Siapa Sebenarnya Nama Abu Bakar Ash-Shiddiq? (Bagian 2)

Dari Abu Bakar, banyak shahabat senior dan pemuka Tabi’in yang meriwayatkan hadits, yang riwayatnya berujung kepada Anas bin Malik, Thariq bin Syihab, dan Qais bin Abi Hazim, dan Murrah Ath-Thayyib.

Ibnu Abi Mulaikah dan lainnya mengatakan, nama asli Abu Bakar adalah Abdullah, adapun Atiq adalah gelar baginya.

Diriwayatkan dari Aisyah, putri Abu Bakar, dia mengatakan, “Nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya adalah Abdullah, namun lebih sering dipanggil Atiq.”

Ibnu Ma’in menuturkan, “Abu Bakar diberi gelar Atiq, karena wajahnya yang tampan.” Pendapat serupa juga disampaikan oleh Al-Laits bin Sa’ad.

Ada pula yang berpendapat, Abu Bakar adalah orang yang paling mengerti tentang nasab kaum Quraisy.

Ibnul Arabi menuturkan, “Ketika orang-orang menyifati seseorang yang sempurna dalam kebaikan dengan kata Atiq (antik).”

Abu Bakar dijuluki Atiq karena wajahnya yang tampan dan nasabnya yang baik. Abu Bakar memang berasal dari garis keturunan yang bersih dari cela.

Pada suatu kesempatan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sedang duduk bersama beberapa sahabat, tiba-tiba datang Abu Bakar. Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

Siapa yang suka melihat ‘Atiq (orang yang terbebas) dari api neraka, silakan melihat Abu Bakar.

Maka julukan itu pun menempel pada diri Abu Bakar dan dia terkenal dengan sebutan itu.

Selain gelar Atiq, Abu Bakar juga digelari dengan Ash-Shiddiq (orang yang selalu membenarkan).

Digelari demikian karena setiap kali Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengabarkan sesuatu, Abu Bakar selalu menjadi orang yang paling pertama membenarkan dan mengimaninya.

Abu Bakar sangat yakin bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak berbicara berdasarkan hawa nafsunya. Ia semakin terkenal dengan julukan itu setelah peristiwa Isra` Mi’raj.

Pada waktu itu sekelompok orang musyrik mendatanginya dan mempertanyakan,

“Apa pendapatmu tentang cerita temanmu itu? Ia mengaku telah diperjalankan tadi malam ke Baitul Maqdis.”

Abu Bakar balik bertanya, “Ia mengatakan itu?”

Mereka serempak mengiyakan. Abu Bakar berkata,

“Kalau begitu dia benar. Seandainya dia mengatakan hal yang lebih dari itu tentang kabar dari langit, saya pasti akan membenarkannya, baik yang telah lalu maupun yang akan datang.” Karena itulah Abu Bakar dijuluki Ash-Shiddiq.

Abu Bakar adalah orang yang paling dermawan di kalangan shahabat nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dia rela mengeluarkan seluruh hartanya untuk Islam.

Abu Bakar sempat menikah dengan empat orang istri, yaitu Qutailah binti Abdul Uzza, Ummu Ruman binti Amir, Asma` binti Umais, dan Habibah binti Kharijah. Semoga Allah meridhainya dan meridhai shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang lain.

Demkian disarikan dari berbagai kitab sejarah. Semoga bermanfaat.

 

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Siapa Sebenarnya Nama Abu Bakar Ash-Shiddiq?

Siapa yang tidak kenal dengan sosok Abu Bakar, khalifah pertama dalam Islam yang menjalankan pemerintahan dengan minhaj nubuwwah (metode kenabian).

Ia adalah khalifah pertama yang memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat. Namun, tidak banyak yang tahu siapa sebenarnya nama Abu Bakar itu.

Dalam kebiasaan orang-orang Arab, mereka memulai namanya dengan kun-yah (julukan) yang disandarkan kepada anak pertama atau anak laki-laki yang pertama.

Misalkan, jika anak pertama adalah Aisyah, biasaya seseorang dijuluki Abu Aisyah (bapaknya Aisyah) atau Ummu Aisyah (ibunya Aisyah). Jika anak kedua adalah laki-laki, sebutlah namanya Hamid, maka kedua suami istri dijuluki Abu Hamid dan Ummu Hamid.

Kita kembali kepada tokoh Islam yang kita bahas sekarang yakni Abu Bakar. Abu Bakar, secara bahasa artinya ayahnya Bakar. Apakah di antara anaknya ada yang bernama Bakar?

Setelah diteliti dalam sejarah, Abu Bakar dikaruniai enam orang anak, tiga putra dan tiga putri.

Para putranya bernama Abdullah, Abdurrahman, dan Muhammad, sementara yang putri adalah Aisyah ummul mukminin, Asma` si pemilik dua ikat pinggang, dan Ummu Kultsum yang lahir beberapa saat setelah Abu Bakar wafat.

Tidak ada yang bernama Bakar. Lalu Bakar anak siapa? Kita kembali kepada kebiasaan orang Arab juga. Seseorang boleh dijuluki dengan selain nama anaknya.

Hal ini disebutkan dalam kitab Tuhfah Al-Maulud, yang dikarang oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, yang mana dia mengatakan,

“Seseorang yang sudah punya anak boleh menjuluki namanya dengan selain nama anaknya.

Abu Bakar tidak mempunyai anak bernama Bakar, Abu Hafsh Umar juga tidak mempunyai anak bernama Hafsh, Abu Dzar Ibnul Mundzir tidak punya anak bernama Dzar, Abu Sulaiman Khalid pun juga tidak punya anak bernama Sulaiman, begitu pula halnya dengan Abu Salamah.

Masih banyak contoh lainnya dalam sejarah. Jadi, seseorang tidak mesti diberi kun-yah dengan nama anaknya.”

Nama lengkap Abu Bakar adalah Abdullah bin Abu Quhafah Utsman bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu`ay bin Ghalib Al-Qurasyi At-Taimi, yang lebih dikenal dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq bin Abu Quhafah.

 

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Jasa-Jasa Abu Bakar Ash Shiddiq

BELIAU dilahirkan 2 tahun 6 bulan setelah tahun gajah. Beliau berkulit putih, bertubuh kurus, berambut lebat, tampak kurus wajahnya, dahinya muncul, dan ia sering memakai hinaa dan katm. Jasa-jasa beliau meliputi:

– Jasanya yang paling besar adalah masuknya ia ke dalam Islam paling pertama.
– Hijrahnya beliau bersama Nabi Shallallahualaihi Wasallam
– Ketegaran beliau ketika hari wafatnya Nabi Shallallahualaihi Wasallam
– Sebelum terjadi hijrah, beliau telah membebaskan 70 orang yang disiksa orang kafir karena alasan bertauhid kepada Allah. Di antara mereka adalah Bilal bin Rabbaah, Amir bin Fahirah, Zunairah, Al Hindiyyah dan anaknya, budaknya Bani Muammal, Ummu Ubais
– Salah satu jasanya yang terbesar ialah ketika menjadi khalifah beliau memerangi orang-orang murtad

Abu Bakar adalah lelaki yang lemah lembut, namun dalam hal memerangi orang yang murtad, beliau memiliki pendirian yang kokoh. Bahkan lebih tegas dan keras daripada Umar bin Khattab yang terkenal akan keras dan tegasnya beliau dalam pembelaan terhadap Allah. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits Abu Hurairah Radhiallahuanhu:

“Ketika Nabi Shallallahualaihi Wasallam wafat, dan Abu Bakar menggantikannya, banyak orang yang kafir dari bangsa Arab. Umar berkata: Wahai Abu Bakar, bisa-bisanya engkau memerangi manusia padahal Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda, aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa ilaaha illallah, barangsiapa yang mengucapkannya telah haram darah dan jiwanya, kecuali dengan hak (jalan yang benar). Adapun hisabnya diserahkan kepada Allah? Abu Bakar berkata: Demi Allah akan kuperangi orang yang membedakan antara shalat dengan zakat. Karena zakat adalah hak Allah atas harta. Demi Allah jika ada orang yang enggan membayar zakat di masaku, padahal mereka menunaikannya di masa Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam, akan ku perangi dia. Umar berkata: Demi Allah, setelah itu tidaklah aku melihat kecuali Allah telah melapangkan dadanya untuk memerangi orang-orang tersebut, dan aku yakin ia di atas kebenaran”

Begitu tegas dan kerasnya sikap beliau sampai-sampai para ulama berkata: “Allah menolong Islam melalui Abu Bakar di hari ketika banyak orang murtad, dan melalui Ahmad (bin Hambal) di hari ketika terjadi fitnah (khalqul Quran)”. Abu Bakar pun memerangi orang-orang yang murtad dan orang-orang yang enggan membayar zakat ketika itu:
– Musailamah Al Kadzab dibunuh di masa pemerintahan beliau
– Beliau mengerahkan pasukan untuk menaklukan Syam, sebagaimana keinginan Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam. Dan akhirnya Syam pun di taklukan, demikian juga Iraq.
– Di masa pemerintahan beliau, Al Quran dikumpulkan. Beliau memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkannya.
– Abu Bakar adalah orang yang bijaksana. Ketika ia tidak ridha dengan dilepaskannya Khalid bin Walid, ia berkata: “Demi Allah, aku tidak akan menghunus pedang yang Allah tujukan kepada musuhnya sampai Allah yang menghunusnya” (HR. Ahmad dan lainnya)

Ketika masa pemerintahan beliau, terjadi peperangan. Beliau pun bertekad untuk pergi sendiri memimpin perang, namun Ali bin Abi Thalib memegang tali kekangnya dan berkata: Mau kemana engkau wahai khalifah? Akan kukatakan kepadamu perkataan Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam ketika perang Uhud: Simpanlah pedangmu dan janganlah bersedih atas keadaan kami. Kembalilah ke Madinah. Demi Allah, jika keadaan kami membuatmu sedih Islam tidak akan tegak selamanya. Lalu Abu Bakar Radhiallahuanhu pun kembali dan mengutus pasukan.

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2367516/jasa-jasa-abu-bakar-ash-shiddiq#sthash.5A4hQOQt.dpuf

Keutamaan Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling mulia, bahkan dikatakan ia adalah manusia termulia setelah para nabi dan rasul. Keutamannya adalah sesuatu yang melegenda, hal itu diketahui oleh kalangan awam sekalipun. Membaca kisah perjalanan hidupnya seakan-akan kita merasa hidup di dunia hayal, apa benar ada orang seperti ini pernah menginjakkan kaki di bumi? Apalagi di zaman kita saat ini, memang manusia teladan sudah sulit terlestari.

Namun seiring pergantian masa dan perjalanan hidup manusia, ada segelintir orang atau kelompok yang mulai mencoba mengkritik perjalanan hidup Abu Bakar ash-Shiddiq setelah Allah dan Rasul-Nya memuji pribadinya. Allah meridhainya dan menjanjikan surga untuknya, radhiallahu ‘anhu.

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)

Kritik tersebut mulai berpengaruh pada jiwa-jiwa yang mudah tertipu, kepada hati yang lalai, dan kepada pribadi-pribadi yang memiliki hasad kepada generasi pertama.

Kali ini kita tidak sedang menceritakan kepribadian Abu Bakar secara utuh, karena hal itu sulit diceritakan di tulisan yang singkat ini. Tulisan ini akan menyuplikkan sebagian teks-teks syariat yang menjelaskan tentang kemuliaan Abu Bakar.

 

Nasab dan Karakter Fisiknya

Nama Abu Bakar adalah Abdullah bin Utsman at-Taimi, namun kun-yahnya (Abu Bakar) lebih populer dari nama aslinya sendiri. Ia adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Ta-im bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr al-Qurasyi at-Taimi. Bertemu nasabnya dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Luai.

Ibunya adalah Ummu al-Khair, Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Ta-im. Dengan demikian ayah dan ibu Abu Bakar berasal dari bani Ta-im.

Ummul mukminin, Aisyah radhiallahu ‘anhu menuturkan sifat fisik ayahnya, “Ia seorang yang berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggangnya, wajahnya selalu berkeringat, hitam matanya, dahinya lebar, tidak bisa bersaja’, dan selalu mewarnai jenggotnya dengan memakai inai atau katam (Thabaqat Ibnu Sa’ad, 1: 188).

Adapun akhlak Abu Bakar, ia adalah seorang yang terkenal dengan kebaikan, keberanian, sangat kuat pendiriannya, mampu berpikir tenang dalam keadaan genting sekalipun, penyabar yang memiliki tekad yang kuat, dalam pemahamannya, paling mengerti garis keturunan Arab, orang yang bertawakal dengan janji-janji Allah, wara’ dan jauh dari kerancuan pemikiran, zuhud, dan lemah lembut. Ia juga tidak pernah melakukan akhlak-akhlak tercela pada masa jahiliyah, semoga Allah meridhainya.

Sebagaimana yang telah masyhur, ia adalah termasuk orang yang pertama memeluk Islam.

 

Keutamaan Abu Bakar

– Orang yang Rasulullah Percaya Untuk Menemaninya Berhijrah ke Madinah

إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا

“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. (QS. At-Taubah: 40)

Dalam perjalanan hijrah ini, Abu Bakar menjaga, melayani, dan memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia mempersilahkan Rasul untuk beristirahat sementara dirinya menjaganya seolah-olah tidak merasakan letih dan butuh untuk istirahat.

Anas bin Malik meriwayatkan dari Abu Bakar, Abu Bakar mengatakan, “Ketika berada di dalam gua, aku berkata kepada Rasulullah, ‘Sekiranya orang-orang musyrik ini melihat ke bawah kaki mereka pastilah kita akan terlihat’. Rasulullah menjawab, ‘Bagaimana pendapatmu wahai Abu Bakar dengan dua orang manusia sementara Allah menjadi yang ketiga (maksudnya Allah bersama dua orang tersebut)’. Rasulullah menenangkan hati Abu Bakar di saat-saat mereka dikepung oleh orang-orang musyrikin Mekah yang ingin menangkap mereka.

 

– Sebagai Sahabat Nabi yang Paling Dalam Ilmunya

Abu Said al-Khudri mengatakan, “Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan para sahabatnya dengan mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah telah menyuruh seorang hamba untuk memilih dunia atau memilih ganjaran pahala dan apa yang ada di sisi-Nya, dan hamba tersebut memilih apa yang ada di sisi Allah’.

Kata Abu Sa’id, “(Mendengar hal itu) Abu Bakar menangis, kami heran mengapa ia menangis padahal Rasulullah hanya menceritakan seorang hamba yang memilih kebaikan. Akhirnya kami ketahui bahwa hamba tersebut tidak lain adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri. Abu Bakar-lah yang paling mengerti serta berilmu di antara kami. Kemudian Rasulullah melanjutkan khutbahnya,

“Sesungguhnya orang yang paling besar jasanya dalam persahabatan dan kerelaan mengeluarkan hartanya adalah Abu Bakar. Andai saja aku diperbolehkan memilih kekasih selain Rabbku, pasti aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih, namun cukuplah persaudaraan se-Islam dan kecintaan karenanya.”

– Kedudukan Abu Bakar di Sisi Rasulullah

Dari Amr bin Ash, Rasulullah pernah mengutusku dalam Perang Dzatu as-Salasil, saat itu aku menemui Rasulullah dan bertanya kepadanya, “Siapakah orang yang paling Anda cintai?” Rasulullah menjawab, “Aisyah.” Kemudian kutanyakan lagi, “Dari kalangan laki-laki?” Rasulullah menjawab, “Bapaknya (Abu Bakar).”

– Saat Masih Hidup di Dunia, Abu Bakar Sudah Dipastikan Masuk Surga

Abu Musa al-Asy’ari mengisahkan, suatu hari dia berwudhu di rumahnya lalu keluar menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Musa berangkat ke masjid dan bertanya dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dijawab bahwa Nabi keluar untuk suatu keperluan. Kata Abu Musa, “Aku pun segera pergi berusaha menysulunya sambil bertanya-tanya, hingga akhirnya beliau masuk ke sebuah kebun yang teradapat sumur yang dinamai sumur Aris. Aku duduk di depan pintu kebun, hingga beliau menunaikan keperluannya.

Setelah itu aku masuk ke kebun dan beliau sedang duduk-duduk di atas sumur tersebut sambil menyingkap kedua betisnya dan menjulur-julurkan kedua kakinya ke dalam sumur. Aku mengucapkan salam kepada beliau, lalu kembali berjaga di depan pintu sambil bergumam “Hari ini aku harus menjadi penjaga pintu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Tak lama kemudian datanglah seseorang ingin masuk ke kebun, kutanyakan, “Siapa itu?” Dia menjawab, “Abu Bakar.” Lalu kujawab, “Tunggu sebentar.” Aku datang menemui Rasulullah dan bertanya padanya, “Wahai Rasulullah, ada Abu Bakar datang dan meminta izin masuk.” Rasulullah menjawab, “Persilahkan dia masuk dan beritahukan padanya bahwa dia adalah penghuni surga.”

 

Penutup

Demikianlah Abu Bakar ash-Shiddiq dengan keutamaan-keutamaan yang ada padanya. Sebuah keistimewaan yang mungkin tidak pernah terlintas di benak kita, kita dijamin surga, menjadi kekasih Rasul, orang kecintaan Rasulullah, dan sahabat dekatnya. Lalu bagaimana bisa di hari ini ada orang yang merendahkan kedudukan beliau, setelah Allah dan Rasul-Nya memuliakan dia?

Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjauhkan kita dari sifat buruk yang merendahkan wali-Nya, menjadi musuh orang yang Dia cintai. Semoga Allah meridhai Abu Bakar ash-Shiddiq.

 

 

Sumber: al-Bidayah wa an-Nihayah

Ditulis oleh Nurfitri Hadi
Artikel KisahMuslim

Abu Bakar ash-Shiddiq, Seorang Khalifah Juga Mujtahid

Umumnya kaum Muslimin mengenai sosok Abu Bakar ash-Shiddiq salah satu sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam yang paling utama, satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga, khalifah pertama setelah wafatnya Rasulullah.

Namun tidak banyak yang mengetahui jika Abu Bakar– radhiyallahu ‘anhu – adalah seorang mujtahid, yang memutuskan perkara-perkara hukum tatkala tidak dijumpai dalilnya secara qath’i di dalam Kitabullah maupun Sunnah Rasulullah.

Demikian yang terungkap dalam INSISTS Special Forum yang digelar Institute for The Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) Sabtu 12 Desember 2015 di Kalibata Jakarta Selatan.

Diskursus mengenai ijtihad Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat oleh Dr. Ahmad Faiz, sebagai narasumber kajian tersebut, dari hasil disertasi doktoralnya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007 silam.

Beberapa aspek fikih yang dikaji oleh alumni Gontor kelahiran Jakarta 1972 ini, terkait ijtihad khalifah ar-Rasyidah yang pertama itu, adalah fiqh siyasah (14 ijtihad), fiqh jinayah (10 ijtihad),fiqh mu’amalah (7 ijtihad), dan  (7 ijtihad).

Menurut jebolan Al-Azhar Kairo ini, sebagaimana layaknya manusia biasa yang tidak ma’shum, tidak semua pendapat ijtihad Abu Bakar ash-Shiddiq diterima oleh keempat Madzhab Sunni (madzhab Imam Malik, madzhab Imam Abu Hanifah, madzhab Imam Syafi’i, dan madzhab Imam Ahmad bin Hanbal).

Meskipun demikian, secara persentase (72,68% – 76,31%) ketersebaran ijtihad Abu Bakar ash-Shiddiq di keempat madzhab tersebut menunjukkan besarnya pengaruh beliau terhadap ijtihad yang dilakukan oleh para ulama madzhab Sunni.