Ada hal unik dan menakjubkan dari surat Yusuf. Surat Yusuf turun di fase Makkah, fase dimana Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya berada dalam kondisi istidh’af (lemah di bawah dominasi rezim batil). Surat Yusuf datang sangat tepat kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam menyuguhkan kisah luar biasa, memotret proses perjuangan Yusuf Alaihissalaam yang diawali dari sebuah mimpi hingga berakhir menjadi kenyataan berupa tamkin, kekuasaan dan kemapanan. Seakan ada pesan tersirat yang terselip dalam kisah tersebut untuk Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan para Sahabatnya bahwa cita-cita dan janji kemenangan di masa mendatang itu pasti terwujud meski harus melalui proses panjang. Mulai dari disakiti dan dipersekusi keluarga dekat dan para tokoh kabilah sampai pemboikotan.
Ketika masih kecil Allah perlihatkan Nabi Yusuf Alaihissalaam sebuah mimpi yang mengilustrasikan ending dari lika-liku perjuangannya:
إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ
“(Ingatlah) ketika Yusuf berkata kepada kepada ayah-nya, wahai ayahku! Sungguh aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan, kulihat semuanya sujud kepadaku.” [Yusuf : 4]
Dengan bimbingan mimpi besar ini, Yusuf Alaihissalaam mengawali perjalanannya dalam menapaki skenario robbani, agar bisa menjadi dalil dan bukti tentang bagaimana sunnatullah berlaku kepada makluq dan hamba-Nya yang lemah lainnya.
Skenario pertama, Yusuf Alaihissalaam menjadi korban kedengkian dan konspirasi jahat saudara-saudaranya. Mereka membuang beliau ke dalam sumur, sampai ditemukan oleh kafilah yang lewat, dan dijual sebagai budak di kota yang jauh dari kampung halaman dan keluarganya.
Skenario kedua, Yusuf dibeli oleh keluarga kerajaan. Perwajahannya yang rupawan barangkali yang membuat seorang pejabat (al ‘Aziz) bahkan mengangkatnya sebagai anak. Ia berpesan kepada isterinya agar merawat dan memuliakan Yusuf, padahal semestinya umumnya orang buangan seperti Yusuf dijadikan budak. Pada fase ini kehidupan Yusuf membaik.
Fase selanjutnya, Yusuf harus kembali menghadapi ujian besar. Setelah sekian tahun dirawat dan tumbuh besar, ibu angkat yang merawatnya justru menjadi awal petaka. Permaisuri pejabat Mesir yang merawatnya malah berusaha menggiring beliau pada kebejatan moral. Godaan sang ibu angkat gagal, namun bukannya selesai, permasalahan malah merembet pada godaan seluruh wanita pejabat ibu kota yang rusak moralnya. Konspirasi jahat menarget beliau, namun Allah tetap menjaganya sampai akhirnya beliau lebih memilih dipenjara dari pada menuruti hasrat para isteri pejabat. Pilihan ini juga menjadi simbol sikap bara` (berlepas diri) terhadap kekufuran dan kerusakan tatanan masyarakat yang menyebabkan beliau terpenjara.
إِنِّي تَرَكْتُ مِلَّةَ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ
“Sesunguhnya aku meninggalkan millah masyarakat yang tidak beriman kepada Allah, dan mereka kafir terhadap akhirat.” [Yusuf : 37]
Lalu, masa-masa dalam penjara menjadi skenario selanjutnya. Dalam Al-Quran memang tidak dikisahkan sesengsara nasib Yusuf dalam penjara. Namun, semua pasti tahu, tidak ada penjara yang enak. Hidup tak bebas, logistik dibatasi, belum lagi permusuhan antar penghuni penjara dan kemungkinan siksaan para sipir.
Skenario ini kelihatannya buruk, namun juteru setelah itu jalan mimpi Yusuf Alaihissalaam menuju kenyataan mulai menampakkan tanda-tandanya. Yusuf bertemu dengan dua rekan sepenjara yang lantaran keduanya Allah membukakan pintu menuju keberhasilan. Dua rekannya membawa kabar kemampuan Yusuf mampu menakwil mimpi dan membawa Yusuf keluar dari penjara. Tak hanya itu, Yusuf juga bebas dari tuduhan dan konspirasi jahat para siteri pejabat.
Selain itu, kemampuan Yusuf dalam pengelolaan logistik dan kecerdasannya dalam takwil mimpi membuat pamor dirinya naik. Yusuf terbukti mengantisipasi krisis akibat kekeringan melaui tafsir mimpi yang cerdas dan solutif. Raja pun kemudian memberikan jabatan strategis bagi Yusuf:
وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي ۖ فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ
“Raja berkata, “bawalah dia (yusuf) kepadaku, agar aku memilih dia (sebagai orang yang dekat kepadaku), ketika raja telah bercakap-cakap dengannya, dia berkata; sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami dan dipercaya.” [Yusuf : 54]
Inilah skenario terakhir. Allah memberikan tamkin, kekuasaan dan kemapanan hidup sebagai seorang mukmin. Karena tamkin bukan sekadar hidup senang dan berkuasa tapi mampu menampakkan keimanannya. Setelah bercerita secara detail rentetan kisah tersebut, Allah berfirman :
“Dan begitulah Aku berikan kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir, dan agar kami ajarkan kepadanya takwil mimpi.” [Yusuf : 21]
Kisah ini membawa pesan untuk Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabat Radhiyallahu Anhum, bahwa keadaaan lemah yang kalian hadapi ditambah dengan tekanan rezim musyrik serupa dengan keadaan yang dialami Yusuf. Allah mengingatkan, Dia yang mengatur sekenario hamba-Nya, mengawal dan mengawasinya,
“Dan Allah berkuasa atas urusan-Nya, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti.” [Yusuf : 21]
Inilah sekenario besar Allah Azza Wajalla untuk hamba-Nya Yusuf, mulai dari munculnya mimpi dua rekannya sepenjara dan mimpi raja, membuka jalan beliau untuk bebas dari penjara dan membuktikan dirinya bersih dari segala tuduhan, lalu beliau sampai ke istana dan
Dalam kisah ini Allah menegaskan kembali kepada para hamba-Nya yang beriman yang berada dalam fase lemah, bahwa tamkin yang telah dikabarkan kepada Yusuf (melalui mimpi) benar-benar terwujud (terealisasi) di tengah kekuasaan orang yang tidak beriman kepada Allah.
وَكَذَٰلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الْأَرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاءُ ۚ نُصِيبُ بِرَحْمَتِنَا مَن نَّشَاءُ ۖ وَلَا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan demikianlah Aku berikan kedudukan kepada Yusuf di negeri (Mesir), untuk tinggal di mana saja yang dia kehendaki, Aku limpahkan rahmat kepada siapa saja yang Aku kehendak, dan Aku tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” [Yusuf : 56]
Kisah ini melecut spirit Nabi-Nya, Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dan para Sahabatnya bahwa kondisi lemah (tertekan) yang kalian hadapi sekarang suatu hari nanti akan berubah menjadi keadaan tamkin dan kepemimpinan dunia ada bawah kuasa kalian. Dan kelak keturunan orang-orang yang memberikan tekanan kepada kalian justeru akan berubah menjadi orang-orang yang beriman sehingga terbukti doa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam :
بل أرجو أن يخرج الله من أصلابهم من يعبد الله وحده، لا يشرك به شيئا
“Justeru aku berharap Allah –Azza Wajalla- mengeluarkan dari keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak berbuat syirik kepadanya sama sekali.”
Dan akhirnya doa ini benar-benar menjadi kenyataan.
Tadabbur surat Yusuf Alaihissalaam yang memotret perjalanan dari mimpi hingga berujung pada tamkin (kemenangan) adalah bekal spirit yang sangat dibutuhkan oleh gerakan kebangkitan islam kaaffah hari ini. Adanya fenomena mundurnya sebagian aktifis dari cita-cita besar ini, ditambah dengan dahsyatnya kekuatan konspirasi global dalam upaya menggerus dan menekan spirit perjuangan hingga membuat sebagian kalangan mulai berputus asa. Putus asa adalah hal yang sangat diwaspadai Nabiyullah Ya’qub Alaihissalaam dan siapa saja yang percaya dan yakin akan mimpi Yusuf Alaihissalam, maka Allah memotret nasehat dan petuah Ya’qub dalam surat Yusuf juga :
وَلَا تَيْأَسُوا مِن رَّوْحِ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِن رَّوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
“Dan janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tidak ada yang berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang kafir.” [Yusuf : 87]
Jadi, jika situasi perjuangan semakin intens, sulit dan berat tekanannya, bisa jadi saat itulah fajar kemenangan mulai dekat.
Penulis: Abdullah Khomis
Editor: Arju