Surah Hud ayat 15-16 pada dasarnya berbicara mengenai tuntunan dari Allah agar kita tidak meminta balasan amal baik secara terburu-buru. Ilustrasinya itu seorang karyawan yang telah menjalankan tugas dan pekerjaannya merupakan orang yang memiliki hak berupa upah atas pekerjaannya. Andai haknya berupa upah itu dijanjikan setelah pekerjaannya selesai, katakanlah diberikan di akhir bulan, maka ia akan menerima hak itu di akhir bulan. Berbeda halnya apabila ia telah meminta haknya terlebih dahulu sebelum saat yang ditentukan, seperti memintanya di awal bulan atau di pertengahan bulan, maka ia tak akan memperoleh haknya lagi di akhir bulan.
Uraian tersebut juga dapat dijadikan sebagai perumpamaan atas tugas kehambaan kita kepada Allah Swt. Sekadar sebagai gambaran untuk memudahkan pemahaman kita atas konsep ganjaran amal baik ketika menghambakan diri kepada Allah Swt. Apabila seorang hamba hanya meminta kenyamanan hidup di dunia sebagai balasan atas amal baik yang telah dilakukannya, maka bisa saja Allah memberikan hal itu secara kontan dan tanpa pengurangan sedikit pun. Akan tetapi mungkin saja ia tidak akan memanen amal-amalnya baiknya yang dilipat-gandakan itu ketika di akhirat.
Surah Hud ayat 15-16 yang dimaksud adalah sebagai berikut:
مَن كَانَ یُرِیدُ ٱلۡحَیَوٰةَ ٱلدُّنۡیَا وَزِینَتَهَا نُوَفِّ إِلَیۡهِمۡ أَعۡمَـٰلَهُمۡ فِیهَا وَهُمۡ فِیهَا لَا یُبۡخَسُونَ (15) أُو۟لَـٰۤىِٕكَ ٱلَّذِینَ لَیۡسَ لَهُمۡ فِی ٱلۡـَٔاخِرَةِ إِلَّا ٱلنَّارُۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا۟ فِیهَا وَبَـٰطِلࣱ مَّا كَانُوا۟ یَعۡمَلُونَ (16)
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. (15) Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan. (16)” [Q.S. Hud (11): 15 – 16]
Sebenarnya memang terdapat perbedaan pendapat di antara ulama ahli tafsir menyangkut siapa golongan yang dimaksud dalam kedua ayat di atas. Sebagian ahli tafsir berpandangan bahwa kedua ayat di atas menjelaskan tentang balasan bagi orang-orang kafir yang hanya mendapatkan kenikmatan di dunia tetapi dilanggengkan di neraka. Sebagian lain berpendapat bahwa kedua ayat di atas menjelaskan tentang balasan bagi orang yang riya’ dalam beramal baik.
Jika merujuk penjelasan Syekh Ahmad ash-Shawi dalam Hasyiyah ash-Shawi, mengarahkannya ke makna umum itu lebih utama, yakni diberlakukan ayat tersebut bagi pelaku riya’. Sehingga konsekuensi maknanya ialah keumuman cakupan ayat tersebut, yakni baik orang kafir, orang munafik, maupun orang beriman yang beramal disertai perasaan riya’, meski yang dilakukan merupakan amal ketaatan.
Lebih lanjut Syekh Ahmad ash-Shawi menjelaskan bahwa, dampak makna selanjutnya apabila ayat ini diarahkan hanya untuk orang kafir, maka ganjaran neraka sebagaimana yang disebutkan dalam ayat 16 berlaku selamanya. Sedangkan apabila diarahkan untuk pelaku riya’ secara umum, maka bisa jadi ganjaran neraka itu hanya bersifat sementara selama orang yang dimaksud masih beriman kepada Allah Swt.
Berkenaan dengan ayat di atas, Imam al-Aufi meriwayatkan penjelasan Ibnu Abbas, sebagaimana yang dikutip Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, bahwa seorang hamba yang suka riya’ dan pamrih dalam beramal, maka pahala mereka hanya akan di berikan di dunia. Kemudian disebutkan oleh Imam Jalaluddin As-Suyuthi bahwa gambaran riya’ dan pamrih dalam beribadah itu sama halnya dengan menyekutukan Allah Swt., dalam hal ini sekala kecilnya ialah menyekutukan Allah dengan kepentingannya sendiri.
Dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang semisal dengan makna ayat di atas, seperti dalam surah Asy-Syura [42] ayat 20: “Barang siapa yang menginginkan keuntungan akhirat, Kami akan menambah keuntungan itu baginya. Dan barang siapa menginginkan keuntungan dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat.”
Oleh karenanya, apabila seorang hamba terburu-buru meminta balasan dari amal kebaikannya secara kontan di dunia, maka itu sejatinya permintaan yang merugikan dirinya sendiri. Karena ketulusan dalam menjalankan ibadah dijanjikan oleh Allah Swt., suatu tambahan atau kelipatan dari amal yang diperbuatnya. Sedangkan jika meminta balasan di dunia, ia tidak dijanjikan bagian lagi di akhirat. Padahal normalnya seorang pekerja selain mengharapkan upah yang sesuai, tentu mengharapkan adanya bonus dari pekerjaannya.
Berdasar surah Hud ayat 15-16 itu kita juga mengetahui bahwa meski seorang hamba tidak tulus dalam melakukan ibadah, atau tidak sepenuh hati dalam menghambahakan diri, tetap saja Allah memberikan apa yang ia inginkan. Bahkan tanpa menguranginya sedikit pun. Meski dalam ayat di atas juga dinyatakan bahwa tiada ganjaran di akhirat bagi yang tak membawa ketulusan, bukan berarti Allah tak kuasa untuk memberinya kenikmatan di akhirat baginya. Karena selama seseorang masih memegang ketauhidan, selama itu pula Allah menjanjikan tempat kemuliaan. Wallahu a’lam bish shawab.