Abu Mahzurah, Menistakan Adzan dan Reaksi Nabi

Berikut  ini merupakan penjelasan terkait Abu Mahzurah, seorang yang menistakan adzan. Lantas, bagaimana reaksi Nabi Muhammad terkait penghinaan agama tersebut? Simak penjelasan berikut.

Beberapa pekan terakhir, nitizen dibikin geger dengan pernyataan Menag soal azan. Pasalnya, Menag Yaqut Cholil Quomas, dituduhkan dan  diduga “menyamakan” adzan dengan gonggongan anjing.  Peristiwa tersebut, dituduhkan termasuk penistaan agama.

Pro-kontra pun menyeruak di tengah masyarakat. Ada yang mengkategorikan sebagai penistaan agama dan ada pula yang membantahnya. Kasus serupa, sudah terjadi pada Meliana di Medan yang diklaim menistakan azan, yang berujung penjara. 

Akan tetapi, tulisan ini tidak hendak menambah tanggapan pro-kontra tersebut, melainkan hanya memaparkan fakta sejarah tentang prilaku Nabi Muhammad ketika menghadapi penistaan agama.

Hal ini, bertujuan agar umat muslim dapat meneladani dan mengambil pelajaran bagaimana seharusnya mengedepankan kearifan dan kebijaksanaan menyikapi perlakuan seseorang terkait keagamaan, khususnya umat muslim Indonesia. Bukan malah mengedepankan arogansi dan tindakan anarkis apa lagi mengait-ngaitkan dengan politik.

Dalam kitab-kitab Tarikh dan Tafsir, diantaranya Sebagaimana dituturkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya [141/3] tercatat bahwa Konon, ada seorang sahabat pada masa Nabi Muhammad yang melakukan penistaan agama, yakni tentang adzan. Namun, pertanyaannya, bagaimana sikap Nabi menghadapinya? Apakah sekonyong-konyong bertindak anarkis, sebagaimana umat muslim era milenial?

Siang itu, Nabi dan beberapa sahabatnya sedang istirahat dari sebuah peperangan, yang dikenal dengan perang Hunain. Karena waktu shalat dzuhur sudah tiba, Nabi Muhammad langsung memerintahkan sahabat Bilal bin Abi Rabah yang ikut serta untuk mengumandangkan azan.

Ketika Bilal mulai mengumandangkan lantunan adzan terdengarlah suara lantangnya hingga ke kawanan pengembala-pun juga mendengarnya, diantaranya Abu Mahdzurah yang sedang menggembalakan kambingnya diperbukitan bersama teman-temannya. 

Mendengar lantunan adzannya Bilal, Abu Mahzurah sekonyong-konyong menyahuti panggilan shalat tersebut dengan nada melecehkan dan mencibir. Lantas saja, pandangan Nabi dan para sahabatnya tertuju pada sumber suara yang mengolok-olok adzan, yang tidak jauh dari lokasi Nabi berada, dan tindakan ini merupakan penistaan agama.

Nabi Muhammad akhirnya memanggil para pengembala itu dan mencari sosok yang menistakan adzan. Karena tidak mungkin untuk kabur, para pengembala itu akhirnya menghadap Nabi Muhammad. Sesampai di hadapannya, Rasulullah langsung melemparkan pertanyaan;

“Siapa gerangan tadi yang melantangkan suara adzan (mengikuti adzannya Bilal)?” Para pengembala seluruhnya ketakutan untuk menjawab pertanyaan Nabi, mengingat Nabi sedang bersama para militer perangnya. Sebab merasa terdesak, akhirnya sekawanan pengembala tersebut menunjuk Abu Mahzurah. Dan, ia tidak dapat mengelaknya karena membenarkan semuanya.

Sejurus kemudian, Nabi menghampiri Abu Mahzurah yang membuat bergidik ketakutan, khawatir di celakai oleh Nabi Muhammad. Akan tetapi, nabi justru memerintahkan untuk melantun adzan kepada Abu Mahzurah.

Bahkan Nabi mendoakannya agar mendapat hidayah, cahaya Islam seraya memegang kepada dan dada Mahzurah Nabi berdoa. Singkat cerita, Abu Mahzhurah akhirnya masuk Islam bahkan menjadi muadzin di Mekkah.

Apa yang bisa diambil dari cerita ini? Sudah sepantasnya, kita umat muslim, meneladani Nabi Muhammad termasuk menghadapi penista agama. Di mana Nabi lebih mengedepankan kedamaian daripada pertikaian. Padahal, mudah saja Nabi memerintahkan militernya untuk membinasakan orang yang menistakan adzan tersebut. 

Akan tetapi, Nabi tidak melakukannya. Tidak terbayang, seandainya Abu Mahzurah hidup di era sekarang, sudah pasti ia akan mendapatkan perlakuan buruk atau sekurang-kurangnya akan dipenjara sebab tindakannya. Wallahu A’lam.

BINCANG SYARIAH