikategorikan sebagai orang yang berhalangan.
Sedangkan menurut madhab Maliki, apabila suami dipenjara selama satu tahun atau lebih, istri boleh mengajukan gugat cerai. Hakim akan menceraikan mereka tanpa harus lebih dahulu mengirim surat kepada suami atau memberikan tenggang waktu. Dan, status talaknya adalah talak ba’in.
Dalam kitab Syarhu al Bahjah al Wardiyyah, jika istri tidak mendapat nafkah karena berbagai sebab, baik karena suami hilang dan tidak ada kabar berita atau karena udzur sehingga tidak mampu memberi nafkah dan suami tidak memiliki harta, maka istri boleh mengajukan fasakh atau gugat cerai. Pendapat ini sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu al Shalah.
Artinya, kalau setelah dipenjara suami tidak mampu memberi nafkah lahir maupun batin kepada istri, istri boleh mengajukan cerai sekalipun belum sampai satu tahun suaminya dipenjara.
Alhasil, ada dua pendapat tentang masalah ini. Pendapat pertama, mayoritas ulama tidak membolehkan istri menggugat cerai suaminya karena dipenjara, karena sekalipun dipenjara tidak menghalangi suami untuk memberi nafkah istrinya. Pendapat kedua mengatakan, istri boleh menggugat cerai suaminya yang dipenjara setelah mencapai satu tahun. Hakim Harus menceraikan mereka tanpa harus mengirim surat kepada suami.
Namun, apabila suami yang dipenjara tidak mampu untuk memenuhi nafkah istri, maka ia boleh menggugat cerai tanpa harus menunggu masa setahun.